Tinggalkan aku dalam pedih
Versi 'rasa saya':
Sebelas purnama, purnama sebelas
Telah berlalu
Seperti dirimu
Tulisan ini mewakili diri saya sebagai orang yang berusaha menikmati puisi (khususnya karya Selsa), bukan kritikus yang piawai menilai karya orang. Tak terhindarkan bila saya membandingkan puisi-puisi Selsa dengan karya Sapardi Djoko Damono (ini pujian). Keduanya sama-sama memilih kata yang sederhana, sehari-hari, mudah dicerna. Bedanya ada pada 'kepadatannya'. Mengingat karyanya yang ratusan itu, dan terbitnya buku puisi ini, sudah saatnya Selsa menggulung lengan lebih tinggi untuk meningkatkan kualitas dan bukan kuantitas karya. Bila hendak menulis puisi yang lebih gemuk, yang lebih 'berasa prosa' atau yang lebih bercerita (saya tidak tahu istilah tepatnya), Selsa bisa membaca karya-karya Afrizal Malna. Baik Sapardi maupun Afrizal sama-sama menyukai kata-kata sederhana untuk puisi-puisi mereka. Saya yakin, puisi-puisi Selsa akan lebih mengena bila ia tidak boros kata-kata. Bayangkan, bila ia berniat membukukan semua puisi yang telah diunggah di Kompasiana, sedikitnya buku antologi puisi pertamanya ini akan disusul oleh 8 buku lagi. Selamat Selsa, menerbitkan buku dengan cara indie semacam ini adalah pilihan indah dan cerdas untuk menghargai karya sendiri. Catatan: Bersama buku puisi karya 3 penyair dari berbagai kota, buku puisi Selsa akan dirayakan di Tembi Rumah Budaya, Jl. Parangtritis Km 8,4 Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta dalam acara Sastra Bulan Purnama edisi Agustus 2013. Bulan purnama saat itu akan jatuh pada tanggal 21 atau 22. Bagi yang tinggal di Jogja dan sekitarnya, jangan lupa ramai-ramai ikut membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H