Jika ketiga kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, orang bisa terjebak dalam perasaan kesepian, terisolasi dan merasa tak berdaya. Menurut Erich Fromm, untuk mengatasi perasaan tersebut, ada tiga kecenderungan yang akan dilakukan individu yaitu:
 1. Otoritarianisme (authorianism): Menyerahkan kemandiriannya sebagai individu kepada kekuatan di luar dirinya. Misalnya merasa dirinya adalah orang betawi, yang tidak perlu mudik lebaran (padahal sebenarnya dia adalah orang jawa).
2. Perusakan (destructiveness): Mencari kekuatan namun bukan dengan cara membangun hubungan dengan pihak luar, tetapi melalui usaha membalas/merusak kekuatan orang lain, dan individu. Misalnya mengatakan bahwa "orang mudik itu bodoh"
3. Penyesuaian (conformity): Penyerahan individualitas dan menjadi apa saja yang diinginkan kekuatan dari luar. Individu menjadi seperti robot yang tidak punya keinginan sendiri.
Dengan kata lain, orang yang tidak mudik lebaran, karena banyak faktor penyebabnya, justru harus berjuang lebih berat dibanding para pemudik. Mereka harus berjuang keras untuk mengatasi kerinduan kembali ke 'kebudayaan asalnya', ditambah dengan perasaan kesepian, terisolasi dan tidak berdaya karena tidak bisa mudik. Belum lagi kecemburuan terpendam saat menyaksikan kehebohan yang dipertontonkan saat mudik lebaran.
Paparan Erich Formm membuka mata kita bahwa tradisi mudik lebaran bukan sekedar euforia sesaat, tapi juga menjelaskan arti pentingnya 'kebudayaan asal' bagi setiap individu. Jika itu dicabut dari dirinya, akan menyebabkan individu mengalami alienasi dan keterpisahan dari kebudayaannya.
"Tak Mudik Lebaran itu Berat, Cukup Aku Aja".
Selamat mudik lebaran, selamat berbahagia, Lestarikan Kebudayaan Lokal..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H