"Bu, tidak ada seorang pun yang mau bermain dengan saya."
Santi terdiam. Dia melihat dengan kaget dan iba kepada siswa di depannya. Siswa hitam manis yang berwajah sedih dan sepertinya hampir menangis bernama Nina itu melirik sedikit ke arah Santi dan buru-buru menundukkan kepalanya. Oh, hati Santi seperti tertusuk duri melihat ekspresi Nina tadi, dia tahu Nina pasti sangat sedih menjadi seorang pra remaja --yang baru merasakan masa pubertas---dan dijauhi teman-temannya.
Santi mengembuskan napas panjang. Dia sebenarnya tahu kenapa Nina dijauhi teman-temannya, karena anak-anak di kelas Santi sudah sering bercerita pada Santi tentang bau badan Nina yang menyengat. Selama ini Santi hanya memperhatian dan memantau dari jauh, dia belum benar-benar mengajak Nina untuk berbicara. Dan sepertinya sekarang sudah sedikit terlambat. Santi merasa sangat bersalah pada Nina. Ah, Santi sangat menyesal.
"Kenapa memangnya, Nin?" tanya Santi dengan nada biasa, padahal hati Santi penuh dengan kenelangsaan melihat Nina yang menahan tangis. Tetapi alih-alih menangis, Nina tersenyum kepada Santi.
"Teman-teman bilang saya bau, Bu," jawab Nina pendek dan menunduk lagi. Kali ini bahu Nina sedikit terguncang menandakan dia sedang menangis.
Ah, sedihnya Santi melihat muridnya sedang bersedih seperti itu. Tetapi Santi tetap berusaha menahan emosinya dan mempertahankan keprofesionalannya. Sebenarnya Santi sangat ingin segera mengungkapkan rasa hatinya pada Nina dan mengatakan : 'Kamu tahu kamu bau badan, kan? Sebenarnya gampang kok mengatasinya. Pakai deodorant, dong, pakai tawas atau pakai parfum. Zaman sudah maju, sudah banyak teknologi untuk menghilangkan bau badan, Nin,' tetapi Santi tetap mempertahankan dirinya untuk tidak mengeluarkan kata-kata menyakitkan itu. Oh, ya, Santi pasti tahu pasti kata-katanya itu akan menyakitkan hati Nina, selain itu Santi juga ingat beberapa materi ketika dia mengikuti pendidikan guru penggerak beberapa waktu yang lalu. Dia antara materi tersebut --yang menurut Santi---sesuai dengan keadaan saat ini adalah materi coaching dan pembelajaran sosial emosional. Santi tersenyum, ternyata dua materi tersebut kemungkinan bisa diterapkan sekarang, dalam keadaan yang belum pernah dibayangkan Santi sebelumnya.
Santi tersenyum sambil menahan trenyuh dalam hatinya.
"Kamu yakin, Nin, teman-teman-teman kamu menjauhi kamu? Jangan-jangan itu hanya perasaan kamu saja, lo, Nin." Santi berusaha menetralkan perasaan hati Nina. Nina mendongak, dia buru-buru menghapus air mata di wajahnya. Santi tanggap dan segera memberikan tisu kepada muridnya itu. Nina tersenyum dan berterima kasih kepada Santi, dan dengan gerakan buru-buru Nina membersihkan wajahnya.
"Istighfar dulu, Nin, nanti baru cerita ya, sama Bu Santi," bisik Santi perlahan. Nina mengangguk dan sepertinya berusaha tersenyum, sekaligus menahan air matanya lagi.
"Benar, Bu. Teman-teman tidak ada yang mau bermain dengan saya. Kalau belajar di kelas atau belajar kelompok, mereka terpaksa mau dengan saya, karena takut dimarahi Bu Santi, Bu," kata Nina memulai ceritanya. Ah, sedihnya. Santi sangat menyesal, dia seharusnya memang lebih memperhatikan keadaan murid-muridnya.
"Nina pernah nanya pada teman-teman kenapa mereka menjauhi Nina?" tanya Santi berusaha menggali masalah yang sebenarnya. Nina mengangguk.
"Sudah, Bu."
"Lalu mereka bilang apa?"
"Mereka bilang saya bau badan, Bu." Nina terdiam. Seuntai air mata mengalir lagi di pipi Nina. Dia buru-buru menghapusnya.
"Oh, begitu. Dan semua teman sekelas mengatakan hal yang sama tentang kamu, Nin? Maksud Bu Santi, apakah mereka semua mengatakan kamu bau badan?" tanya Santi, sekali lagi ingin memastikan murid kelas 6-nya yang sedang bersedih itu.
"Iya, Bu." Jawaban Nina pendek dan sedih.
Santi tersenyum. Sepertinya dia sudah mulai memahami masalah Nina. Sepertinya Nina mengalami masalah kepercayaan diri karena teman-temannya dengan terbuka mengatainya bau badan.
"Oalah, begitu, ya, Nduk. Lalu Nina sudah melakukan apa ketika temannya bilang kalau Nina bau badan?"
Nina terdiam sejenak, sepertinya dia memikirkan jawaban dari pertanyaan Santi tadi.
"Saya sudah berusaha memakai deodorant, Bu. Saya juga sudah pakai parfum. Tetapi teman-teman tetap menjauhi saya, Bu. Mereka juga tetap mengatai saya bau," jawab Nina dengan sedih. Santi mengangguk.
"Paling tidak kamu sudah berusaha mengatasi masalah yang kamu hadapi, Nin. Bu Santi lihat kamu sudah berusaha menghilangkan bau badanmu dengan memakai deodorant  dan parfum. Menurut Ibu itu sudah cukup."
Nina memandang Santi agak sedikit sangsi.
"Lalu saya harus bagaimana lagi, Bu? Biar teman-teman mau sama saya lagi?" tanya Nina dengan mata berkaca-kaca. Santi tersenyum. Dia tidak akan memberitahu apa yang harus dilakukan Nina, dia akan mencoba untuk menguatkan Nina dan mencoba membuat Nina menemukan sendiri solusi dari masalahnya, seperti prinsip coaching dengan alur TIRTA yang mengajurkan seorang coach untuk memberikan pertanyaan yang membangun kepercayaan diri coachee, sehingga coachee  bisa menemukan solusi atau jawaban dari pertanyaannya sendiri.
"Menurut kamu, kamu bisa melakukan apa lagi?" tanya Santi pada Nina. Nina terperanjat kaget, dia memandang Santi bingung, tetapi Santi hanya tersenyum dan membiarkan Nina berpikir sendiri.
"Eh, saya bisa melakukan apa kira-kira, Bu?" tanya Nina.
"Menurut Nina bagaimana?"
Nina terdiam lagi. Sekilas Santi melihat ada sedikit harapan di mata Nina.
"Mungkin saya tetap harus menyapa teman saya dan ikut bergabung dengan mereka, Bu. Mungkin saya juga tetap harus mengikuti aktivitas dan kegiatan sekolah seperti biasa, sampai teman-teman tahu kalau saya tidak bau badan lagi, Bu." Nina terdiam. Dia memandang Santi penuh harap.
"Tetapi saya tetap meminta bantuan Ibu, ya, Bu?" kata Nina memohon. Santi tersenyum, antara geli dan bangga. Dia mengangguk.
"Insya Allah, Nin. Yang penting kamu sudah tahu bagaimana caranya menyelesaikan masalahmu sendiri. Bu Santi akan membantu memberitahu teman-teman yang lain juga. Yang penting kamu tetap berusaha menyelesaikan masalahmu sendiri, ya, Nin?"
Nina mengangguk.
"Nin, kira-kira setelah kamu curhat sama Ibu, ada nggak hal yang bisa kamu pelajari, Nin? Atau mungkin ada hal yang kamu sadari dari masalah yang kamu hadapi sekarang?" tanya Santi.
"Iya, Bu, ada beberapa hal yang menurut saya, saya dapatkan, Bu. Ternyata saya memang harus lebih percaya diri dengan diri saya, Bu. Dan juga saya memang harus lebih sering berkomunikasi dengan teman-teman saya agar saya dan mereka tidak salah paham lagi," jawab Nina. Sekarang wajah Nina tampak lebih bercahaya dan penuh harap. Santi mengangguk.
"Alhamdulillah kalau begitu, Nin. Semoga kedepannya semakin baik, ya?"
"Iya, Bu. Mohon bantuannya, ya, Bu?"
Santi mengangguk.
"Insya Allah, Nin. Semoga kamu semakin bersemangat, ya?"
Nina mengangguk dan berterima kasih kepada Santi. Setelah itu Nina berpamitan. Santi melihat ke arah Nina dengan iba, haru, sekaligus bangga, dia berharap semoga dia bisa meringankan beban Nina dan juga bisa membantu Nina menyelesaikan masalahnya.
***
Dua minggu berlalu sejak Nina bercerita pada Santi tentang masalahnya. Santi melihat perubahan yang cukup signifikan pada muridnya itu. Nina sekarang sudah bermain kembali dengan teman-temannya dan kembali percaya diri. Santi sedikit membantu Nina dengan memberikan pendidikan tentang perubahan fisik pada masa pubertas di kelas. Santi juga memilih Nina untuk mengikuti lomba menari dan ternyata Nina bisa membuktikan bahwa dia bisa menari dan bahkan menjadi juara dalam lomba menari. Setelah itu Nina kembali percaya diri dan bahkan bisa memimpin teman-temannya dalam kegiatan kelompok.
Santi tersenyum bangga katika melihat Nina dan teman-temannya tertawa lepas ketika bermain di halaman. Santi berharap nasihat dan sarannya ketika Nina membicarakan masalahnya bisa menjadikan Nina lebih bersemangat dalam menggali kemampuannya memecahkan masalah. Selain itu Santi juga berharap penerapan pembelajaran sosial emosional di kelas yang telah dilakukannya berhasil membuat Nina percaya diri dan bisa menjadikan Nina menjadi anak yang berhasil dan disukai teman-temannya.
Semoga saja.
****
Wonosobo, 8 Oktober 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI