Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terima, Laundry Anak Nakal

23 Januari 2016   00:18 Diperbarui: 23 Januari 2016   09:46 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahabat, saya punya satu fakta yang bisa dijadikan pelajaran. Belum lama ini saya melakukan terapi terhadap salah satu klien dewasa. Bahkan usianya lebih dewasa ketimbang saya sendiri. Ternyata, klien ini memiliki dendam yang begitu mendalam dengan mamanya sendiri. Bahkan ketika klien sudah berkeluarga dan sudah punya anak, nyatanya dia masih berkutat dengan trauma dan luka batin dengan mamanya sendiri.

Dalam proses terapi dan ketika berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar, terungkap bahwa klien ini pernah dititipkan kepada neneknya, sejak usia 2 tahun, hingga dia berusia dewasa. Akibatnya, klien ini merasa tidak dibutuhkan oleh mamanya. Klien ini mengatakan, dirinya tidak berharga, dan mamanya lebih memilih harta ketimbang dirinya sendiri. Luka batin yang dirasakan klien ini sangat mendalam dan cukup traumatik. Perlu waktu cukup lama saya melakukan terapi untuk klien yang satu ini. Hampir 4 jam proses terapi dilakukan. Ini belum termasuk konsultasi dan juga diskusi sebelum dan sesudah terapi.

Dari contoh kasus tersebut, bukan tidak mungkin anak yang lebih banyak dititipkan kepada kakek atau neneknya, atau bahkan kepada pengasuh, akan mengalami trauma di masa mendatang. Ada baiknya, ditimbang-timbang lebih dalam. Apakah memilih berhenti bekerja untuk fokus mendidik anak, atau tetap bekerja, namun dengan konsekuensi harus siap tenaga ekstra untuk mendidiknya.

Sebab yang terjadi adalah, anak hanya mendapatkan sisa-sisa energi dari orang tuanya. Orang tua sudah capek duluan di tempat kerja. Ketika anak ingin mengajak bermain, orang tua sudah dan tidak punya waktu. Yang lebih parah, ketika anak mengajak bermain, orang tua malah marah. “Bapak/Mama ini capek, sudah kalian sebaiknya tidur!” Bisa dibayangkan betapa batin anak terluka. Mungkin saja dia sudah menunggu cukup lama untuk bermain dengan kedua orang tuanya. Eh begitu orang tuanya datang, bukan kebahagiaan yang dia dapatkan, melainkan trauma. 

Begitu pula untuk sahabat yang sudah punya cucu, tentu tidak bisa dipungkiri, perasaan sayang dan cinta terhadap cucu ini sangat besar. Bahkan tak sedikit kakek dan nenek seolah ingin menguasai sang cucu, dan tidak rela hidup jauh dari sang cucu. Hal ini tentu sangat baik, karena perasaan itu adalah wajar. Namun ada baiknya, berikan keleluasaan dan kesempatan pada anak anda, untuk mendidik dan merawat sang cucu sesuai dengan kebutuhan. Sebab tumbuh kembang anak akan lebih baik dilakukan lebih banyak oleh orang tuanya sendiri. Nah, tugas kakek dan nenek adalah memberikan dukungan maksimal, tanpa perlu merasa kehilangan jika harus berpisah dengan cucu untuk sementara waktu. Bagaimana menurut Anda? (*)

Simak artikel menarik lainnya di www.endrosefendi.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun