Mohon tunggu...
Endra YanS
Endra YanS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya seorang mahasiswa prodi pendidikan sejarah, dan saya hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Selat Malaka sebagai Jalur Proses Masuknya Islam ke Nusantara

24 Desember 2023   22:08 Diperbarui: 24 Desember 2023   23:17 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selat Malaka merupakan selat yang membentang sejauh 805 kilometer (520 mil) di antara perairan Semenanjung Malaysia (Malaysia Barat) dan Pulau Sumatera, Indonesia. Selat Malaka memainkan peran penting dalam jalur penyebaran Islam ke Nusantara. Selat Malaka merupakan jalur perdagangan yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, sehingga memungkinkan penyebaran Islam ke wilayah Nusantara. Dalam sejarahnya, Selat Malaka sebagai jalur perdagangan yang di pergunakan oleh lalu lintas pelayaran internasional telah dimulai sejak awal abad masehi. Bukti-bukti arkeologis malah memperkirakan bahwa hubungan perdagangan antara kawasan Pantai Timur Pulau Sumatera itu telah ada sejak masa-masa jauh sebelumnya. (Suyani 2013). Selat Malaka menjadi gerbang utama penyebaran Islam ke Asia Tenggara, dan pedagang di Selat Malaka memiliki peran besar dalam proses Islamisasi di Nusantara, terutama di daerah Sumatra. Selat Malaka ini diberi nama setelah Kerajaan Malaka menguasai kepulauan ini antara tahun 1414 hingga 1511, (Nasir 2013).

Kaitan antara Selat Malaka dengan penyebaran Islam dapat diidentifikasi bahwa, Selat Malaka merupakan jalur maritim yang sangat strategis di Kawasan Asia Tenggara. Selat Malaka menjadi jalur perdagangan utama yang menghubungkan berbagai wilayah. Pedagang Muslim dari berbagai tempat menggunakan Selat Malaka untuk berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam. Dalam sejarah kemaritiman, Selat Malaka merupakan jalur pelayaran dan perdagangan yang sangat penting. Selat ini menjadi jalan lintas bagi para pedagang yang melintasi bandar-bandar penting di sekitar Samudera India dan Teluk Persia. Oleh karena itu, Selat Malaka menjadi pintu gerbang ke jalan perdagangan Barat dan Selatan Cina sebagai jalur perdagangan Timur menuju Cina (Hasan, 1976:7).

Selat Malaka telah lama menjadi jalur perdagangan internasional yang dimulai sejak awal abad Masehi. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa hubungan perdagangan antara kawasan pantai Timur pulau Sumatera telah ada sejak masa-masa jauh sebelumnya. Sebelum periode Islam, Nusantara sudah dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil rempah-rempah terbesar di dunia, seperti cengkeh, pala, kapulaga, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, rempah-rempah, penyu, perak, dan emas. Barang-barang ini dibeli atau ditukar oleh pedagang asing dengan porselen, kain katun, dan kain sutera (Marwati dan Nugroho, 1984:61). Selat Malaka menjadi pusat perdagangan dunia yang penting. Selat ini memiliki peran strategis sebagai penghubung para pedagang seperti India, Timur Tengah, Cina, dan bahkan Eropa, yang ingin tahu dan mencari rempah-rempah ke Nusantara, (Rahayu et al. 2023).

Kapal-kapal yang melintasi Teluk Bengal menuju Timur pada musim panas biasanya tidak mencapai China sebelum berhembus angin timur laut yang berlawanan (Hamid. 2013:93). Oleh karena itu, menurut Dunn (dalam Hamid. 2013:93), mereka melewati musim dingin di pelabuhan-pelabuhan yang ada di sepanjang Selat Malaka sebelum melanjutkan pelayaran mengitari tanah semenanjung dan melintasi Laut Cina Selatan pada bulan April dan Mei. Banyaknya kapal-kapal yang singgah di kawasan Selat Malaka tersebut menyebabkan terjadinya transaksi antara para pedagang yang ada di kawasan Selat Malaka. Perdagangan di Malaka banyak dilakukan pada bulan Desember sampai Maret, ketika tiba kapal-kapal dari Asia Barat dan Timur Jauh (Hamid. 2013:93).

Sistem perdagangan ini memiliki jalur dan cakupan wilayah yang cukup luas, dan ini merupakan jaringan perdagangan terbesar pada zamannya. Sistem perdagangan tersebut terhubung di Malaka dengan jalur-jalur yang membentang ke barat sampai India, Persia, Arab, Suriah, Afrika Timur, dan Laut Tengah; ke utara sampai Siam dan Pegu; ke timur sampai China dan mungkin Jepang. Rempah-rempah merupakan komoditas yang sangat penting pada masa itu (Hamid. 2013:97).

Bagi Nusantara, Selat Malaka memainkan peran sentral dan strategis dalam pelayaran dan perdagangan sejak pertama kali digunakan sebagai jalur perdagangan maritim pada abad ke-1 M. Selat Malaka menjadi pintu keluar dan masuk bagi para pedagang untuk melakukan berbagai kegiatan perekonomian. Selat ini dianggap sebagai salah satu jalur terpenting karena melalui selat ini, hasil bumi seperti rempah-rempah dari Nusantara dapat dibawa keluar ke negara seperti Cina, Arab dan India. (Hamid, 2013 dalam Inawati, 2020:1).

Selain berperan dalam perdagangan, Selat ini juga memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di wilayah Nusantara. Penyebaran Islam di Nusantara melalui Selat Malaka terjadi sekitar abad ke-7 M. Pada saat itu, terdapat banyak pedagang Muslim dari Arab yang berada di Selat Malaka. Melalui hubungan perdagangan ini, agama dan kebudayaan Islam dapat masuk ke wilayah Nusantara. Masyarakat Muslim mulai mendirikan perkampungan Islam di beberapa wilayah di Nusantara, seperti di Barus (Sumatera Utara), Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang (Zami, 2018).

Islam masuk ke Nusantara dengan langkah yang damai, sesuai dengan misi Islam sebagai agama rahmatan li al- alamin. Islam diterima di masyarakat karena ajarannya yang mudah dimengerti, yaitu tentang aqidah, syariah, dan akhlak (Syafrizal, 2015). Menurut Graff (1989 dalam Herniti, 2017: 82), penyebaran agama Islam di Nusantara dilakukan melalui tiga metode, yaitu perdagangan, pendakwah suci, dan politik. Penyebaran Islam melalui perdagangan dilakukan oleh pedagang Muslim dalam jalur perdagangan yang damai. Penyebaran Islam juga dilakukan melalui pendakwah dan para wali yang berasal dari India atau Arab yang sengaja datang ke Nusantara dengan tujuan mengislamkan penduduk setempat. Selain itu, Islam juga disebarkan melalui politik, dengan menggunakan kekuasaan atau perang terhadap wilayah-wilayah yang masih mempercayai berhala. Namun, dapat disimpulkan bahwa penyebaran Islam di Nusantara dominan melalui jalur perdagangan.

Selat Malaka memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Nusantara sebagai jalur perdagangan utama dan panggung utama bagi penyebaran dan penerimaan agama Islam. Hal ini konsisten dengan beberapa hipotesis masuknya Islam ke Nusantara, termasuk hipotesis Arab, Cina, dan India (Gujarat). Dalam hipotesis Arab (Mekkah), para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka tiba dan mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7 dan ke-8 M.

Berdasarkan berita Cina, disebutkan bahwa ada keberadaan seorang pedagang Arab yang menjadi pemimpin sebuah pemukiman Muslim Arab di pantai Sumatera, adanya perkawinan antara Arab dengan pribumi, serta adanya komunitas Muslim di sana. Hipotesis ini didukung oleh ulama Indonesia, Hamka, yang menyebutkan bahwa Islam telah ada di Indonesia sejak lama, yaitu pada abad ke-7 Masehi. Dalam hipotesis Cina, diduga bahwa orang Tionghoa juga memiliki peran dalam kedatangan Islam di Nusantara. Hipotesis ini didukung oleh penemuan komunitas Islam yang besar di wilayah Guangdong, Cina pada abad ke-9 M. Oleh karena itu, dipandang tidak mustahil bagi Islam untuk masuk ke Nusantara, karena pengaruh Islam Cina yang kuat dalam pelayaran menuju Nusantara. (Barir, 1999 dalam Jusu et al., 2023: 80).

Dalam hipotesis India (Gujarat), diasumsikan bahwa Islam datang dan menyebar di Nusantara berasal dari India. Hipotesis ini didukung oleh beberapa tokoh seperti Pijnappel, yang meyakini bahwa para mubaligh dari Arab dari Gujarat yang menyebarkan ajaran Islam lewat perdagangan di Nusantara. Selain itu, pernyataan dari Marcopolo yang pernah singgah di Perlak pada tahun 1289 juga menegaskan bahwa banyak pedagang Islam India dan penduduk Perlak yang masuk Islam. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa Selat Malaka menjadi jalur utama bagi pedagang Arab, Cina, dan India yang membawa ajaran Islam ke Nusantara. Pusat perdagangan di sekitar Selat Malaka tidak hanya membawa barang dagangan, tetapi juga nilai-nilai Islam, dan memainkan peran kunci dalam penyebaran agama Islam.

Selat Malaka memegang peran penting sebagai pusat penyebaran agama Islam di Nusantara. Hal ini terkait dengan adanya Kesultanan-kesultanan maritim di sekitar Selat Malaka, seperti Kesultanan Malaka yang memiliki pengaruh besar dalam penyebaran Islam. Kesultanan Malaka ikut berperan dalam pertumbuhan Islam di Asia Tenggara dan berhasil menguasai wilayah Semenanjung Malaya (Rama, 2022). Dengan posisinya yang strategis di Selat Malaka, Kesultanan ini bukan hanya menjadi pusat perdagangan, tetapi juga menjadi panggung utama dalam penyebaran Islam di seluruh Asia Tenggara. Kapal dagang Muslim berlabuh di pelabuhan Malaka, membawa ajaran Islam yang kemudian menyebar ke berbagai daerah, termasuk Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

Pertumbuhan Islam di Asia Tenggara tidak terlepas dari peran aktif Kesultanan Malaka. Dalam masa kejayaannya, Kesultanan ini berhasil menguasai wilayah Semenanjung Malaya, menciptakan stabilitas politik yang mendukung perkembangan dan penyebaran agama Islam. Keberhasilan Kesultanan Malaka dalam mengintegrasikan perdagangan, pemerintahan, dan agama Islam menjadikannya model bagi pertumbuhan masyarakat Islam di kawasan tersebut. Seiring dengan keberhasilannya dalam menyebarkan Islam, Kesultanan Malaka mencapai puncak kejayaannya dan memberikan kontribusi penting dalam membentuk wajah Islam di Asia Tenggara. Dengan demikian, warisan Kesultanan Malaka tidak hanya terukir dalam sejarah politik dan perdagangan, tetapi juga dalam sejarah agama Islam di kawasan tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Selat Malaka memiliki peran penting sebagai jalur perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam di Nusantara.

Selain sebagai pusat penyebaran Islam, Selat Malaka memiliki peran penting sebagai pusat pertukaran budaya yang berkontribusi dalam proses penyebaran Islam di Nusantara. Selat Malaka, sebagai jalur perdagangan yang menghubungkan antara timur dan barat, tidak hanya merupakan jalur kapal semata, tetapi juga memiliki peran sentral sebagai pusat pertukaran budaya. Selat Malaka menjadi pintu gerbang penting yang menghubungkan pedagang-pedagang dari Cina dan India. Dalam perjalanannya, Selat Malaka memfasilitasi interaksi yang intensif antara berbagai kelompok etnis dan budaya. Sebagai jalur perdagangan utama, Selat Malaka menjadi tempat di mana nilai-nilai, kepercayaan, dan tradisi dari berbagai masyarakat saling bersatu dan bergabung.

Ditulis oleh:Endra Yan. S, Miftahul ukhuwah nada, Haviza Khairah

sumber referensi:

Hamid, Abd Rahman, (2013). Sejarah Maritim Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Hamzah Ahmad, (1997). The Strait of Malacca International Cooperation in Trade Funding and Navigational Safety, Pelanduk Publication, Selangor.

Hasan, M. (1976). Sejarah Maritim Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Herniti, E. (2017). Islam dan Perkembangan Bahasa Melayu. Jurnal Lektur Keagamaan, 15(1)

Islam, Rahmawati, and Asia Tenggara. 2014. “ISLAM DI ASIA TENGGARA Oleh: Rahmawati Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Alauddin Makassar.” Jurnal Rihlah II(1):107.

Lapidus, M. Ira, (2000). A History of Islamic Societies diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Ummat lslam, bagian ketiga. Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mardalis (1999) dalam Hartanto et al. (2020). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Tugas Akhir Mahasiswa Edisi Ke-4.

Nasir, Muhammad. 2013. Lintas Transit Di Selat Malaka.

Niland, Norah, A. Phill Pearce, D. N. Naumann, D. O’Reilly, Policy Brief Series, Robert T. Sataloff, Michael M. Johns, Karen M. Kost, Ryan Joseph Orsini, Tropical Medicine, Jori Pascal Kalkman, Robert T. Sataloff, Michael M. Johns, Karen M. Kost, Maiti, Bidinger, 

Noto Susanto, Nugroho dan Marwati Djoned Poesponegoro. (1984). Sejarah Nasional Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.

Rahayu, Intan Tria, Moly Santya, Meilin Faiza Pramuswari, Rizky Oktariyani, and Maryamah. 2023. “Analisis Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Kawasan Asia Tenggara.” 06(01):8876–85.

Rambe, Yasir Maulana, Pendidikan Sejarah, Universitas Riau Kepulauan, Timur Tengah, and Selat Malaka. 2021. “ACEH DAN PERDAGANGAN DI SELAT MALAKA ACEH AND TRADE IN THE STRAITS OF MALACCA Yasir Maulana Rambe.” 6(2):94–101.

Suyani, Ida. 2013. “Arti Penting Selat Malaka Dan Selat Bangka Bagi Sriwijaya Dalam Memperlancar Perdagangan Antara Cina, India, Dan Arab.” Seminar Pendidikan Nasional 782–814.

Saeri, M. (2013). Karakteristik dan Permasalahan Selat Malaka. Transnasional, 4(2), 806–818

Syafrizal, A. (2015). SEJARAH ISLAM NUSANTARA. Islamuna: Jurnal Studi Islam, 2(2), 235–253

Zami, R. (2019). ORANG MELAYU PASTI ISLAM: ANALISIS PERKEMBANGAN PERADABAN MELAYU. JURNAL ISLAMIKA, 2(1), 66–81.

Syafrizal, A. (2015). SEJARAH ISLAM NUSANTARA. Islamuna: Jurnal Studi Islam, 2(2), 235–253

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun