Belum lama berselang telah terjadi mutasi dan pelantikan pejabat struktural maupun fungsional di kota Lubuklinggau. Bukan sesuatu yang wow ketika hal itu terjadi. Mutasi adalah keniscayaan, bagian dari cara mendapatkan promosi atau pengembangan karier para pejabat di suatu lembaga, tak terkecuali para guru.Â
Menjadi Kepala Sekolah atau Pengawas adalah tujuan dan cita-cita sebagian besar guru. Cita-cita yang sangat terbatas jumlah kesempatannya dan masa bertugasnya.
Karier secara umum diamini sebagai kenaikan jabatan atau sarana mencapai posisi yang lebih tinggi dalam hirearki pekerjaan. Dalam dunia profesi guru, menjadi Wakil Kepala Sekolah, Kepala Lab, Kepala Perpustakaan, Pengurus elit organisasi kemasyarakatan, Dekan, Rektor, Ketua Sekolah Tinggi adalah beberapa contoh, betapa terbatasnya pilihan klasik karier seorang guru.
Tak bisa dipungkiri, jalur karier adalah salah satu pembangkit semangat bekerja untuk terus berkembang dan memperkaya diri, selain pemberian penghargaan berupa pemberian tunjangan berbasis kinerja dan tunjangan berbasis kompetensi. Sukseskah? Tercapaikah tujuan pemberian itu? Banyak riset yang meragukan ketercapaian pemberian tersebut dengan hasilnya. Jadi, apakah makna karier bagi seorang guru?
Menjadi Kepala sekolah dan Pengawas seolah menjadi puncak karier idaman para guru jenjang sekolah dasar dan menengah, meskipun pada kenyataannya tidaklah demikian. Zaman telah berubah, pilihan karier guru pun telah berkembang menjadi karier protean (bercabang ke segala arah). Semangat berkompetisi telah meredup berganti menjadi semangat berkolaborasi. Semangat menjadi pelaksana prosedur berganti menjadi kreator dan inovator.
Berbekal ilmu pedagogi, guru seolah menemukan sumur ajaib laiknya sumur zamzam yang tak ada habisnya direguk. Dari Pedagogi, para guru mampu menggali potensi keterampilan diri tanpa kehilangan jati diri sebagai seorang guru.Â
Pedagogi (praktik pengajaran) yang dilakukan guru adalah sumber pengetahuan dan kompetensi yang kaya. Sebagai guru, kita perlu cermat menggali potensi diri kita dan mengasahnya agar semakin bersinar, berkilau. Hobi ditambah dengan jiwa ingin terus belajar, kemauan untuk berkembang dan kesempatan yang terbuka lebar adalah kunci surga mendapatkan kesempatan memiliki karier protean yang gemilang.
Lalu, apa sih karier protean itu? Douglas T. Hali dalam bukunya Careers in Organization (1976) pengembang konsep awal karier protean menjelaskan bahwa karier protean adalah wujud respon atas kecenderungan munculnya bentuk karier yang lebih independen, tidak bergantung pada tuntutan organisasi dalam hal meraih kesuksesan.
Bukankah kita sering bertemu dengan guru yang mampu menjadi guru penyanyi, guru pembawa acara (MC, master of ceremony), guru renang, guru penjahit, guru penulis lagu, guru penulis, guru dekorasi taman, guru pembuat tumpeng, guru pembatik, guru make up artist (MUA ) dan sebagainya.
Beberapa contoh karier protean yang disebutkan tersebut tentu menghasilkan pundi-pundi emas jika ditekuni sungguh-sungguh. Bukti bahwa guru dapat mengembangkan karier melalui suatu spesialisasi keterampilan dengan tidak menanggalkan jiwa mendidik.
Mereka tentu tak segan menularkan ilmunya kepada murid-murid potensional mereka, mengakui setiap murid memiliki hasrat dan minat yang berbeda. Guru professional tentu mampu menemukan bakat terpendam muridnya dan mengasahnya menjadi berlian tangguh.
Untuk bisa sampai di tahap itu, seorang guru haruslah merdeka. Merdeka untuk belajar, dia mampu mengendalikan, melakukan dan merefleksikan proses belajar; mampu melaksanakan tugas secara optimal; mampu bekerjasama dengan sesama guru, komunitas dan masyarakat secara luas; dan serta mampu menentukan arah karier dan mewujudkannya.
Untuk bersinar, kita tentu sangat membutuhkan kolaborasi, kerjasama. Kompetisi jadi tak terlalu penting, karena kita dan generasi tahun 2000-an ke atas, dihadapkan dengan masa depan yang dinamis penuh kreativitas dan inovasi. Demi masa depan, murid dan guru pun dituntut turut berkembang menyesuaikan. Jenis pekerjaan yang menanti adalah pekerjaan yang menuntut mereka mengeluarkan semua kreativitas, inovasi, imajinasi yang saat ini mungkin tak terbayang bahwa profesi itu akan ada dan menjanjikan untuk hidup layak pada saatnya.
Wahai guru, mari kita perdalam spesialisasi kita, lampaui batas maksimal kita dalam berkarya dan menebar manfaat. Jangan berhenti jika menemukan kendala. Kita adalah jiwa-jiwa yang merdeka, merdeka dalam memilih. Memilih menjadi korban yang menyalahkan keadaan atau mengambil inisiatif untuk mengubah keadaan.
Berkenan menjadi guru yang merdeka? Tertarik untuk mengembangkan keterampilan diri? Butuh tempat untuk mencari solusi atas tantangan dunia pendidikan yang tak henti? Peduli dengan kebutuhan murid dan diri pribadi? Komunitas Guru Belajar kota Lubuklinggau mengajak semua elemen masyarakat untuk bergabung, berbagi ilmu dan pengalaman setiap Minggu Sore, minggu pertama, di TOS (Taman Olahraga Silampari) jam 04:00 WIB.
Komunitas Guru Belajar, wadah para guru dan semua yang peduli pada pendidikan untuk berkolaborasi dan belajar serta memperbaiki miskonsepsi pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H