Mohon tunggu...
Endang Sriani
Endang Sriani Mohon Tunggu... Dosen - Lecture at IAIN Salatiga

seorang gadis kecil yang ceria dan penuh semangat. Volunteer di NGO graha Mitra Semarang Dosen di IAIN Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Money

Kesiapan Indonesia sebagai Pusat Perbankan Islam Dunia

27 Juni 2015   22:52 Diperbarui: 27 Juni 2015   22:52 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebangkitan ekonomi Islam di berbagai Negara saat ini seperti laiknya virus yang tidak bisa dicegah, semakin hari semakin banyak kalangan yang mulai sadar akan ketangguhan sistem yang tahan goncangan krisis ini. Berbagai Negara yang kemudian seolah berlomba mendirikan lembaga keuangan berbasis syariah pun bermunculan, bukan hanya di Negara-negara timur tengah saja namun di Negara-negara berpaham liberal di benua Eropa juga demikian. salah satu kota di Eropa yang mengembangkan sistem ekonomi Islam ini adalah London.

Mengenai hal itu, pakar ekonomi Syariah M. Syafi’I Antonio seperti yang dilansir di antaranews.com September 2012 lalu "London ingin juga punya keunikan lainnya sebagai pusat keuangan Islam di dunia". Membuktikan bahwa Negara tersebut menghendaki adanya perubahan sistem yang selama ini berlaku di negeranya. Dengan menjadi pusat ekonomi Islam di dunia maka London akan dengan mudah untuk menarik investor dari Negara-negara timur tengah yang mayoritas menggunakan sistem syariah.

Wacana untuk menjadi pusat ekonomi Islam juga berkembang di Indonesia. Bukan tanpa alasan, Indonesia adalah Negara dengan jumlah penduduk yang mayoritas muslim, pertumbuhan Institusi keuangan syari’ah juga sudah menjamur di berbagai kota di negeri ini, ditunjang lagi dengan lembaga pendidikan yang mencetak ahli-ahli ekonomi Islam semakin memberikan peluang Indonesia untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi Islam di dunia.

Standar Syariah Internasional sebagai Sebuah Keharusan

Untuk menjadi pusat ekonomi Islam dunia, tentunya banyak hal yang menjadi PR bagi Negara ini. Salah satunya adalah terkait penerapan standar syariah pada Institusi keuangan syari’ah. Pada skala internasional, kita mengenal AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) yaitu suatu badan otonon Islam internasional nirlaba yang menyediakan standard accounting, auditing, serta governance syariah bagi Institusi keuangan Islam.

Lembaga ini bertanggung jawab untuk menyusun dan menerbitkan standar internasional, AAOIFI telah menerbitkan 68 standar yang terdiri dari: 25 standar akuntansi, 5 standar auditing, 5 standar governance (termasuk supervisi syari’ah), 2 kode etik dan 30 standar syari’ah (aturan pengaplikasian syari’ah). (www.aaoifi.com)

Dalam mengembangkan mutu standarnya,AAOIFI ini mengembangkan standar baru dan mereview standar yang ada selama standar itu tidak bertentangan dengan prinsip syariah. misalnya saja standar-standar yang dibangun oleh IFRS yang jauh lebih dahulu ada sebelum AAOIFI berdiri.

Jika sudah ada IFRS sebagai standar internasional kenapa harus membentuk AAOIFI? Pertanyaan yang mungkin muncul ketika berbicara standar internasioanl untuk institusi keuangan internasional. Standar AAOIFI dikeluarkan karena standar IFRS tidak dapat diadopsi secara keseluruhan oleh institusi keuangan Syariah. Karena masalah kepatuhan syariah atau karena standar IFRS tidak sepenuhnya menutupi karakteristik Institusi keuangan Islam. Oleh karena itu dibentuklah lembaga tersebut untuk mengakomodir kebutuhan dalam institusi keuangan Islam.

Sejauh Mana Kesiapan Indonesia Menjadi Pusat Ekonomi Islam Dunia?

Ketika melihat geliat ekonomi Islam di Indonesia, Indonesia juga menerapkan standar syariah yang menjadikan AAOIFI sebagai kiblatnya. Seperti halnya dengan kehadiran PSAK Syariah sebagai standar akuntansi syariah pada Institusi keuangan syari’ah di Indonesia. PSAK Syari’ah yang ada saat ini merupakan pengembangan lebih lanjut atas PSAK No. 59 yang mengatur tentang Akuntansi Perbankan Syari’ah karena dirasa kurang cukup memenuhi perkembangan produk perbankan syari’ah yang semakin banyak bentuknya. PSAK No 59 ini pada awalnya terbentuk berdasarkan standar yang diterbitkan oleh AAOIFI yang khusus mengatur tentang standar akuntansi dan auditing bagi institusi keuangan Islam. 

PSAK No 59 yang menjadi tonggak awal munculnya PSAK Syari’ah berikutnya juga berawal dari Fatwa yang telah diterbitkan oleh DSN MUI terkait dengan Transaksi dalam Perbankan Syari’ah, tercatat hingga saat ini sudah 84 fatwa yang dikeluarkan DSN MUI terkait Institusi keuangan Islam. Maka, dari fatwa-fatwa DSN dan standar AAOIFI tadi lah PSAK No 59 terbentuk sehingga menjadi pedoman awal perbankan syari’ah dalam menjalani kegiatannya. Namun, sejak 1992-2002 atau 10 tahun Bank (Entitas) Syariah tidak memiliki PSAK khusus yang ada hanyalah PSAK No 59 tadi.

Standar AAOIFI menjadi rujukan utama dalam pembentukan PSAK Syari’ah yang ada saat ini karena lembaga tersebut menyediakan standar yang tidak diatur dalam IFRS sehingga dapat membuat aktifitas Institusi keuangan Islam berjalan lancar.

Dalam praktiknya, Institusi keuangan Islam menggunakan semua standar tersebut dalam kegiatan operasionalnya. Bila diteliti lebih lanjut, maka akan dapat ditemukan beberapa poin yang menarik dari penerapan ketiga standar yang ada saat ini yaitu:

  1. Standar AAOIFI;

Standar AAOIFI ini sebenarnya telah diadopsi oleh IAI khususnya DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) dan sudah diterbitkan dalam PSAK 101-111, namun dalam beberapa kasus dimana fakta di lapangan belum diatur dalam PSAK yang ada maka perbankan syari’ah bisa mengadopsi standar AAOIFI dengan syarat berkonsultasi dahulu dengan pihak Dewan Syari’ah Nasional MUI sebagai lembaga yang berwenang memberi fatwa atas kegiatan transaksi yang belum diatur dalam PSAK.

  1. PSAK Syari’ah

PSAK Syari’ah yang ada saat ini diterapkan sebagai pedoman perbankan syari’ah dalam membuat laporan keuangan dan menentukan tindakan atas berbagai aktifitas yang berkaitan dengan produk & jasa perbankan syari’ah sehingga bisa dilihat sharia compliance nya dan menjadi pertimbangan tersendiri bagi para stakeholders

  1. Standar IFRS

Untuk standar ini, sebenarnya perbankan syari’ah juga telah menerapkannya. Menerapkan dalam kaitannya dengan standar yang tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip syari’ah. Namun, patut digaris bawahi bahwa untuk kaitannya dengan pihak di luar negeri seperti stakeholders, standar AAOIFI sebenarnya sudah cukup karena standar tersebut sudah diterapkan dan berlaku global bagi semua institusi keuangan Islam.

Ketiga standar tersebut menjadi standar yang mau tidak mau, suka tidak suka harus diterapkan oleh Institusi keuangan Islam yang saat ini sedang berkembang begitu pesatnya. Dengan menerapkan standar-standar tersebut diharapkan mampu meningkatkan mutu Institusi keuangan Islam di Indonesia sehingga Indonesia benar-benar layak dan siap untuk menjadi pusat Institusi Keuangan Islam di dunia.

Disamping itu penerapan atas ketiga standar tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan stakeholders (nasabah, pegawai, masyarakat, akademisi, pemerintah, investor, dll) dalam kepentingannya dengan perbankan tersebut. Namun, Institusi keuangan Islam juga harus ingat bahwa penerapan standar tersebut tidak hanya semata-mata menjaga kepercayaan terhadap manusia tapi juga untuk berperilaku jujur dan transparan langsung terhadap Sang Maha Pencipta, Allah subhanahu wata’aala.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun