Pada tulisan kali ini, saya akan membahas tentang sebuah buku fiksi yang cukup familiar di tengah-tengah para penikmat novel. Adapun novelis yang saya gemari bukunya, di antaranya Kang Abik, Ma'mun Affany, Ahmad Fuadi, Andrea Hirata, Asma Nadia, dan masih ada beberapa lagi yang tak juga tak kalah hebat dengan para novelis tadi.Â
Namun, pada kali ini, buku yang akan saya bahas adalah buku dari novelis asal negeri Melayu yang namanya pun tak asing di telinga kita. Karya-karyanya cukup banyak beredar di tengah-tengah kita.Â
Bahkan, salah satu bukunya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Inggris, Mandarin, dan beberapa asing lainnya. Novelis tersebut adalah Andrea Hirata.
      Sepertinya yang saya ulas tadi, novel "Laskar Pelangi: menjadi daya tarik bagi para penikmat novel. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri. Bahkan, filmnya pun juga sudah diterbitkan ke dalam bahasa asing.Â
Nah, tentunya ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita, karena ada salah satu anak negeri yang karyanya sudah diakui oleh dunia luar. Bahkan, ada salah satu pembaca dari luar negeri sana yang baru tahu, bahwa di bumi ini ada negeri Indonesia.Â
Negeri yang terkenal akan pesona alamnya. Kebanyangan nggak tuh, kalau nggak ada bukunya, sepertinya ia nggak tahu, di mana Indonesia. Hehe..
Eits, tapi kali ini saya nggak akan membahas buku itu. Tapi buku lainnya yang menurut saya, biasa aja. Kok gitu? Ya..kalau dilihat dari judulnya sih, begitu. Karena yang membuat buku itu menarik, kan judulnya.Â
Tapi nggak tahu sih isinya. Tapi setelah saya baca tuntas, ternyata pandangan saya berubah 360 derajat. Yah, inilah kehebatan penulis. Semua prediksi kita sirna.Â
Karena ending dari buku tersebut, berbeda dari apa yang kita kira. Lalu, kira-kira gimana isi dari novel itu? Yuk, kita ulas di tulisan selanjutnya.
Buku "Ordinary People" atau yang dikenal dengan Orang-Orang Biasa adalah buku karya Andrea Hirata yang diterbitkan pada tahun 2019 yang diterbitkan oleh PT Bentang Pustaka.Â
Salah satu penerbit yang terletak di kota Yogyakarta. Kota yang menjadi primadona bagi para perantau penikmat seni dan ilmu. Nah, bila kalian ingin belajar bercerita dengan gaya Melayu, maka buku-buku Andrea Hirata bisa jadi referensinya seperti halnya buku ini.
Selain kental dengan nuansa Melayu, kelebihan dari penulis ini adalah banyaknya tokoh dalam serial ceritanya. Seperti halnya di "Laskar Pelangi" yang sempat booming, di sana banyak sekali tokoh-tokoh yang bermain di dalamnya.Â
Walaupun Lintang dan Ikal yang menjadi tokoh penting dalam serial itu. Namun, peran pemain lainnya tidak boleh dilupakan. Inilah salah satu kejeniusan dari beliau, yang bisa memainkan banyak tokoh dalam ceritanya.
Dalam buku "Orang-Orang Biasa" pun ada banyak tokoh, sebut saja ada Salud, Junilah, Sobri, Tohirin, Rusip, Nihe, Handai, Honorun, Dinah, dan Debut. Semua karakter ini orang-orang biasa.Â
Bahkan, di bawah biasa. Sebut saja Sobri dan Honorun, kedua tokoh ini digambarkan sebagai tokoh yang lambat berfikir dan merupakan anak-anak yang pesimistis yang tak punya cita-cita.Â
Sobri pun diceritakan sudah tiga kali tidak naik kelas dan dia pendiam. Dia diam bukan lantaran dia pendiam. Namun, kalau dia ngomong, nadanya sangat keras dan tak mengenakan telinga. Nah, kebanyakan gimana nggak tuh, karakter Sobri.
Ada juga Rusip dengan karakter sebagai anak yang bodoh dan jorok. Ada Dinah, yang mengalami psikosomatis. Suatu gejala fisik akibat tekanan batin yang hebat. Setiap pelajaran Matematika, dia selalu sakit perut.Â
Bahkan, sebelum gurunya masuk, dia selalu komat-kamit seperti orang baca doa tolak bala. Ada Nihe dan Junilah yang sukanya dandan, walaupun itu saat jam pelajaran. Untuk karakter lainnya, bisa dibaca bukunya yah.
Suatu  ketika, mereka berencana untuk mencuri suatu bank untuk misi tertentu. Kebanyangan tuh, orang-orang kayak mereka mau merampok. Bahkan, mereka sampai rapat puluhan kali untuk misi ini. Yang hasil rapatnya pun nggak ada.Â
Ketika kita baca di part ini, mungkin akan timbul di benak kita, "Paling nggak berhasil." Itu yang saya pikirkan. Namun, ternyata semua berbeda, ketika mereka sudah melakukan aksi di bank yang mereka tuju. Kok bisa? Silakan dibaca aja yah.
Tim mereka terbagi menjadi dua. Tim pertama, bertugas untuk merampok bank. Dan tim kedua bertugas menggarang toko emas. Keduanya pun berhasil dengan cara merampok yang unik.Â
Kenapa begitu? Walau mereka berhasil mencuri uang di bank, tapi mereka tak mengambil uang tersebut. Aduhh, nggak kebayang deh, cara berfikir mereka.Â
Begitu pula pencurian di toko mas. Walau mereka berhasil menggarangnya, tapi uang yang diperoleh, bukan untuk mereka. Lalu untuk siapa? Ups, baca bukunya ya!
Nah, pesan moral yang bisa kita ambil dari buku ini adalah mensyukuri apa yang ada. Menusia tercipta sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. Yang kurang adalah manusia itu kurang mensyukuri akan segala hal yang ia terima.Â
Dalam buku ini, kita akan bisa menyadari bahwa mereka, Sobri dkk hanyalah orang-orang biasa. Namun, mereka menjalani hidup dengan cara mereka tanpa mengkufuri apa yang telah mereka miliki.Â
Dan jangan pernah membandingkan apa yang kita miliki dengan yang orang lain miliki. Karena semuanya sudah sesuai dengan kadar kebutuhan yang kita hadapi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H