Mohon tunggu...
Endah Sekar Palupi
Endah Sekar Palupi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa S2 Ilmu Forensik Universitas Airlangga suka menganalisa kejadian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Polemik Autopsi di Mata Masyarakat

25 Oktober 2019   10:26 Diperbarui: 21 Juli 2022   13:06 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi otopsi jenazah pasien Covid-19 untuk mengetahui penyebab kematian. (sumber: SHUTTERSTOCK/ESB Professional via kompas.com) 

"Pihak keluarga bersikeras menolak untuk melakukan autopsi"

Perhatikan kembali kalimat lain berikut,

"Jajaran kepolisian akan segera menindak lanjuti kasus ini dengan melakukan autopsi kepada 9 jenazah yang diduga akibat pengaruh minum-minuman keras"

Jika kita melihat sekilas dua pernyataan diatas, ada dua dikotomi yang cukup jauh, dimana pengadaan autopsi sangat penting untuk dilakukan. Sementara, Pihak lain melawan autopsi dan mentah-mentah menolak proses autopsi. 

Lantas, apakah yang dimaksud dengan autopsi, seberapa pentingkah autopsi itu dilakukan, dan mengapa masih ada pro kontra dalam masyarakat dalam menanggapi isu autopsi? Berikut paparan informasinya.

Pengertian Autopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu pemeriksaan tubuh mayat dengan jalan pembedahan untuk mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya. 

Autopsi kerap kali dihubungkan dengan kata bedah mayat. Pelaksanaan autopsi hanya dapat dilakukan oleh dokter forensik saja.

Autopsi pada jenazah sangat penting untuk dilakukan. Autopsi digunakan untuk mengetahui penyebab kematian seseorang khususnya kematian yang tidak wajar misalnya karena bunuh diri, korban pembunuhan, kecelakaan bahkan pada korban eksperimental obat-obatan. 

Dengan diberlakukannya proses autopsi maka kita akan mengetahui apa yang telah terjadi pada korban sebelum ia meninggal. 

Selain itu, autopsi juga dapat digunakan untuk membantu proses suatu peradilan untuk mencari satu bukti yang sah dalam mengungkap siapa pelaku penyebab kematian seseorang. Dalam dunia forensik, autopsi kerap juga digunakan untuk menentukan waktu kematian seseorang.

Dibalik manfaat dan fungsi pengadaan proses autopsi di atas, masih saja banyak sekali masyarakat yang tidak menginginkan diberlakukannya autopsi pada jenazah khususnya penolakan keras dari keluarga korban. 

Sebagian dari mereka menolak karena menganggap pembedahan pada mayat merupakan hal yang tabu, tidak menghormati jenazah dan menyakiti tubuh jenazah. “udah meninggal kok di otak-atik“. 

Begitulah anggapan kontra masyarakat. Mirisnya lagi, hampir dari mereka termakan isu bahwa dalam proses autopsi, para dokter akan mengambil organ-organ milik jenazah dan organ-organ tersebut tidak dikembalikan ke tubuh jenzah setelah proses autopsi selesai. 

Opini masyarakat seperti ini sangat menancap di benak mereka sehingga mereka menantang untuk tidak diberlakukannya autopsi. “Meninggal ya meninggal, gak perlu di perlakukannya ini itu”.

Isu-isu yang berkembang semacam itu mendapat respon dari salah satu praktisi Dosen Magister Ilmu Forensik Universitas Airlangga,  Surabaya, dr. Tutik Purwanti, Sp.F  dalam forum kegiatan pengabdian masyarakat di Kota Probolinggo beserta para mahasiswanya.

"Proses autopsi merupakan proses yang dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian seseorang. Dan tidaklah benar, apabila dalam proses autopsi tersebut para petugas medis melakukan pengambilan organ jenazah dan tidak dikembalikan lagi setelah proses autopsi itu berlangsung." (14/09/2019).

Beliau dibantu oleh mahasiswanya menjelaskan kepada masyarakat bagiamana pentingnya autopsi  dilakukan dan tidak perlunya kekhawatiran dan ketakutan akan adanya proses autopsi.

Sehingga, diharapkan dari pernyataan tersebut, paradigma berpikir masyarakat tidak lagi takut atau menolak akan adanya proses autopsi apabila salah satu keluarga mereka mengalami kematian yang tidak wajar. 

Pembedahan dalam proses autopsi, proses analisis suatu organ dalam tubuh tentu saja dibutuhkan pengambilan. Tetapi, sampel yang digunakan tidaklah satu organ secara utuh, hanya secuil sampel saja yang akan dianalisa. 

Setelah proses autopsi berlangsung, organ-organ tubuh yang telah dianalisis akan dikembalikan lagi dan tubuh jenazah akan dijahit kembali seperti keadaan semula. Dan proses pengungkapan penyebab kematian akan terjawab dari hasil autopsi.

Proses autopsi biasanya dilakukan berdasarkan permintaan dan pertimbangan penyidik dan polisi dalam menangani kasus yang diduga adanya kematian-kematian yang tidak wajar. Secara hukum pada Pasal 222 KUHP menyebutkan bahwa "barangsiapa dengan sengaja mencegah. 

Menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah". 

Sementara itu, Instruksi Kapolri No.Pol:Ins/E/20/IX/75 pada butir 3 juga menyebutkan "dalam hal seseorang yang menderita luka tadi akhirnya meninggal dunia, maka harus segera mengajukan surat usulan untuk meminta VIsum et Repertum. 

Dengan Visum et Repertum ata mayat, berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak dibenarkan mengajukan permintaan Visum et Repertum atas mayat berdasarkan pemeriksaan luar saja". 

Lalu bagaimana jika keluarga korban masih merasa keberatan dengan adanya autopsi, maka Butir 6 menyebutkan "bila ada keluarga korban/mayat keberatan jika diadakan Visum et Repertum bedah mayat, maka adalah kewajiban petugas POLRI Pemeriksa untuk persuasif memberikan penjelasan perlu dan pentingnya autopsi untuk kepentingan penyidikan". 

Jadi pendekatan dan penjelasan  mengenai mekanisme autopsi, apa yang dilakukan sebelum pembedahan mayat dan sesudah pembedahan mayat, fungsi dilakukannya autopsi sangatlah wajib diberikan.

Dengan mempertimbangkan betapa banyaknya manfaat diberlakukannya autopsi, ditambah dengan penjelasan para pakar, sosialisasi hukum dan persuasi dari jajaran POLRI, serta prosedur medis yang benar.

Diharapkan kesadaran masyarakat untuk lebih terbuka dan mampu mereduksi polemik yang selama ini menganggap bahwa autopsi adalah sebuah momok yang perlu di hindari bahkan tidak perlu dilakukan.

Oleh : Endah Sekar Palupi, S.Si
Mahasiswa Magister Ilmu Forensik, Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga, Surabaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun