Bekerja pada sektor apa pun tentu lah ada aturan yang harus dipatuhi berkaitan dengan jam kerja maupun target kinerja yang diharapkan.
Namun, secara umum, bekerja di pemerintahan selama ini terkesan lebih longgar dan kurang pengawasan dibandingkan bekerja di sektor swasta.
Adanya PNS yang diketahui tidak melaksanakan tugas namun tetap mendapatkan gaji menjadi bukti nyata kurangnya pengawasan terhadap kinerja PNS.
Kondisi ini bisa terjadi karena lemahnya sistem pengawasan dalam pemerintahan dan kurangnya kepedulian masyarakat untuk ikut serta dalam proses pengawasan terhadap para PNS.
Namun, terlepas dari semua itu, sebetulnya kembali pada pribadi masing-masing PNS itu sendiri. Jika kesadarannya baik, sistem apa pun yang dipakai tidak akan membuat dia tega menipu negara dan memakan gaji buta dengan tidak bekerja selama berhari-hari, bahkan bertahun-tahun.
Upaya Mendisiplinkan PNS
Menindaklanjuti temuan adanya kasus PNS yang tidak bekerja selama bertahun-tahun namun tetap menerima gaji, pemerintah pun akhirnya menerbitkan PP No. 94 tahun 2021 tentang  Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menilik apa yang tertuang dalam pasal-pasal PP tersebut, jelas terlihat adanya upaya pemerintah untuk menertibkan PNS dengan aturan-aturan yang jelas sanksinya.Â
Pasal 26 PP No. 94 Tahun 2021 menyatakan bahwa PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan.Â
Mengenai  siapa yang berwenang menghukum PNS yang melanggar, dijelaskan dalam Pasal 16 PP No. 94 Tahun 2021, meliputi presiden, pejabat pembina kepegawaian, kepala perwakilan RI, pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, dan pejabat pengawas atau pejabat lain yang setara.
Semua Tergantung Pelaksana
Akan tetapi, bisa terlaksana atau tidaknya sebuah kebijakan berpulang pada oknum-oknum di lapangan. Seketat dan sebaik apa pun aturan, tidak akan banyak membawa perubahan jika para pelaksana di lapangan tetap memelihara budaya ewuh pakewuh dan prinsip toh bukan saya yang dirugikan.
Kekhawatiran menjadi penyebab atas dipecatnya seorang PNS hingga dihantui rasa bersalah atas pemecatan PNS tersebut terkadang menghalangi seorang pimpinan memberikan penilaian dan laporan apa adanya atas perilaku PNS yang menjadi bawahannya. Hal ini masih ditambah lagi dengan ketakutan akan ikut tercoreng nama baik dan dianggap tidak bisa membina anak buah hingga terancam jenjang karirnya jika diketahui ada anak buah yang kinerja dan disiplin kerjanya dipertanyakan.
Pada akhirnya, jika ada PNS yang bekerja dengan buruk atau bahkan tidak berangkat kerja sampai berhari-hari atau bahkan bertahun-tahun hanya akan menjadi catatan rahasia instansi dan pimpinan.
Kalau sudah begini, kembali lagi kesadaran dari masing-masing pihak yang diperlukan. Lebih lanjut, semua pihak di lingkungan kerja semestinya ikut mendukung terciptanya budaya kerja profesional dengan mengikuti aturan dan disiplin kerja yang diharapkan.
Hati  Nurani yang Bicara
Sejatinya aturan disiplin dan ancaman sanksi pemecatan bagi PNS tidaklah betul-betul hal yang baru. Sedari awal saya jadi CPNS pun ada rekan kerja yang memberikan pembimbingan sambil mengutip ancaman pemecatan bagi PNS dengan kinerja yang tidak baik.
Proses yang berbelit dan berjenjang serta kekhawatiran adanya efek buruk bagi instansi, pimpinan dan rekan kerja yang lain seringkali menghalangi penilaian kinerja seorang PNS oleh seorang pimpinan.
Mungkin sudah saatnya kembali pada norma-norma kehidupan. Ajak hati nurani bicara saat bertindak. Kebenaran memang tidak mutlak, namun saat gaji tetap diterima tetapi tidak melaksanakan tugasnya, saya rasa semua orang paham bahwa itu bukanlah sesuatu yang bisa dibenarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H