Kemarin seseorang mendekati nona, memberikan hampir seluruh waktu dan perhatiannya kepada sang nona. Namun tiba-tiba saja ia mengatakan ingin pergi dari nona. Lalu nona menjawab "mengapa ?" mengapa tiba-tiba seperti ini, apa aku berbuat salah, apa aku menyakitimu ?
Ia menatap nona, mencoba memberi penjelasan bahwa semua akan baik-baik saja, jika nanti ia pun akan pergi. Bukan karena ia tidak ingin bersamanya, namun ada hal yang lebih diprioritaskan tuan dan ia harus melakukannya meski ia tahu akan menyakiti nonanya dengan sakit yang tidak berdarah dan akan membekas lama untuk nona.
"Aku minta maaaf, jika selama aku mengenalmu aku banyak menyakitimu" kata tuan.
Dan nona masih terdiam, sibuk dengan pikirannya sendiri, sambil menahan bendungan air mata yang sedari tadi ia tahan, namun pecah seketika juga.
      "Aku yang salah, aku yang memulai semuanya" kata tuan sambil memeluk nona dengan erat.
Dan alhasil tangis nona pun pecah, dan ia segera melepas pelukan tuannya. Tuan bingung harus berbuat apa saat itu. Ia hanya bisa menatap nona, dengan tangis yang tidak biasa ia lihat. Nona menatapnya kembali dengan lekat dan dengan tangis yang masih berlanjut. Namun tak ada air mata yang terjatuh dari mata tuan, hanya tatapan lekatnya lah yang nona lihat saat itu.
      Suara malam pada saat itu menambah nuansa sedih kepada nona. Ia mulai melirik seisi rumah, berkelana sendiri dipikirannya. Mengamati meja makan yang kemarin masih memberi tawa bagi mereka berdua, wastafel tempat tuan dan nona saling menggoda satu sama lain dan kulkas tempat tuan biasanya menyimpan susu kotak kesukaan nonanya, susu coklat.
      Setiap sentuhan yang ia berikan kepada seisi rumah seakan membawanya kembali pada cerita kemarin. Yang ada dipikiran nona saat itu, hanya pertanyaan "mengapa ?".
"Mengapa disaat kita sudah saling menyukai dan merasa nyaman, kalimat mu itu muncul tiba-tiba dan menghancurkan puing-puing hati yang sudah ku tata rapi ?" ucapnya dalam hati.
Ia tak mengerti sepenuhnya diri tuan, namun itu yang membuatnya jatuh hati kepada dirinya.
***