Mainan itu tentu tak akan ditemui di mall, supermarket, atau toko-toko di manapun di kota besar. Itu sebabnya, kesempatan berlibur di kampung selalu dimanfaatkan untuk mengenalkan alam kepada si kecil, agar tidak tercerabut dari akar nenek moyangnya.
Saat diajak mengunjungi ladang kakek-neneknya, pondok kecil di pinggir ladang tampak indah dari kejauhan. Berada dalam pondok dan sibuk bertanya ini-itu, menjadi keasyikan tak terlupakan.
Sambil bertanya, jarinya mengarah ke tungku batu di tanah dengan arang kayu yang membara. Di tungku itu, dengan bahan bakar ranting pohon karet, kakek-neneknya memasak makanan atau merebus air. Ah, si kecil ini sejak lahir hanya tahu gas elpiji di dapur kami di kota.
Betapa hebohnya ketika dia diminta mengipas ranting karet yang dibakar, supaya cukup untuk memanaskan air untuk membuat kopi. Heboh karena kadang asap menerpa, atau kipas dari daun itu tidak cukup menghembuskan angin sehingga dia minta daun yang lebih lebar.
[caption id="attachment_377765" align="aligncenter" width="320" caption="Bermain di hutan. Foto: Endi"]
Di sela padi biasanya ditanam (atau tumbuh sendiri) aneka sayuran khas kampung. Mengikuti neneknya, si kecil ikut memetik beberapa buah lepang--entah apa bahasa Indonesianya, jamur kuping, dan daun singkong. Dia juga ikut membersihkan bahan sayuran itu di sebuah danau kecil buatan, sebagai penampung aliran mata air.
Usai makanan masak, saatnya makan. Beberapa helai daun simpur lebar dibentangkan di lantai pondok yang terbuat dari bilah bambu. Wow, wangi sekali nasi hangat dan sayuran kampung berpadu dengan daun segar itu. Si kecil pun makan dengan lahap, sambil terheran-heran bahwa daun itu bisa dijadikan piring.
"Asyik ya makan pakai piring daun," komentarnya.
Di halaman rumah, aku memelihara beberapa pohon peneduh. Beberapa cabangnya mirip joran pancing. Inilah salah satu bahan mainan bagi si kecil. Cabang itu kupotong, kemudian diberi tali dari benang dan pengait kecil dari ranting.
Sebagai ikan-ikannya, beberapa daun sudah dilubangi agar mudah dikaitkan menggunakan mainan pancing-pancingan itu. Dan kemudian, asyiklah si kecil dengan mainan buatan ayahnya, yang bahan-bahannya diperoleh dari halaman rumah.
Kupikir, aneka mainan dan alat dari alam sekitar, tak sekadar membawa pesan cinta alam. Tapi juga menumbuhkan kreativitas, untuk menjadikan sesuatu yang sederhana menjadi berguna. Sesuatu yang tampak biasa, diolah menjadi sedikit luar biasa.