Mohon tunggu...
Endang Sriwahyuli Simanjuntak
Endang Sriwahyuli Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - @mbokne_segara

Guru di SMPN 6 Yogyakarta dan SMPN 3 Yogyakarta, Penulis Buku Tanah Brahmana. Seorang ibu untuk Ocean dan Sky, pecinta teratai, kamboja dan hujan. Penikmat candi, jalan sunyi dan pedesaan. Sampai bertemu di IG @mbokne_segara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lumbung Pangan dan Lumbung Harapan

28 Oktober 2024   15:59 Diperbarui: 28 Oktober 2024   16:08 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Demikianlah, Masyarakat Desa Purbatua memiliki keterikatan yang erat antara hasil panen dan pendidikan anak-anak mereka. Setiap tahun, dengan ketekunan dan kerja keras, mereka mengolah lahan dan merawat tanaman, berharap agar hasil panen dapat mencukupi biaya sekolah anak-anak mereka. 

Pendidikan yang diperoleh di kota tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membuka peluang bagi anak-anak untuk kembali ke desa mereka, berkontribusi, dan membangun komunitas yang lebih kuat. Padi, Gadong dan Suhat adalah kolaborasi yang kuat demi berlangsungnya pendidikan anak-anak dan demi berlangsungnya ketahanan pangan bagi mereka yang ada di kampung halaman. Hasil padi dijual, untuk membiayai perkuliahan dan umbi-umbian ditanam dan diolah untukdinikmati di rumah dan di ladang.

Dalam kebersahajaan dan keteguhan hati mereka, masyarakat Desa Purbatua terus menanamkan nilai pendidikan dan harapan, menjadikan hasil panen sebagai jembatan menuju masa depan yang lebih baik. Ketergantungan mereka pada pertanian tidak hanya untuk kelangsungan hidup sehari-hari, tetapi juga untuk mewujudkan impian bagi anak-anak mereka yang kelak akan mengubah wajah desa ini.

Dalam beberapa perenungan saya, mungkin cara bertani dan ketangguhan hidup ini memerlukan inovasi dan pembaharuan. Bukan untuk menyurutkan atau mengubah roh kerja keras yang ada pada masyarakat Desa Purbatua, namun untuk memudahkan mereka dalam menjalankan "ibadah" bertani itu, agar mencapai potensinya secara maksimal. 

Untuk mencapai hal tersebut perlu ada program yang dapat menjaga produktivitas dan kesejahteraan, serta keberlanjutan dan ketangguhan, seperti yang disampaikan oleh Bapak Ifan Martino pada Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia. 

Mengingat bahwa hasil survei sitasi BPS Tahun 2021 menunjukkan bahwa sekitar 89,54% lahan pertanian Indonesia berada pada status un-sustainable. Yang disebabkan oleh rendahnya produktivitas lahan, resiko akibat input kimia, dan isu konflik status kepemilikan lahan. Hal yang sama juga terjadi pada ladang milik warga Desa Purbatua. 

Kearifan dalam mengolah dan menyimpan pangan lokal, daya juang yang militan, generasi penerus yang berpendidikan, mungkin akan menjadi "motor" bertenaga besar saat dibarengi dengan inovasi dan pembaharuan. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun