Misalnya saya menambahkan frasa “Saya ingin bilang bahwa..” dan “…tapi tidak boleh” – sehingga ucapan saya menjadi “Saya ingin bilang bahwa direkturnya goblok, tapi tidak boleh” itupun tidak akan meniadakan implikasi pragmatik dan daya ilokusi dari ucapan saya tersebut karena ada konteks yang menjadi tempat pengucapannya.
Maka keberadaan suatu konteks dari suatu ucapan sangatlah penting dan krusial. Makanya ada istilah empan papan. Dan itu menjelaskan kenapa pasal KUHP di atas menyebutkan kata-kata di muka umum, karena di muka umum atau ruang publik merupakan bagian dari konteks yang membawa implikasi pragmatik dan hukum. Dengan kata lain, ucapan saya tersebut sudah memenuhi poin-poin yang bisa dikenai pasal KUHP tentang penghinaan dan menjadikan saya sebagai tersangka.. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H