Malam masih setia berwarna pekat ketika kami sampai di Pondok Belerang, berbeda dengan kunjunganku sebelumnya di awal tahun 2011 yang sangat empot-empotan melalui jalur menanjak dari Pos Paltuding, kali ini meskipun terkendala mata mengantuk, tetapi terasa lebih adaptatif terhadap trek pendakian. Kalau kemarin dapet nilai D sekarang udah naik jadi BC lah, hehe. Kami terus melanjutkan perjalanan, berharap gelap masih bersahabat ketika sampai di bibir kawah supaya tidak melewatkan fenomena Kawah Ijen; the blue fire.
Benar saja, kami kembali menuai peruntungan melihat keindahan si api biru yang natural muncul di dinding kawah. Beberapa teman termasuk aku rela berlama-lama berjibaku dengan hawa dingin dan pekat aroma belerang, mengokang kamera mencoba mengabadikan blue fire dalam mode long eksposure, tentu saja dengan bantuan tripod. Beberapa teman yang lain mencari celah batu untuk berlindung dari dingin dan tiupan angin. Ketika memasuki waktu subuh, kembali menjadi perjuangan yang cukup berat untuk berdiri melakukan ibadah di posisi kemiringan batu dan harus bertahan dari terpaan angin. Tetapi aku pribadi selalu menganggapnya sebagai sebuah nikmat; bersujud di belantara alam yang istimewa.
Ijen Crater berada di titik ketinggian 2.368 mdpl, merupakan salah satu puncak dari rangkaian gunung berapi yang berada di Jawa Timur. Diameter kawahnya berada pada kisaran 600-960 meter dengan kedalaman 200 meter. Tingkat keasaman pada angka ph 0.5 menjadikan Kawah Ijen sebagai danau terasam di dunia yang mampu melarutkan tubuh manusia. Sementara suhu kawah bisa mencapai 200 derajat celcius. Dan ketika terang merambat, ketakutan terhadap angka-angka yang menyeramkan ini berubah menjadi untaian tasbih penuh haru atas keindahan yang terhampar di depan mata. Hijau tosca yang mengepulkan asap berbatas dinding batuan kawah berwarna putih kekuningan dengan eksotika efek vegetasi terbakar, serta pemandangan yang menyajikan puncak-puncak tertinggi menjulang di kejauhan. Gunung Ranti yang 'terasa' paling dekat merupakan salah satu puncak dalam satu kaldera yang diklaim terbesar di Pulau Jawa membentang sejauh 20 km. Pelabuhan ketapang dan Selat Bali juga menawarkan pemandangan indah dilihat di titik ketinggian Ijen.
Pejuang hidup para penambang belerang. Mereka adalah sepasukan sederhana yang mampu bertahan dengan kerasnya kehidupan. Berjuang memikul belerang hampir hitungan kwintal untuk sekedar rupiah yang juga hampir tidak bernilai dari dinding kawah ijen, menyusuri jalur yang tidak bisa dibilang mulus, sementara bahaya racun belerang selalu mengintai. Perasaan terenyuh sekaligus takjub kusimpan dalam setiap senyum ketika berpapasan dengan mereka. Tak mengapa mengikhaskan beberapa ribu rupiah membeli cindera mata bernuansa kuning untuk sekedar menghargai jasa beliau-beliau ini.
Belum puas rasanya mengagumi kecantikan ciptaanNya, kami sudah harus berkemas karena teman-teman yang datang dari Jakarta sudah terikat janji dengan masinis kereta untuk berangkat sore hari dari stasiun Pasar Turi Surabaya. Sementara kami masih membutuhkan waktu setidaknya 6 jam perjalanan menuju Surabaya. Kukemasi peralatan perang fotografi, melipat tripod bersama sebentuk senyum kelegaan menuntaskan semua kunjungan. Sepaket rasa syukur untuk seluruh kebaikanNya; atas pemandangan indah tanpa kabut, kesempatan mendaki tanpa dibayangi ketakutan akan status gunung, cuaca bersahabat sepanjang perjalanan, dan yang lebih penting dari semua itu adalah keselamatan seluruh peserta. Semoga kembali dipertemukan dalam jalinan silaturahim dan trip hore berikutnya. Sayonara!