Tanggal 28 Juni 2014, tepat sehari sebelum puasa Ramadan tahun itu dimulai, saya sedang berada di pelabuhan Merak pada pagi buta, menunggu kapal yang menuju Bakauheni. Dengan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh teman saya di Kalianda, beberapa jam kemudian akhirnya saya pun sampai di pasar Kalianda, Lampung sekitar pukul 09.00.Â
Teman saya, Yuni, yang telah menunggu di pasar Kalianda menanyakan tujuan kedatangan saya kala itu, saya pun menjawab, "Terserah kemana saja boleh, soalnya ini pertama kalinya saya ke Lampung. Diajak nongkrong di pasar juga boleh".Â
Akhirnya, saya dan Yuni pergi ke dermaga pantai Boom yang juga merupakan Pusat Pelelangan Ikan di Kalianda. Sayangnya, kala itu PPI sedang sepi karena esok hari adalah puasa Ramadan pertama. "Semuanya lagi siap-siap di rumah, ndah. Yang belanja udah dari tadi pagi. Kamu sih aneh banget orang mau puasa malah keluyuran,". Yahhh, begitulah memang kerandoman saya di kala suntuk datang.Â
Setelah itu, kami pun menuju ke dermaga Canti yang merupakan tempat penyeberangan menuju Krakatau. "Emang bisa langsung menyebrang ke Krakatau dari sini?" tanyaku.
Dia menjawab, "Enggak lah, biasanya pada transit dulu di pulau Sebesi. Kalau yang langsung itu yang udah sewa kapal terlebih dahulu. Biasanya sih ramai, tapi gak tahu deh kalau weekend ini, bertepatan sama puasa hari pertama sih". Setelah mendapat penjelasan tersebut, saya pun memutuskan untuk hanya mengambil beberapa foto aktivitas orang di sana.
Ketika sampai di dermaga Canti, kami menemukan bahwa tempat tersebut sangat sepi dan bahkan tidak ada warung yang buka. Namun, setelah beberapa menit sampai di sana, kami melihat wajah seorang pria yang cukup dikenal di kejauhan. Ketika mendekat, dia langsung teriak-teriak, "Ngapain kalian disini???. hahahaha".Â
Ternyata dia adalah seorang teman dari Bandar Lampung bernama Desta yang sedang berencana akan menuju ke pulau Sebesi. Dia mengajak kami untuk ikut dengannya dan hendak mencoba menuju Krakatau. Ya, sama seperti saya, kawan saya yang satu ini juga sedang suntuk dan secara random dan impulsif memutuskan untuk kemping di pulau.Â
Setelah mempertimbangkan situasinya, saya langsung memutuskan untuk bergabung bersamanya. Saya meminta maaf pada teman saya Yuni karena tidak jadi menginap di rumahnya. Dia melepaskan kepergian kami berdua dengan pesan agar memberitahunya setelah sampai kembali di Kalianda, dan dia akan kembali untuk menjemput kami.
Setelah bolak-balik ke kapal pengangkut barang yang akan menuju ke pulau, akhirnya kami diizinkan untuk ikut menyeberang ke Pulau Sebesi. Tentu saja kami sangat senang sekali dan bersorak-sorai kegirangan. Perjalanan kapal selama 2 jam pun terasa cepat dan sekitar pukul 15.00 kapal akhirnya merapat di dermaga Pulau Sebesi. Kami langsung turun dan menjelajahi pantai untuk mencari tempat untuk memasang tenda dan makan siang.
Kami duduk sejenak di pantai Pulau Sebesi yang sepi dari pengunjung dan merasakan kedamaian yang luar biasa. Di pantai yang sepi ini, kami bisa berguling-guling, koprol, atau berteriak-teriak sampai puas. Toh, tidak ada yang mendengar kami, hehehehe. Suntuk pun langsung menghilang ditelan deburan ombak.
Malam itu menjelang magrib, saya bersama dua teman menuju ke masjid desa. Tiba di sana, saya terkejut melihat mesjid yang penuh sesak dengan orang. Ketika penasaran dan bertanya-tanya apa yang terjadi, salah satu pengurus mesjid menjelaskan bahwa malam itu adalah malam pertama tarawih, dan di desa tersebut dilakukan tradisi "Megengan", yaitu tukar menukar makanan di malam pertama tarawih. Makanan dikumpulkan sebelum salat magrib dan dibagikan kembali usai salat isya.
Alhamdulillah, beberapa pengurus mesjid mengenali kami sebagai tamu dari luar pulau, lalu memberikan beberapa kantong makanan berisi ketupat dan semur ayam. Bahkan, kami dipersilakan menginap di perpustakaan mesjid. Alhamdulillah, sungguh nikmat yang luar biasa. Malam itu kami bergabung dengan beberapa anak untuk memukul beduk dan membangunkan sahur.
Saya merasa begitu terkesan dengan kenangan puasa Ramadan pertama di pulau Sebesi. Meskipun sedang sepi wisatawan, kami bisa bersua dengan penduduk setempat dan merasakan kehangatan mereka sambil menikmati makanan yang dibagikan bersama-sama. Sungguh, nikmat Allah SWT yang mana lagi yang akan kau dustakan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H