Mohon tunggu...
Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Endrapta Ibrahim Pramudhiaz Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemula

Mempunyai keinginan untuk membangkitkan kembali semangat menulis yang pernah ada.

Selanjutnya

Tutup

Film

Record of Youth: Drakor untuk Bahan Renungan Orang Tua

26 Januari 2021   17:59 Diperbarui: 26 Januari 2021   18:16 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hae-Hyo dan Hae-Na sedang makan bersama ibu mereka.

Orang tua memiliki peran penting dalam pertumbuhan anaknya. Pertumbuhan sang anak tentunya tidak lepas dari pola mengasuh masing-masing orang tua. Salah satu pola asuh yang ada adalah otoriter.

Diana Baumrind, seorang psikolog yang terkenal berkat risetnya pada pola asuh, mengatakan bahwa orang tua yang memiliki pola asuh otoriter memiliki keinginan untuk membentuk. mengontrol dan mengevaluasi perilaku dan sikap sesuai dengan standar perilaku yang dimiliki. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini juga memposisikan diri sebagai orang yang memahami kebutuhan anaknya. Mereka merasa layak untuk memaksakan peraturan tertentu pada anak.

Pola mengasuh seperti itu bisa ditemukan dalam drama Korea berjudul Record of Youth. Drama yang tayang dari September hingga Oktober 2020 ini menghadirkan Park Bo-Gum dan salah satu pemeran film Parasite, Park So-Dam sebagai pemeran utama. Selain mereka berdua, ada Byeon Woo-Seok sebagai karakter pendukung mereka berdua. 

Record of Youth menceritakan Sa Hye-Jun (Park Bo-Gum) seorang model yang ingin mencoba peruntungan di dunia akting. Teman dekatnya, Won Hae-Hyo (Byeon Woo-Seok) sudah terlebih dahulu menjadi aktor ternama. Berangkat dari situ, mereka menjalani kehidupan sebagai aktor dan bertemu dengan seorang penata rias, An Jeong-Ha (Park So-Dam).

Hae-Hyo memiliki orang tua yang selalu ingin memegang kendali atas ia dan adik perempuannya, Won Hae-Na (Jo Yoo-Jung). Ibunya kerap ikut campur ke karir Hae-Hyo hingga tidak segan-segan untuk mengintervensi urusan pribadi Hae-Na seperti hubungan asmara.

Pola asuh otoriter dalam Record of Youth dapat dijumpai saat adegan percakapan antara Hae-Na dan sang ibu. Ibu Hae-Na secara terang-terangan menyatakan bahwa ia adalah orang yang "memiliki" Hae-Na. Satu-satunya kebebasan yang bisa Hae-Na miliki hanyalah tubuhnya.

Kemudian, Hae-Na mengatakan bahwa ia memiliki pacar, namun ditolak oleh ibunya dan ia langsung menyatakan bahwa ia mengizinkan Hae-Na memiliki pacar, namun ke depannya akan ada hukuman yang menanti. Pemberian hukuman terhadap anak menunjukkan ciri-ciri orang tua otoriter, yaitu memberi anak dengan hukuman apabila ada aturan yang tidak dilakukan.

Sejak Hae-Na memberitahu ibunya mengenai hubungannya, ia selalu mencoba menghindari ibunya. Suatu ketika ia dipergoki ibunya saat sedang mengendap-endap untuk pergi. Ibunya kemudian mengatakan bahwa ia tidak masalah kalau Hae-Na berpacaran dengan orang yang tidak direstui ibunya, namun ibunya menegaskan bahwa Hae-Na tidak boleh sampai menikah bahkan hingga hamil. 

Hukuman yang diberikan kepada Hae-Na merupakan hukuman yang cukup memberatkan dia. Pertama, ibunya menyita mobil milik Hae-Na dan disusul oleh penyitaan kartu kreditnya. Penyitaan kartu kredit Hae-Na terjadi setelah ia membawa pacarnya ke rumahnya. Ibunya tidak menyukai hal tersebut dan mengatakan pada Hae-Na bahwa ia tidak akan pernah menang dari ibunya.

Pada kasus yang lain, Hae-Hyo kecewa pada ibunya karena ibunya membelikan Hae-Ho followers palsu untuk akun media sosialnya tanpa sepengetahuan Hae-Ho. Hae-Ho merasa malu dan ia merasa harga dirinya telah direndahkan oleh ibunya sendiri. 

Menjelang akhir drama, Hae-Na akhirnya mengalah terhadap keputusannya untuk berpacaran. Ia memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan pacarnya dan ingin mencoba untuk membangun kembali hubungannya dengan ibunya. Hae-Ho juga mulai menyadari bahwa yang selama ini dilakukan oleh ibunya tidak begitu buruk, dan ia berterima kasih karena didikan ibunya membuat persahabatan Hae-Ho dan Hye-Jun tidak berakhir. 

Apabila mendengar kata otoriter, tentunya akan identik dengan sesuatu yang tidak mengenakkan. Apalagi kalau pola asuh otoriter. Menurut Prof. Dr. Moh. Shochib dalam Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, anak yang diasuh dengan pola otoriter dapat menjadi pendorong untuk mereka berperilaku agresif.

Namun, seperti kasus Hae-Ho dan Hae-Na, pola asuh otoriter tidak selalu berakibat buruk. Pola asuh otoriter dapat menjadi pola asuh yang bermanfaat bagi kematangan emosi anak apabila pola asuh tersebut diterapkan oleh ibu dan sebaliknya jika diterapkan oleh ayah apabila diterapkan secara bersama-sama.

Orang tua perlu memikirkan bentuk pola asuh yang akan mereka terapkan pada anak. Apapun bentuk yang dipilih, tentunya memiliki keuntungan dan kerugiannya. Maka dari itu, perlu dipelajari lagi agar menemukan pola asuh yang cocok. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun