1. Bayangkan bagaimana cara masyarakat jaman dulu, di abad ke-9 M yang nota bene belum mengenal crane, untuk membangun candi setinggi itu?
2. Bayangkan berapa besar dana yang dibutuhkan untuk membangun kompleks percandian seluas 722 meter persegi, berisi 224 candi?
3. Bayangkan berapa besar pengorbanan yang telah dicurahkan oleh rakyatnya untuk membangun sebuah simbol kejayaan seorang raja?
Pertanyaan di atas akan menghasilkan jawaban, bukan hanya dari Arkeolog saja tapi juga dari berbagai disiplin ilmu, antara lain: Teknik sipil, Arsitektur, Desain Grafis, Ekonomi, Ilmu Kesejahteraan masyarakat, Ilmu Pemerintahan, Antropologi, Sejarah, Sosial dan lain lain.
Jawaban itulah yang sejatinya perlu kita pahami, untuk mengetahui bagaimana kompleksnya kegiatan untuk membangun sebuah candi di masa itu. Dari ketiga pertanyaan di atas, paling tidak bisa menghadirkan kisah tentang kehidupan sosial ekonomi, teknologi, dan ketatanegaraan di masa itu.
Kisah tersebut akan menjadi pelajaran yang bisa digunakan dalam konteks kehidupan masa sekarang. Yang baik dijadikan sebagai acuan, yang buruk dijadikan sebagai pelajaran agar tidak terulang kembali.
Dengan demikian Arkeologi menjadi sebuah ilmu yang menjadi trigger (pemicu) bagi berkembangnya disiplin ilmu lainnya, yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat di jaman sekarang ini. Tak salah bila Arkeolog mempunyai slogan, The Past is Our Future. Dengan memahami masa lalu, kita bisa menata masa depan kita."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H