Seorang sahabat terlihat panik dan cemas. Ia mengkhawatirkan kondisi anaknya yang semakin sulit diatur dan mudah melawan kedua orang tuanya. Semakin dimarahi, si anak semakin melawan dan malah mengamuk. “Bisa ngga bantu terapi anak saya,” ujarnya tegas.
Sekali lagi, seperti biasa, saya tetap akan bertanya soal pola asuh dari anak ini. Sebab, terapi jelas bukan solusi utama. Percuma saja terapi, jika pola asuh tidak ada perubahan. Ibarat baju, percuma saja dicuci bersih, jika setiap selesai dicuci, kemudian dipakai lagi untuk bermain lumpur.
Sahabat mungkin pernah melihat, ada salah satu acara di stasiun televisi swasta beberapa tahun lalu soal bagaimana mengubah perilaku anak, yakni The Nanny. Dalam tayangan itu jelas diperlihatkan, yang harus melakukan perubahan adalah kedua orang tuanya dulu. Kalau sudah berubah, maka anak otomatis akan berubah.
Begitu pula dengan hipnoterapis, tak bisa langsung melakukan penanganan pada anak. Yang paling utama, biasanya kedua orang tua, termasuk pengasuh yang selama ini menangani si anak, diberikan tugas khusus. Tentunya setelah dilakukan analisa terlebih dahulu atas pola asuh yang selama ini sudah berjalan.
Ternyata terungkap bahwa anak ini lebih banyak diasuh oleh nenek dan tantenya. Kenapa? Karena ayah dan ibunya sibuk bekerja. Nah kedua orang tua dari anak ini berharap, dengan bantuan hipnoterapis, masalah anaknya ini bisa langsung tuntas.
Sahabat semua yang bijaksana, keberadaan dokter, psikolog, psikiater, bahkan hipnoterapis, bukanlah tempat laundry anak-anak. Jangan pernah membayangkan membereskan anak sama seperti membawa pakaian kotor ke binatu. Anda datang, duduk santai menunggu, kemudian anak keluar dengan keadaan yang sudah berubah.
Perlu adanya kerja sama yang baik antara hipnoterapis dengan kedua orang tua, dan pengasuh si anak tersebut. Tanpa kerja sama yang baik, harapan bahwa perilaku anak bisa berubah, hanyalah pepesan kosong belaka.
Apakah tidak boleh anak diasuh oleh nenek, tante, atau pengasuh bahkan pembantu? Saya jelas tidak mengatakan bahwa itu tidak boleh. Persoalan mendasar adalah, apakah Anda menjamin bahwa pola asuh yang akan diterapkan pada anak Anda, sudah sesuai dengan kesepakatan bersama?
Yang terjadi adalah, anak sering kebingungan dengan program yang ditanamkan. Sebagai contoh, orang tua melarang anaknya memakan es krim. Tapi di sisi lain, nenek atau kakeknya dengan leluasa memberikan kebebasan cucunya ini menikmati es krim. Otomatis, program yang sudah ditanamkan kedua orang tuanya, langsung diblok dan dianulir.
Kakek atau nenek, umumnya memiliki kecenderungan memanjakan cucunya. Tentu tujuannya baik, karena ingin mengungkapkan perasaan terhadap si cucu. Namun ada baiknya, perlu dibicarakan sejak awal, pola asuh seperti apa yang akan diterapkan. Sehingga baik kedua orang tua, maupun siapa saja yang terlibat, akan menanamkan program yang sama.
“Ya saya ngga enak mas sama mertua. Sudah saya titip anak ke mereka, pakai ngatur-ngatur segala,” begitu kata orang tua ini ketika disarankan soal pola asuh. Disadari atau tidak, justru di sinilah titik kelemahan ketika anak lebih banyak diasuh orang lain. Apalagi statusnya adalah ‘titip’ anak. Namanya titip, sudah syukur ada yang mau dititipi. Masa iya mau mengatur soal pola asuh juga. Akibatnya, orang tua cenderung pasrah kepada kakek dan nenek yang mengasuhnya.
Sahabat, saya punya satu fakta yang bisa dijadikan pelajaran. Belum lama ini saya melakukan terapi terhadap salah satu klien dewasa. Bahkan usianya lebih dewasa ketimbang saya sendiri. Ternyata, klien ini memiliki dendam yang begitu mendalam dengan mamanya sendiri. Bahkan ketika klien sudah berkeluarga dan sudah punya anak, nyatanya dia masih berkutat dengan trauma dan luka batin dengan mamanya sendiri.
Dalam proses terapi dan ketika berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar, terungkap bahwa klien ini pernah dititipkan kepada neneknya, sejak usia 2 tahun, hingga dia berusia dewasa. Akibatnya, klien ini merasa tidak dibutuhkan oleh mamanya. Klien ini mengatakan, dirinya tidak berharga, dan mamanya lebih memilih harta ketimbang dirinya sendiri. Luka batin yang dirasakan klien ini sangat mendalam dan cukup traumatik. Perlu waktu cukup lama saya melakukan terapi untuk klien yang satu ini. Hampir 4 jam proses terapi dilakukan. Ini belum termasuk konsultasi dan juga diskusi sebelum dan sesudah terapi.
Dari contoh kasus tersebut, bukan tidak mungkin anak yang lebih banyak dititipkan kepada kakek atau neneknya, atau bahkan kepada pengasuh, akan mengalami trauma di masa mendatang. Ada baiknya, ditimbang-timbang lebih dalam. Apakah memilih berhenti bekerja untuk fokus mendidik anak, atau tetap bekerja, namun dengan konsekuensi harus siap tenaga ekstra untuk mendidiknya.
Sebab yang terjadi adalah, anak hanya mendapatkan sisa-sisa energi dari orang tuanya. Orang tua sudah capek duluan di tempat kerja. Ketika anak ingin mengajak bermain, orang tua sudah dan tidak punya waktu. Yang lebih parah, ketika anak mengajak bermain, orang tua malah marah. “Bapak/Mama ini capek, sudah kalian sebaiknya tidur!” Bisa dibayangkan betapa batin anak terluka. Mungkin saja dia sudah menunggu cukup lama untuk bermain dengan kedua orang tuanya. Eh begitu orang tuanya datang, bukan kebahagiaan yang dia dapatkan, melainkan trauma.
Begitu pula untuk sahabat yang sudah punya cucu, tentu tidak bisa dipungkiri, perasaan sayang dan cinta terhadap cucu ini sangat besar. Bahkan tak sedikit kakek dan nenek seolah ingin menguasai sang cucu, dan tidak rela hidup jauh dari sang cucu. Hal ini tentu sangat baik, karena perasaan itu adalah wajar. Namun ada baiknya, berikan keleluasaan dan kesempatan pada anak anda, untuk mendidik dan merawat sang cucu sesuai dengan kebutuhan. Sebab tumbuh kembang anak akan lebih baik dilakukan lebih banyak oleh orang tuanya sendiri. Nah, tugas kakek dan nenek adalah memberikan dukungan maksimal, tanpa perlu merasa kehilangan jika harus berpisah dengan cucu untuk sementara waktu. Bagaimana menurut Anda? (*)
Simak artikel menarik lainnya di www.endrosefendi.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H