Mohon tunggu...
Endah Nur Safira
Endah Nur Safira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Sriwijaya

Seorang Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional yang tertarik akan berita, kuliner, buku, film, Musik, dan travelling.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

"Dien Bien Phu" Sebuah Kemenangan Emas Vietnam dari Kacamata Penerapan Strategi Sun Tzi

30 November 2021   10:26 Diperbarui: 30 November 2021   10:50 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source:https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Dien_Bien_Phu

“Pretend inferiority and encourage his arrogance.” 

― Sun Tzi, The Art of War

 

Mengingat perang Vietnam, seringkali terbesit dalam pikiran kita bahwa keunggulan Vietnam (Viet Minh) sebagai sebuah negara kecil yang dapat menghadapi negara super power seperti Amerika Serikat adalah yang paling berkesan (1 Nov 1955 – 30 Apr 1975). Tak dipungkiri jika hal tersebut masih menyisakan aib bagi AS, karena dengan getir harus menerima kekalahannya dengan tabah. Nampaknya AS tidak belajar dari pengalaman, sebab pada realitanya kemenangan Vietnam dalam lika liku peperangan Indochina ini bukanlah untuk yang pertama kalinya, dikarenakan sebelum menghadapi AS, Vietnam telah lebih dulu mengalahkan Prancis dalam pertempuran yang disebut juga sebagai perang Dien Bien Phu (13 Maret – 7 Mei 1954).

Dalam membahas kemenangan atas peperangan tentunya tak luput dari pembicaraan penting mengenai strategi. Persepsi mengenai strategi ini memiliki berbagai penafsiran berbeda, namun pada hakikatnya ialah suatu upaya ataupun kiat-kiat cara yang dilakukan dalam mencapai tujuan tertentu. Perkembangan zaman tentunya mengantarkan kita pada kedinamisan pola pikir, walaupun demikian suatu hal yang semakin canggih ini tetap tidak bisa menghilangkan ekstitensi keindahan pada pemikiran klasik. Penilaian tersebut bukanlah tanpa alasan, sebab halnya pemikiran klasik adalah bak potongan puzzle yang digabungkan agar dapat membentuk suatu pemikiran baru, hal inilah yang dimaksud sebagai penyempurnaan.

Keabadian The Art of War dapat dikonfirmasi oleh fakta bahwa baik Qin Shihuang maupun Mao Zedong menggunakan strategi Sun Tzi untuk mengalahkan musuh-musuh mereka (Griffith, 1963); Yang pertama pada tahun 221 SM untuk menjadi kaisar pertama Cina dan yang terakhir lebih dari dua ribu tahun kemudian, pada tahun 1949, untuk menjadi Ketua pertama Republik Rakyat. Selain Qin Shihuang dan Mao, para pemimpin Asia lainnya yang telah menerapkan prinsip-prinsip Sun Tzi termasuk Isoroku Yamamoto dalam penaklukan Malaya, Vo Nguyen Giap selama pertempuran Dien Bien Phu dan para pemimpin Viet cong selama Perang Vietnam (LOI & TEO , 1998). Di Barat, tulisan-tulisan Sun Tzi telah (diterjemahkan sejak lebih dari dua ratus tahun yang lalu oleh seorang misionaris Perancis) yang mempengaruhi Napoleon, Perang Dunia II staf umum Jerman serta komando tinggi Badai Gurun (Sawyer, 1994).

Pemikiran klasik yang hadir dalam buku “The Art Of War” yang dikenal juga sebagai “Strategi Perang Sun Tzi”  adalah salah satu dari berbagai macam strategi militer yang masih relevan menjadi patokan hingga saat ini (Fawzia & Wardhani , 2020). Sun Tzi yang telah banyak menginspirasi banyak orang dengan berbagai filosofis strategis inilah yang menjadi patokkan penulis dalam mengkaji korelasi antara kemenangan Vietnam dalam pertempuran Dien Bien Phu dengan bagaimana jika memakai kacamata persepsi strategi militer klasik milik  “The Art Of War” tersebut yang lalu dicerminkan dalam pengimplementasian strategi yang telah digencarkan oleh Viet Minh itu sendiri dalam menghadapi Prancis pada kala itu.

“Knowing the enemy enables you to take the offensive, knowing yourself enables you to stand on the defensive.” ― Sun Tzi, The Art of War

Perang Indochina merupakan sebuah titik nyala dari adanya Perang Dingin yang menyematkan Prancis yang berjuang untuk bangkit Kembali dalam menentang kemerdekaan Vietnam. Pada akhir 1953 Prancis mendirikan pangkalan di Dien Bien Phu, hal tersebut adalah upaya terakhir yang mereka lakukan untuk memikat Viet Minh ke dalam pertempuran klimaks. Namun naas, sebab pada akhirnya strategi mereka menjadi bumerang untuknya sendiri, dan Vietnam nyatanya memberikan kekalahan telak pada Prancis dalam Pertempuran Dien Bien Phu. Tentunya hal ini menggeser keseimbangan kekuatan di Indochina dan meletakkan alasan dasar bagi Masuknya Amerika dalam skala penuh ke dalam Perang Vietnam sepuluh tahun kemudian (Johnsen, 2019).

Pertempuran Dien Bien Phu ataupun (Chiến dịch iện Biên Ph) adalah bab terakhir dari Perang Indochina Pertama antara Prancis dan Viet Minh. Kronologi terjadinya perang ini bermula dari Viet Minh yang dipimpin oleh Jenderal Vo Nguyen Giap, tengah memiliki ambisi besar untuk mencapai Laos. Mengetahui hal ini, Prancis mulai merencanakan strategi untuk menghentikan pawai mereka dengan mendirikan pangkalan pertahanan di Dien Bien Phu, yakni sebuah daerah di Vietnam utara. Di sebuah desa terpencil di barat laut Vietnam yang berbatasan dengan Laos dengan menggunakan strategi lapangan terbang, Prancis  berharap dapat memikat Viet Minh menjadi penentu pertempuran sehingga dapat memusnahkan mereka dengan menggunakan kekuatan udara dan artileri yang unggul. Operasi ini disebut sebagai “Operasi Caster”. Melalui operasi besar ini, Prancis memperkirakan tentara Viet Minh akan dengan mudah terprovokasi sehingga dapat dihancurkan dalam sekejap. Meski lokasinya sangat terbuka untuk serangan artileri, medan di sekitar pangkalan membuat perwira militer Prancis yakin akan mampu mengalahkan pasukan Vo Nguyen Giap dengan mudah. Prancis dengan dukungan dari Amerika Serikat yang telah bersedia membayar sekitar 80% biaya perang, serta mendapatkan bantuan lainnya dari pemerintahan Eisenhower yang juga diam-diam memasok garnisun dengan pesawat militer yang disamarkan sebagai pesawat sipil, juga pilot Amerika menerbangkan banyak DND dan jalur suplai bahan bakar, tentunya cukup merasa diuntungkan.

Prancis yang kala itu dengan berani membangun delapan pangkalan pertahanan dengan posisi pertahanan yang sangat terbuka, tentu saja membuat Jenderal Vo Nguyen Giap  semakin percaya diri, Sehingga ia segera memerintahkan semua prajuritnya untuk segera mengambil berbagai jenis artileri yang dikirim dari sekutu kuatnya yakni Cina. Setelah  melalui perjalanan panjang, pasukan Viet Minh akhirnya berhasil menyembunyikan artileri lapangan dari pandangan para pesawat Prancis. Medan yang berat dan terjal tidak menjadi halangan mereka dalam menempatkan senjata tersebut di posisi yang strategis. Dengan demikian keberadaannya tidak akan pernah diperhatikan oleh prajurit Prancis.

Pertempuran tersebut akhirnya pecah pada sore hari di tanggal 13 Maret 1954. Yang mana terdapat ribuan tentara Viet Minh menyerbu kehadiran Prancis di Beatrice, di mana terdapat sebagian besar pertahanan Prancis adalah pasukan Legiun Asing yang cukup tersohor. Serangan tersebut difasilitasi oleh tembakan artileri di pangkalan pertahanan Legiun Asing Prancis. Beatrice ditangkap dalam dua hari, menewaskan 500 legiun asing, sementara Viet Minh kehilangan 600 pasukannya. Serangan terhadap berbagai pangkalan pertahanan Prancis lainnya terus berlanjut, mereka jatuh satu per satu ke tangan Viet Minh, sementara artileri Prancis bersiap untuk memblokir pergerakan pasukan Jenderal Vo Nguyen Giap yang tidak dapat lagi menembak dikarenakan kekurangannya amunisi yang tersedia.

Tidak ingin Dien Bien Phu jatuh dengan mudah, Prancis segera mencari cara untuk bertahan sehingga pada akhirnya harus mengerahkan pasukan terjun payung untuk meningkatkan jumlah mereka, hal tersebut didukung oleh kepemimpinan pusat di Saigon yang juga segera mengirim bala bantuan darat demi mengumpulkan rekan-rekan mereka yang terkepung. Dengan medan darat yang terjal dengan harus menempuh Jarak yang  jauh sementara api yang berkobar tak henti-hentinya menambah keos suasana apalagi asapnya yang dapat menghalau pandangan dari udara membuat dukungan udara menjadi sangat sulit. Hal ini tentunya menjadi sebuah keuntungan bagi pasukan Viet Minh karena membuat banyak amunisi dan kebutuhan logistik lainnya justru jatuh ke tangan pasukan Viet Minh. Tidak semua korban luka dapat diangkut karena tembakan artileri besar-besaran Viet Minh di lapangan terbang.

La France di Dien Bien Phu dalam kurun waktu 1 bulan 3 minggu, sebanyak tujuh pangkalan pertahanan Prancis akhirnya berhasil direbut oleh pasukan Viet Minh. Hanya Benteng Isabelle yang saat itu tersisa, yang juga saat itu sedang terseok-seok. Sehingga Pada tanggal 1 Mei 1954, Viet Mint melancarkan serangan malam. Tanpa diduga, Viet Minh mulai menggunakan sistem peluncuran roket Katyusha yang dikirim oleh sekutu kuat lainnya yakni Uni Soviet. Meskipun perlawanan pihak Prancis cukup besar, banyaknya tentara yang terluka dan tewas dalam serangan itu tak dapat terhindarkan. Kemudian Perang tersebut membuat tentara Prancis semakin terdesak.

Akibatnya pada enam hari kemudian, Vo Nguyen Giap melancarkan serangan besar-besaran dengan mengerahkan sebanyak 25.000 tentara melawan 3.000 tentara Prancis. Komandan Dien Bien Phu, yaitu Castries yang telah memahami bahwa pasukannya akan segera dikalahkan membuat ia segera menyampaikan pengumuman terakhir sebelum menyerah melalui radio kepada markas Prancis yang berbasis di Hanoi, ia berbicara kepada Mayor Jenderal René Cogny. Setelahnya ia mendapatkan respon yang sungguh patriotik:

 “You will fight to the end. There is no question about raising the white flag over Dien Bien Phu after your heroic resistance.” ― Major General René Cogny,    (TRIP HISTORIC, n.d.).

Menjelang tengah malam, hampir semua posisi yang sebelumnya dikuasai Prancis telah jatuh ke tangan Viet Minh. Jarak antara markas komando dan pangkalan depan sangat kecil. Kondisi ini memaksa de Castries mengambil keputusan yang sulit, yaitu menyerah. Tidak ada  personel yang  melarikan diri sampai pusat komando jatuh ke tangan Viet Minh. Melalui Suasana tersebut mewakili akhir dari ambisi Prancis di Indochina, kemenangan Viet Minh terbukti menginspirasi gerakan kemerdekaan di tempat lain terutama di Aljazair Prancis, Prancis menderita 9000 kerugian di antaranya sedikitnya 2.200 anggota dari 16.000 tentara Prancis tewas dalam pertempuran itu. Dari sekitar 50.000 hingga 100.000 Viet Minh yang terlibat, diperkirakan  8.000 tewas dan 15.000  lainnya terluka. Ditambah lagi De Castries dan 11.721 tentara Prancis lainnya resmi menjadi tawanan perang.

Dengan begitu, jika menilik dari kacamata penerapan strategi Sun Tzi dalam mengkaji kemenangan Vietnam pada pertempuran Dien Bien Phu, dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip yang terdapat pada The Art Of War. Yakni melalui prinsip pertama, “Penilaian”. Dalam prinsip penilaian tersebut Sun Tzi menjelaskan bagaimana cara menilai hasil dalam pertempuran yang dibagi menjadi 5 elemen, yaitu;

  • Jalan, menjelaskan mengenai adanya keselarasan antara persepsi maupun sasaran dengan pemimpinnya, hal tersebut dapat diartikan sebagai hubungan yang terjalin diantara pasukan dan komandan
  • Iklim, menjelaskan mengenai perubahan kondisi alam, missalnya pergantian kondisi cuaca yang memuat kondisi musim yang sedang atau yang akan dialami dalam pertempuran
  • Medan, menjelaskan mengenai keterjangkauan yang memuat jarak termasuk kondisi jalan yang akan dilalui; apakah dapat menyokong pergerakkan pasukan atau sebaliknya
  • Komando, menjelaskan mengenai kualitas atau kapasitas dari kepemimpinan pasukan
  • Aturan, menjelaskan mengenai bagaimana pengoorganisasian pasukan; seperti wewenang dan tugas ataupun kewajiban, serta urusan logistik.

Sehingga menurut Sun Tzi bagi siapa yang menguasai kelima hal tersebut, pihaknya akan lebih mampu memenangkan suatu pertempuran atau bahkan suatu peperangan (Yonathan, J, & K, 2021). Lantas pada akhirnya dalam mengamati kronologi pertempuran yang terjadi antara pasukan Vietnam dengan pasukan Prancis di Dien Bien Phu ini, kita dapat melihat bahwasanya pasukan Viet Minh lebih unggul dalam kelima elemen menurut apa yang dituturkan oleh Sun Tzi dalam “The Art Of War” miliknya tersebut.

Daftar Pustaka

Fawzia, U., & Wardhani , B. L. (2020). Identifikasi Strategi Militer “The Art of War” pada Strategi Bisnis Netflix . Cakra Studi Global Strategis UNAIR Vol.14, No.01, 143-160.

Griffith, S. B. (1963). Sun Tzu The Art of War; Translate and with an Introduction. Oxford: Oxford University Press; Reissue edition.

Sawyer, R. D. (1994). Sun Tzu Art Of War; Translated, With a Histrorical Introduction. New York: Barnes & Noble, Incorporated .

LOI, S. L., & TEO , J. C. (1998). Sun Zi’s “The Art of War”: Applications for the Classroom. New Horizons in Education; The Journal of Education Hong Kong Teachers' Association (HKTA), 79.

Johnsen, G. (Director). (2019). The Battle of Dien Bien Phu (ft. Overly Sarcastic Productions) | Animated History [Motion Picture].https://www.youtube.com/watch?v=vAVYfh2_GTE&t=780s&ab_channel=TheArmchairHistorian

TRIP HISTORIC. (n.d.). THE BATTLE OF DIEN BIEN PHU. Retrieved from Sky History: https://www.history.co.uk/article/the-battle-of-dien-bien-phu

Pertempuran Dien Bien Phu . (n.d.). Retrieved from P2K UM Surabaya: http://p2k.um-surabaya.ac.id/id4/2-3045-2942/Pertempuran-Dien-Bien-Phu_186721_stiewidyadarma_p2k-um-surabaya.html

Yonathan, N., J, F., & K, M. C. (Directors). (2021). Seni Perang Sun Tzu & Analisis Strategi Militer Terbaik Jerman di Perang Dunia 2 (P1) [Motion Picture]. https://www.youtube.com/watch?v=5gwCLw2V8Pk&ab_channel=InspectHistory

https://www.youtube.com/watch?v=uE8DS1E0RE8&ab_channel=DIKTATORMUDA

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun