Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gafatar dan Pikiran Bawah Sadar

21 Januari 2016   23:04 Diperbarui: 21 Januari 2016   23:35 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belakangan ini, muncul fenomena orang hilang. Uniknya, mereka yang hilang ini tak bisa dikatakan orang biasa-biasa saja. Bahkan seorang dokter yang dianggap memiliki pemikiran lebih tinggi, nyatanya juga ikut ‘hilang’ dan terseret untuk bergabung dengan organisasi yang meresahkan, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). 

Organisasi diduga jelmaan Al Qiyadah Al Islamiyah bentukan Ahmad Musadeq yang pernah menjalani hukuman karena menyebarkan aliran sesat ini, ternyata tumbuh dengan subur di beberapa wilayah di Kalimantan. Lahan yang luas dan sulitnya akses, membuat pulau ini dianggap tempat yang aman untuk terus memperbesar organisasi ini.

Lantas, apa yang menjadi penyebab seseorang mudah tergiur dan masuk dalam sebuah perkumpulan, walau kemudian dianggap menyebarkan ajaran yang menyimpang?

Dalam dunia teknologi pikiran yang sedang saya geluti saat ini, ada lima cara untuk bisa menembus pikiran bawah sadar seseorang. Pertama, pesan yang disampaikan oleh seseorang dengan figur otoritas yang tinggi. Kedua, ide dengan muatan emosi yang tinggi. Ketiga, repetisi ide. Keempat adalah identifikasi kelompok, dan terakhir kelima adalah dengan relaksasi pikiran.

Baiklah, kita coba bahas satu demi satu lima cara untuk menembus pikiran bawah sadar tersebut.

Pertama, pesan yang disampaikan seseorang dengan figur otoritas tinggi. Dari sisi ini, bisa terlihat bahwa organisasi ini mencoba merangkul beberapa tokoh yang berpengaruh, sehingga mempermudah dalam proses rekrutmen anggota. Tak tanggung-tanggung, seorang Bibit Samad Rianto yang pernah menjadi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), didapuk menjadi

Ketua Dewan Pembina Gafatar. Meski kemudian mengundurkan diri, namun hal ini dianggap sebagai salah satu simbol bahwa organisasi ini resmi dan terpercaya.

Dengan adanya figur dengan otoritas tinggi, maka pikiran bawah sadar seseorang, yang cerdas sekali pun, akan mudah ditembus dan dengan mudah menerima organisasi ini.

Di Indonesia tentu banyak sekali figur dengan otoritas tinggi. Dalam contoh kasus ini, saya menitik-beratkan pada para ulama atau pemuka agama. Sudahkah para pemuka agama benar-benar merangkul dan mengayomi umatnya?

Jika seorang Ahmad Musadeq dengan mudah mendapatkan pengikut, lantas kenapa para pemuka agama tidak bisa melakukan hal yang sama? Salah satu yang perlu menjadi perhatian adalah, tak sedikit pemuka agama yang menjelma menjadi pesohor atau artis, sehingga semakin jauh dengan umatnya.

Mereka yang sering muncul dan tampil di televisi, sejatinya adalah figur dengan otoritas yang tinggi. Namun, mereka semakin jauh dengan umat. Untuk bisa mendatangkan pemuka agama yang seperti ini, perlu biaya tidak sedikit. Semua bahkan sudah ada standar khusus yang harus dipenuhi. Kalau sudah seperti ini, wajar jika umat merasa dijauhi.

Belum lagi perilaku yang kemudian menjelma seperti artis, hingga kejadian lain seperti menelantarkan istri muda, membuat figur otoritasnya menjadi menurun.

Tentu apa yang saya sampaikan ini tidak semuanya. Ini jelas hanya oknum. Sayangnya, oknum seperti ini yang berpengaruh kepada umat secara umum. Inilah yang kemudian harus menjadi perhatian. Sudah sepatutnya para tokoh agama, pengayom masyarakat, kembali turun gunung membimbing umatnya agar bisa lebih baik dan merasa diperhatikan. 

Cara kedua, ide dengan muatan emosi yang tinggi. Saat seseorang sedih atau galau, saat itulah pikiran bawah sadar sedang terbuka lebar, tanpa ada benteng pertahanan. Umumnya, mereka yang tergabung dengan organisasi ini, diawali dengan memiliki masalah pribadi. Entah dengan keluarganya, atau dengan pekerjaan hingga dengan masa depannya.

Seseorang yang sedang dirundung masalah seperti ini, emosinya tentu sedang sangat tinggi. Dalam kondisi seperti ini, jika seseorang datang memberikan ketenangan dan harapan, maka dengan mudah ide atau gagasan yang disampaikan, mudah diterima dan masuk ke dalam pikiran bawah sadar.     

Contoh lain ketika seseorang sedang menganggur dan tidak punya pekerjaan. Tentu dengan mudah akan manut jika ditawari kelompok ini untuk mengolah lahan sembari diajarkan teknik bertani untuk meningkatkan penghasilan. Meski kemudian dalam praktiknya disisipi ajaran yang dianggap menyimpang, namun nyatanya urusan ‘perut’ sudah berhasil diatasi dengan mudah. Pikiran bawah sadar tidak akan menolak informasi apa pun yang diterima, karena pintu gerbangnya memang sedang terbuka lebar.

Inilah yang menjadi penyebab, kenapa seseorang bahkan bisa mengambil keputusan bunuh diri ketika sedang ada masalah. Begitu ada bisikan dari dalam hati untuk mengakhiri hidupnya, maka dengan mudah pikiran bawah sadar mengikuti bisikan itu dan terjadilah bunuh diri.

Hal ini tentu menjadi bahan instrospeksi bagi semua pihak. Sudahkah organisasi masyarakat, organisasi sosial, hingga organisasi keagamaan yang resmi, legal dan jelas badan hukumnya, mampu menyentuh semua lapisan masyarakat. Sehingga, tidak ada celah bagi organisasi seperti Gafatar untuk memperdaya anggota baru. Tak terkecuali pemerintah, sudah sepatutnya mempersiapkan semua kebutuhan masyarakat, terutama lapangan pekerjaan, sehingga tidak ada lagi warganya yang galau hanya karena tidak ada pekerjaan.

Ini juga membuktikan, bahwa urusan agama sebaiknya tidak hanya berkutat pada masalah pahala dan dosa, atau surga dan neraka. Sebab, tak sedikit pemuka agama terjebak dalam empat hal ini. Sehingga umat yang awalnya ingin memperbaiki pribadinya, bahkan takut menghadiri majelis keagamaan, karena sudah ditakut-takuti dengan dosa dan neraka.

Bukankah Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang? Bukankah urusan surga dan neraka adalah hak Tuhan untuk memutuskannya?

Banyak sekali nilai dan ajaran agama yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, bisa menjadi bahan kajian. Tidak hanya melulu soal surga dan neraka. Umat masih memerlukan semangat dan motivasi, bukan rasa takut dan cemas, yang membuat mereka kemudian mudah terjerumus dengan aliran sesat.

Selanjutnya, jalur ketiga adalah repetisi ide, atau gagasan yang disampaikan terus-menerus dan berulang-ulang. Inilah yang menjadi alasan, kenapa kelompok ini perlu membuat jemaah tersendiri dan berkumpul di suatu tempat. Ini dilakukan agar ide dan gagasan dengan mudah bisa disampaikan terus-menerus. Kelompok ini tidak akan membiarkan anggotanya berbaur dengan orang luar. Kenapa? Jika berbaur dengan orang luar, maka gagasan yang sedang disampaikan bisa dipatahkan dengan mudah oleh orang lain.

Pemimpin kelompok ini jelas akan lebih mudah menyampaikan semua ajaran dan alirannya dengan mudah, tanpa ada gagasan dari kelompok lain untuk menghalangi proses masuknya informasi ke pikiran bawah sadar. Ini pula yang menjadi alasan kenapa akses ke dunia luar sangat dibatasi bahkan diputus total. Anggota kelompok ini tidak diberikan kesempatan untuk mengakses informasi yang bisa mematahkan argumen yang sudah disampaikan oleh pemimpin kelompok.

Keempat adalah identifikasi kelompok. Dengan mereka berkumpul di suatu tempat atau perkampungan khusus, jelas sangat mempermudah proses masuknya informasi ke pikiran bawah sadar. Apa pun kebiasaan dan aturan yang sudah menjadi ketentuan kelompok ini, dengan mudah akan diikuti pikiran bawah sadar.

Sebagai contoh, ketika seseorang mendapat undangan untuk menghadiri acara reuni alumni sekolah. Kemudian bagi peserta yang hadir diwajibkan mengenakan baju berwarna pink alias merah muda. Maka, meski ada yang tidak suka dengan warna pink, namun tetap akan berusaha memakainya. Kenapa? Ya supaya dia bisa diterima oleh kelompoknya.

Inilah penjelasan, kenapa Gafatar terus menjelma menjadi kelompok yang saling menguatkan satu sama lain, karena anggota kelompoknya tidak akan berbuat di luar aturan yang sudah ditetapkan.

Terakhir, yang kelima adalah relaksasi pikiran. Sebagai hipnoterapis, cara kelima inilah yang umumnya saya gunakan untuk membantu klien mengatasi masalah dengan teknik khusus. Dengan metode yang tepat dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, seseorang dengan mudah dibimbing untuk mengatasi masalahnya dengan lancar.

Nah ternyata, cara kelima ini juga digunakan Gafatar untuk memudahkan orang lain bergabung menjadi anggota. Tentu dengan cara dan teknik berbeda, yakni dengan mengajak anggotanya merenung dan bertapa atau bersemedi. Ketika pikiran sadar sudah menurun aktivitasnya, berganti dengan pikiran bawah sadar yang lebih aktif, maka saat itu pula sugesti dimasukkan dengan mudah.

Berbeda dengan teknik hipnoterapi yang bisa membantu mengatasi masalah dengan mudah dan efektif, maka cara yang mereka lakukan tidak cukup hanya sekali. Mereka melakukannya berkali-kali untuk bisa menembus pikiran bawah sadar anggotanya.

Ibarat pisau, lima cara masuk ke pikiran bawah sadar itu bisa digunakan untuk tujuan positif atau negatif. Seperti pisau, bisa untuk membunuh, atau untuk mengupas bawang. Bagi saya, lima cara inilah yang saya gunakan untuk mengatasi masalah orang lain. Tujuannya tentu untuk kebaikan dan hal positif. Sayangnya, oleh orang lain, pemahaman ini digunakan untuk maksud yang salah, untuk menyebarkan aliran sesat.

Karena itu, mari mawas diri dan waspada. Jangan biarkan umat terlena dan tergelincir di jalur yang sesat. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi? (www.endrosefendi.com)

*) Wartawan sekaligus praktisi hipnoterapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun