Mohon tunggu...
Endi Biaro
Endi Biaro Mohon Tunggu... profesional -

Penikmat Buku

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Itu Mahal (Komitmen Sejarah)

16 Oktober 2014   18:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:47 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya apa? Imperium sebesar apapun, jika tak kokoh bersandar pada ramuan ideologi yang kuat, tanpa komitmen mewariskan nilai-nilai dari generasi ke generasi, sama saja dengan membangun istana pasir.

Ini yang bisa dilihat dari invasi besar tentara Mongol (yang malah kemudian terserap pada budaya Islam, wilayah yang mereka serbu). Atau aksi-aksi penaklukan dari suku Hun, Visigoth, Vandal, Frank, atau Viking, yang terjadi di Eropa. Suku-suku bangsa ini pernah menang, berkibar, tapi hanya hadir sekelebatan waktu saja. Mereka segera terkonversi menjadi generasi yang melebur bersama wilayah taklukan.

Semua itu cermin besar.

Mozaik sejarah yang benar-benar nyata itu sesungguhnya pernah hadir dalam postur mini di Nusantara.

Jatuh bangun peradaban, pergumulan sengit, perebutan pengaruh, konflik antar suku, ras, dan bahkan antar bangsa, secara sempurna pernah bercokol di negeri ini. Menyediakan bukti tentang bahayanya sifat egosentris dan primordialisme sempit, sekaligus bukti tentang efektivitas solidaritas massa. Melahirkan praktek faktual tentang perlunya mimpi besar dan komitmen serius untuk menggerakkan kemajuan, sekaligus pernah pula melahirkan hancurnya komunitas yang tak memiliki agenda filosofis apapun.

Potongan-potongan sejarah nasional juga kaya wacana, tersalur melalui karya sastra, dalam kropak, lontara, wawacan, babad, kronik, bahkan dongeng, mitos, legenda, dan (maaf) primbon. Sebut saja semua itu maintifak (warisan intelektual), yang potensial dirumuskan menjadi ideologi perjuangan untuk mewujudkan kebesaran negeri ini.

Artinya, bangsa ini punya modal historis dan ideologis untuk melesat ---sebagaimana yang juga terjadi di belahan dunia yang lain. Syaratnya, tak ada penyia-nyiaan potensi bersama.

Bila Amerika berjaya karena berhasil menjadi the melting pot (bejana peleburan), Yahudi maju karena menjadi pool of talent (kolam manusia-manusia berbakat), Eropa melesat karena renaisance (ditandai perdamaian antara gereja dan kaum intelektual), maka Indonesia pun punya modal yang sama: bhineka tunggal ika.

Boleh saja ini sebentuk imajinasi mental yang dibangun terlampau politis (via pemaksaan, via politik, dan sosialisasi datar). Akan tetapi benar-benar terbuka untuk diletupkan daya ledaknya. Yahudi bahkan perlu melakukan riset-riset arkeologis serius (untuk membuktikan keberadaan artefak kuno), guna membuktikan klaim-klaim ideologis mereka atah tanah yang dijanjikan (Kanaan).

Kita pun bisa (beberapa sudah dibuktikan), untuk melakukan hal yang sama. Namun syarat paling fundamental harus lebih dulu hadir. Tak lain adalah: komitmen untuk membangun kejayaan bersama.

Bhineka Tunggal Ika akan jatuh sebagai kredo kosong, jika tak dilambari dengan tafsir cerdas, kuat, dan menjanjikan proyeksi kejayaan. Selama ini, bhineka tunggal ika hadir sebagai air penyiram  semata ---untuk mengingatkan pentingnya kesatuan dan persatuan. Jarang-jarang ada ikhtiar total untuk membedah aspek filosofis, ideologis, strategis, yang memproyeksikan komitmen bhineka tunggal ika untuk merebut masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun