Kemarin seseorang mendekati nona, memberikan hampir seluruh waktu dan perhatiannya kepada sang nona. Namun tiba-tiba saja ia mengatakan ingin pergi dari nona. Lalu nona menjawab "mengapa ?" mengapa tiba-tiba seperti ini, apa aku berbuat salah, apa aku menyakitimu ?
Ia menatap nona, mencoba memberi penjelasan bahwa semua akan baik-baik saja, jika nanti ia pun akan pergi. Bukan karena ia tidak ingin bersamanya, namun ada hal yang lebih diprioritaskan tuan dan ia harus melakukannya meski ia tahu akan menyakiti nonanya dengan sakit yang tidak berdarah dan akan membekas lama untuk nona.
"Aku minta maaaf, jika selama aku mengenalmu aku banyak menyakitimu" kata tuan.
Dan nona masih terdiam, sibuk dengan pikirannya sendiri, sambil menahan bendungan air mata yang sedari tadi ia tahan, namun pecah seketika juga.
      "Aku yang salah, aku yang memulai semuanya" kata tuan sambil memeluk nona dengan erat.
Dan alhasil tangis nona pun pecah, dan ia segera melepas pelukan tuannya. Tuan bingung harus berbuat apa saat itu. Ia hanya bisa menatap nona, dengan tangis yang tidak biasa ia lihat. Nona menatapnya kembali dengan lekat dan dengan tangis yang masih berlanjut. Namun tak ada air mata yang terjatuh dari mata tuan, hanya tatapan lekatnya lah yang nona lihat saat itu.
      Suara malam pada saat itu menambah nuansa sedih kepada nona. Ia mulai melirik seisi rumah, berkelana sendiri dipikirannya. Mengamati meja makan yang kemarin masih memberi tawa bagi mereka berdua, wastafel tempat tuan dan nona saling menggoda satu sama lain dan kulkas tempat tuan biasanya menyimpan susu kotak kesukaan nonanya, susu coklat.
      Setiap sentuhan yang ia berikan kepada seisi rumah seakan membawanya kembali pada cerita kemarin. Yang ada dipikiran nona saat itu, hanya pertanyaan "mengapa ?".
"Mengapa disaat kita sudah saling menyukai dan merasa nyaman, kalimat mu itu muncul tiba-tiba dan menghancurkan puing-puing hati yang sudah ku tata rapi ?" ucapnya dalam hati.
Ia tak mengerti sepenuhnya diri tuan, namun itu yang membuatnya jatuh hati kepada dirinya.
***
Mereka bersikeras untuk tetap tinggal meski keduanya sering terluka. Mencari jalan untuk sebuah kebahagiaan kecil, mencari setiap kemungkinan untuk tetap saling bertemu meski sibuk yang memburu tiada habisnya. Cemburu yang ia sembunyikan, membuktikan bahwa dirinya bukan siapa-siapa untuk berhak cemburu. Ia tahu dirinya terlalu dalam untuk menyukai diri tuan, dan itu bukan hal yang ia sengaja. Ia hanya menyukai tuan dengan sekedar, namun dari sekedar menjadi lebih dari sekedar setiap harinya.
"Love you" bisik nona.
Tuan hanya terdiam kala kalimat itu terdengar ditelinganya. Sementara nona menunggu sebuah balasan dari kalimat yang ia katakan kepada tuan.
"Mengapa kamu terdiam" tanya nona.
"Aku tidak tahu harus menjawab apa !" jawab tuan.
Keheningan pun terjadi, mengisi ruang yang mereka tempati. Ada sesak yang seketika melanda pernapasan nona, ia merasa seperti kekurangan oksigen, air matanya jatuh tiba-tiba tanpa terduga. Ia mulai beradu dengan pikirannya.
"Mengapa aku terlihat seperti anak kecil, selalu saja menangis, hei... dia mungkin terkejut dengan perkataanmu tadi. Stop menangis..." ungkapnya dalam hati.
"Aku merasa senang jika kamu ada bersamaku, aku merasa ramai disaat kamu bersamaku, aku hanya tidak mengerti cara menyampaikan semua itu kepadamu, aku takut menyakitimu" kata tuan. Menghamburkan lamunan nona seketika.
Mereka berakhir dengan saling menatap, ada sebuah kalimat yang ingin disampaikan tuan dari tatapan matanya, namun ia enggan berbagi dengan nona. Ia cukup ahli menyimpan rasa dari nona.
Ia mengecup bibir nona dengan lembut, mengisyaratkan bahwa cukup untuknya melihat nona bersedih. Ia tau yang ia lakukan bukan lah sengaja, namun semesta memiliki cara menyatukan mereka dengan drama yang istimewa.
***
"Jika ada waktu dan rezeki, aku akan mengunjugimu" kata tuan.
"Itu pasti lama, dan aku tidak yakin apa aku bisa" jawab nona.
"Aku yakin kamu sanggup, kamu perempuan yang kuat. Kamu harus berjanji untuk tetap happy walaupun aku gak ada, kamu gak boleh bersedih terus nona, kamu berhak bahagia"Â kata tuan sambil mengelus punggung tangan nona.
      Dan nona kembali menangis, menangis dipelukan tuannya, memeluk erat tuannya seakan ia tidak ingin tuannya pergi.
Malam itu adalah malam terakhir mereka berdua untuk bersama, tuan tidak banyak berbicara, ia hanya diam melihat nona, sembari memberikan apa yang membuat nona merasa tenang saat itu juga, yaitu sebuah pelukan hangat.
Dan bau tuan yang nona sukai, nantinya akan ia rindukan.
Penang, February 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI