Benar saja, malam itu tribun utama sudah dipadati penonton sejak pukul 18.00 padahal acara baru dimulai pukul 19.30.
[caption id="attachment_300916" align="aligncenter" width="246" caption="Kepala singa diatas kepala Banteng, cukup untuk perlambang bahwa kesenian Bantengan ini berasal dari Bhumi Arema, Malang Raya."]
Acara dimulai dengan demonstrasi pencak silat di atsa panggung seluas kurang lebih 10M yang di iringi musik tradisional  yang didominasi kendang, angklung dan jidor.
[caption id="attachment_300987" align="aligncenter" width="430" caption="Pendekar perempuan ini sedang beraksi di atas panggung sebagai pembuka acara Bantengan kemarin malam."]
Berlanjut dengan Parade cemeti kolosal anak-anak (lebih dari 500 anak) yang rata-rata masih SD ini sedikit mengundang senyum, karena susah untuk diajak koordinasi, yahhh..., namanya juga masih anak-anak.
[caption id="attachment_300989" align="aligncenter" width="430" caption="Anak-anak yang rata-rata masih duduk di bangku sekolah dasar, berjajar rapi mengelilingi stadion sebelum melakukan aksi cemeti kolosal."]
Berlanjut, dengan Bantengan kolosal, yang juga dimainkan oleh anak-anak kecil yang berjumlah sekitar 328 bantengan,menyusul parade cemeti kolosal dewasa, dan yang paling ditunggu adalah Bantengan kolosal yang melibatkan lebih dari 1.698 Bantengan di seluruh Kota Batu dan Malang Raya.
[caption id="attachment_300991" align="aligncenter" width="430" caption="Seluruh Bantengan di "]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H