Mohon tunggu...
Endah Rosa
Endah Rosa Mohon Tunggu... Freelancer - Bibliophile.

I write things that interests me and are fascinating.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Polemik Vaksin Halal-Haram di Indonesia

14 Oktober 2018   16:36 Diperbarui: 14 Oktober 2018   17:19 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kenyataannya belum ada satupun kandidat stabilizer yang dapat mengungguli kualitas gelatin babi. Penelitian terhadap rekombinasi sel manusia untuk mencari kandidat stabilizer mungkin saja dilakukan karena beberapa komunitas agama merasa sangat keberatan untuk menggunakan vaksin yang mengandung protein sel babi. Meskipun demikian, penelitian tersebut akan memakan waktu yang sangat lama (>20 tahun) sampai akhirnya vaksin yang 100% bebas dari kandungan babi benar-benar dapat diproduksi.

Dilema Vaksin Haram dan Tantangan Masa Kini

Komunitas Muslim dan Yahudi merupakan dua komunitas agama yang melarang konsumsi sumber-sumber yang berasal dari babi. Melihat adanya vaksin yang mengandung gelatin babi, pada tahun 2001, WHO menyelenggarakan pertemuan bersama para ulama di Timur Tengah untuk mendiskusikan perihal status Halal-Haram vaksin tersebut3. 

Hingga akhirnya dari hasil pertemuan disepakati bahwa gelatin yang terkandung di dalam vaksin sama sekali tidak haram. Ini dikarenakan struktur senyawa gelatin tersebut telah berubah menjadi bentuk lain dan bukan lagi dalam bentuk murni protein babi. Sehingga penggunaan vaksin tersebut diperbolehkan bagi komunitas Muslim.

Meski demikian masih banyak juga masyarakat yang berpendapat bahwa penggunaan vaksin MMR haram, tidak peduli banyaknya sumber yang menyatakan bahwa penggunaan vaksin tersebut diizinkan. Bahkan banyak para orangtua yang lebih memilih untuk tidak mengimunisasi anaknya, membiarkan si anak tersebut rentan terkena serangan penyakit fatal, daripada harus menggunakan vaksin yang mereka yakini haram. 

Fenomena ini sebenarnya menunjukkan kegagalan pemerintah dalam memberikan edukasi mengenai pentingnya vaksin, dan keharusan melakukan imunisasi. Bila kita mengingat zaman Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, dimana beliau mewajibkan seluruh warga Negara Indonesia untuk melakukan imunisasi, sehingga penyakit Rubella yang muncul kembali pada masa kini sebenarnya telah musnah pada zaman beliau. Ini menunjukkan keberhasilan program kesehatan pada zaman pemerintahan tersebut.

Pentingnya Imunisasi

Banyak mungkin yang tidak tahu bahwa pada masa kini kita tidak pernah lagi melihat seseorang meninggal akibat penyakit-penyakit fatal yang pernah terjadi di zaman dahulu. Penyakit-penyakit seperti polio, cacar air, campak, tetanus dan muntaber tidak lagi dianggap sebagai penyakit berbahaya yang dapat membunuh jutaan orang. 

Tahukah Anda bahwa sebelum ditemukannya vaksin yang melawan penyakit-penyakit tersebut, si pengidap dipastikan akan meninggal dalam jangka waktu singkat? Penyakit-penyakit tersebut juga merupakan penyakit menular sehingga seorang pengidap dapat menularkan penyakitnya kepada seseorang yang sehat hingga akhirnya membunuh ratusan orang lainnya. Pada tahun 1953, cacar air merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia, membunuh hingga jutaan orang per tahunnya4. 

Namun di zaman sekarang ini, sejak ditemukannya vaksin dan adanya kebijakan kesehatan yang mewajibkan imunisasi, cacar air bukan lagi menjadi ancaman bagi orang-orang yang mengidapnya. Kita bahkan hanya menderita penyakit tersebut 1-2 kali seumur hidup tanpa khawatir kehilangan nyawa, sampai akhirnya tubuh kita memiliki kekebalan sendiri dalam melawan virus penyebab cacar air. 

Mengapa penyakit yang ada pada zaman dahulu tidak lagi kita temui pada masa kini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun