Mohon tunggu...
Endah Tri Rachmani
Endah Tri Rachmani Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga dengan 3 anak yang juga bekerja sebagai guru.

Menulis untuk berbagi kisah tentang cerita-cerita kehidupan di lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Individualisme Kian Meluas

11 Juli 2021   01:27 Diperbarui: 11 Juli 2021   02:41 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup berdampingan dengan rumah kontrakan memberi warna tersendiri dalam hidup saya. Walaupun tidak terlalu sering, namun tetap saja menjadi sebuah kepastian bagi saya untuk selalu bersiap beradaptasi dengan tetangga baru. 

Tentu saja ini memperkaya pemahaman saya tentang bagaimana beragamnya sikap seseorang yang walaupun tidak semua, namun seringkali terjadi bahwa bagaimana mereka bersikap itulah rasa yang ada di dalam diri mereka. Latar belakang keluarga, lingkungan kerja, pendidikan, seringkali mewarnai sikap yang orang-orang tunjukkan.

Saya teringat awal mula saya mencermati perilaku seseorang adalah saat saya menikah dan kemudian tinggal di rumah saya sendiri yang berdampingan dengan rumah kontrakan. 

Pada awal saya tinggal, rumah kontrakan itu menjadi kantor sekaligus rumah tinggal bagi sebuah koperasi swasta atau yang oleh masyarakat sekitar disebut sebagai bank harian. 

Di koperasi tersebut terdapat tujuh penghuni yang terdiri dari sepasang suami istri yang sekaligus sebagai pemilik dan bendahara, empat orang laki-laki yang bertugas sebagai staff marketing sekaligus penagih cicilan terhadap para nasabah, dan seorang perempuan tenaga kebersihan sekaligus juru masak.

Pada hari-hari biasa, kondisi rumah kontrakan dengan banyak penghuni tersebut sebetulnya biasa saja. Di pagi hari rumah tersebut beroperasi sebagai kantor yang menjadi tempat tujuan para nasabah yang berkepentingan langsung dengan pimpinan. 

Suasana menjadi lebih rame di sore hari saat staff marketing pulang. Tawa membahana khas anak muda menyelingi kegiatan mereka. Kegaduhan suasana akan terus berlanjut hingga pukul 22.00 WIB saat tiba waktunya mereka akan beristirahat.

Kondisi yang berbeda terjadi saat malam minggu tiba. Anak-anak muda para pegawai koperasi akan begadang sampai menjelang pagi. Entah apa yang mereka lakukan, namun tawa membahana itu terus saya terdengar sahut menyahut. Keesokan paginya, dapat dipastikan botol-botol minuman keras bertebaran di halaman rumah. Kondisi ini berlangsung sekitar tiga tahun sampai saatnya mereka harus pindah karena habis masa kontrakan dan tidak diperpanjang.

Suasana sepi dan kondisi rumah yang gelap di malam hari setelah keluarga besar koperasi tersebut pindah berlangsung sekitar dua bulan saja. Selanjutnya, anak pemilik kontrakan menempati rumah tersebut sehingga kembali denyut kehidupan terasa di rumah kontrakan tersebut. 

Kali ini, rumah tersebut difungsikan sebagai toko pakaian. Tidak ada yang aneh dengan penghuni rumah, di awal-awal buka, suasana toko sangat terasa. Banyak pelanggan yang hilir mudik berkunjung ke rumah tersebut. 

Penghuni rumah yang hanya seorang diri pun cukup ramah pada tetangga sekitar. Namun, kondisi ini tidak berlangsung lama. Setelah berjalan sekitar enam bulan, toko mulai sepi dan tak terlihat lagi ada pelanggan yang datang berkunjung. Pada akhirnya di bulan ke tujuh toko itu pun tutup. Rumah kontrakan itu kembali sepi.

Suasana rumah kontrakan yang sepi tanpa penghuni ternyata bukanlah pemandangan yang diharapkan akan terjadi dalam waktu lama. Bagi saya pribadi, ada rasa berdebar dan ingin cepat berlalu saat lewat di depan rumah tersebut, khususnya di malam hari. 

Suasana rumah yang gelap tanpa nyala lampu memberi kesan mistis yang memaksa saya melangkahkan kaki lebih cepat. Tapi, namanya saja rumah kontrakan, tentu akan berpenghuni jika ada yang mengontrak, jika tidak tentu saja rumah itu kosong. Hal ini ternyata berlangsung cukup lama. Hampir dua tahun rumah itu kosong tanpa penghuni. Sampai akhirnya rumah itu menemukan pengontrak yang baru.

Saat ini, rumah kontrakan di belakang rumah saya kembali sudah berpenghuni. Pegawai kontrak di sebuah lembaga pemerintah menyewa bersama-sama. Meski jumlah mereka banyak, namun, pengontrak kali ini lebih pendiam. Selama hampir enam bulan menghuni rumah kontrakan, saya tidak tahu pasti berapa jumlah penghuni rumah kontrakan tersebut. 

Ya sudahlah, mungkin memang sudah zamannya individualisme merambah sampai ke kota kecil. Saat tetangga tak kenal dengan tetangganya dan berprinsip asal tidak mengganggu, maka mari kita hidup masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun