Bulan Juli adalah bulan penuh hikmat untuk kami. Bulan suka cita. Kenapa? Karena dibulan itu, dua anggota keluarga kami berulang tahun. Tepatnya, dua anak kami merayakan tanggal dan bulan kelahirannya. Bersyukur mereka lahir dibulan yang sama, dan kami, orang tuanya memang berharap mereka lahir dibulan yang sama. Agar irit biaya saat ulang tanggal dan bulan seperti ini. Cukup satu kali pesta, dua perayaan terlampaui.
Maklumlah, buat kami yang berpenghasilan minimalis, pesta perayaan adalah hal yang tabu. Tapi, kami tetap ingin mengadakan hal itu. Bukan bermaksud memaksakan diri, apalagi hedon. Hanya ingin sesekali anak-anak merasakan "pesta" supaya sedikit merasakan sensai tiup lilin yang biasa dilakukan mereka yang berduit. Agar nanti menjadi bahan cerita saat kumpul dengan teman-temannya.
Jangan ditanya menu untuk melengkapi acara nanti. Tidak perlulah diceritakan. Karena kami ini menerapkan gaya hidup tiarap. Iya, tiarap! Bukan lagi merendah. Karena rendah, sudah menjadi bagian dari kami yang melekat, bukan sekedar kiasan. Kami merendah, serendah-rendahnya hingga dasar bumi pun kami kecup. Kurang mesra apa kami dengan bumi yang dipijak? Sangat mesra!
Telor balado, oseng toge dan orak tempe (halah! Jadi, ketahuan menunya apa! Tapi, tak apa lah!) Ya, menu itu adalah menu istimewa untuk kami yang akan menjadi menu utama nantinya. Tidak lupa kegiatan sakral berupa tiup lilin. Akan ku belikan dua buah donat berselimut gula halus berwarna putih yang akan dibeli di pedagang jajan pasar yang biasanta mangkal didepan mini market.
Terbayang sudah suasana ceria dioesta nanti. Senyum-senyum aku membayangkannya, padahal esekusi belum terjadi, masih satu minggu lagi. Tapi, senangnya terasa dihati sejak dini.
Hari yang dinanti tiba. Namun, semua berjalan seperti biasa dipagi indah ini. Anak-anak bersiap sekolah denga seragam merah putihnya. Hanya ucapan selamat dan rangkaian doa indah untuk mereka. Tiup lilin akan menjadi kejutan selepas maghrib nanti.
Lagi-lagi aku tersenyum membayangkannya. Mereka pasti akan kegirangan, tertawa dan mungkin terharu bahagia. Hal itu akan menjadi pengingat bagiku, bahwa masih ada keindahan didunia ini yang patut disyukuri.
Setelah mengantarkan mereka sampai depan pintu rumah petak kami, aku membalikan badan gegas menuju kamar.
Tanganku meraih kaleng bekas biskuit. Hatiku berdebar saat membuka tutup kaleng yang sengaja aku lakban berlapis-lapis.
Dan, tralala... hatiku mencelos, tatapanku terpaku. Kudapati, pantat kalengku bolong dan kosong.
Kemana larinya selembar duit kertas berwarna merah, bertuliskan seratus ribu rupiah?
Tikus mana yang mampu membolongi kalengku dan memangsa isinya? Tubuhku merosot, lunglai diatas lantai.
Sampai, sebuah tangan menepuk bahuku pelan dan terdengar suara rendah, "maaf bu, duitnya bapak pinjam dulu! Untuk bayar iuran dua setengah persen!"
Seketika tangisku pecah. Bibirku kelu. Tak mampu aku mencerna, tentang iuran dua setengah persen. Apakah itu? Apa bisa mengadakan pesta dengan telur balado untuk anakku?
Arghhh, lagu happy birthday to you, terus bersenandung dipikiranku. Semakin lama liriknya berubah .. happy birthday to yul.. happy birthday to yull.. to yull.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H