Mohon tunggu...
Endah Lestariati
Endah Lestariati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang banci kolam [renang] yang sedang butuh vitamin K; Kamuuuuuuuuuu

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Baluran-Ijen, dari Savana ala Afrika Hingga Menjemput Asa si Hijau Tosca

24 September 2013   15:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:27 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bekol go gold

Gilimanuk, pelabuhan di sisi Barat Pulau Bali. Rombongan dua Elf menanti saat penyeberangan Selat Bali menuju Pulau Jawa, setelah kunjungan singkat kami di sepotong bagian Taman Nasional Bali Barat; Pulau Menjangan. Tanpa birokrasi yang beribet seperti kedatangan kami di tiga perempat hari waktu sebelumnya. Mulus tanpa pungli, padahal sudah prepare kata-kata diplomatis kalau-kalau ketemu dengan para penggiat pungutan liar sepanjang portal pelabuhan. Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk pada malam hari memang sarat 'pemalakan', begitu juga arah sebaliknya. Tetapi di waktu siang cukup tertib dengan pemeriksaan KTP yang konsisten diadakan sejak peristiwa Bom Bali 2002.

1380009864242388893
1380009864242388893
Gate TN Baluran

Di atas kapal ferry, aku dan teman-teman memanfaatkan waktu untuk meng-qhosor sujud Dzuhur dan Ashar. Beberapa yang sudah tidak kuasa menahan lapar, merelakan uangnya untuk membayar mahal harga satu cup popmie. Selepas ferry merapat daratan Timur Pulau Jawa, menuntaskan administrasi dan birokrasi, kami bergegas melucur menuju Taman Nasional Baluran. Dua elf berbagi tugas, rombongan 1 berdinas membeli nasi bungkus untuk keperluan makan seluruh anggota team. Karena keasyikan mengejar target destinasi, kelemahan kami jadi sedikit mengabaikan waktu makan. Saya sok-sokan anak bawang memandu temen-temen rombongan elf 2 yang berangkat terlebih dahulu menuju TN Baluran karena terjobdesk membeli tiket. Waktu sudah jauh melewati pukul 14.00 WIB. Tapi setidaknya, kami hemat satu jam, karena melewati zona perbedaan waktu antara WIB dan WITA.

1380002938403560408
1380002938403560408
Feels like Africa

Tiket sudah di tangan, makan siang mengemper di area ticketing TN Baluran yang sarat keakraban pun selesai ditunaikan. Seru. Ceria. Semua menikmati kebersamaan. Rombongan kami pun segera melintas akses utama yang membelah TN Baluran, jalur yang menghubungkan Batangan-Bekol sejauh 12 km dengan waktu tempuh hampir setengah jam karena medan yang dilalui tanpa perkerasan. Vegetasi terasa jauh lebih rapat dibanding kunjunganku Bulan November lalu, saat musim kemarau mencapai puncaknya; episode kering meranggasnya akasiayang eksotis. Gunung Baluran menjulang gagah tertimpa matahari sore. Memasuki savana Bekol, padang rumput membentang sejauh mata memandang, kembali menyuguhkan pemandangan yang berbeda dengan savana kering musim kemarau, tentu saja masing-masing memiliki pesona tersendiri.

13800078121127497197
13800078121127497197
Bekol go green

1380008379290062081
1380008379290062081
bersama jejeran tengkorak kerbau liar

Semua orang seperti terdorong mencumbu dan berguling di hamparan ilalang, The Java with taste of Africa. Eksistensi kerangka kerbau liar yang lebih mirip fosil juga cukup menarik untuk menjadi bagian dari komposisi bernarsis ria. Beberapa wisma berdiri di area Bekol siap menampung pengunjung dengan sistem booking jauh hari sebelum kunjungan. Sementara kami sengaja mengadakan Trip TN Baluran tanpa mengagendakan kegiatan menginap. Jika ada waktu berlebih, tentu saja menyenangkan sekedar menaiki gardu pandang di area Bekol, menggoda burung-burung merak di area wisma, atau barangkali bertemu banteng; satwa sang maestro TN Baluran. Waktu kembali tidak terlalu bersahabat untuk kami berlama-lama. Pesisir Timur yang masih menjadi bagian kawasan konservasi ini mengundang penasaran teman-teman untuk mencumbu riak tenang ombaknya. Beruntung kami sempat menyaksikan sekumpulan rusa liar melintas di perjalanan 3km menuju Pantai Bama.

1380008132323175154
1380008132323175154
bukti nyata eksistensi

138000824186548218
138000824186548218
mulai bertingkah

The Sunrise of Java, gelar bagi Pantai Bama sebagai pesisir paling Timur di Pulau Jawa. Kembali disayangkan karena kami berkunjung di waktu yang kurang tepat; sore hari. Matahari tertutup mendung meski tidak menurunkan hujan. Tetapi keindahan bebatuan granit yang menyusun bibir pantai cukup membuat kami menghabiskan sesi curhat featuring bulian hingga petang. Beberapa resort yang menghadap ke arah timur cukup ramai dengan kumpulan pengunjung. Seperti wisma di Savana Bekol, resort/ penginapan di Pantai Bama juga bisa dipesan jauh hari sebelumnya. Keterbatasan wisma penampung inilah yang mengharuskan wisatawan/ peneliti yang ingin menginap harus mempersiapkan kunjungan sebaik-baiknya, terutama karena pihak pengelola TN Baluran tidak sembarangan mengeluarkan izin pengunjung untuk mendirikan tenda.

13800111171218688367
13800111171218688367
pasukan rusa satwa penghuni TN Baluran

13800087331673041521
13800087331673041521
pantai bama sisi berbatu granit

13800089501299575461
13800089501299575461
Pantai Bama view mengarah mangrove

138001258827993658
138001258827993658
curhat session

Dua elf kami kembali melaju melintas jalur Banyuwangi-Situbondo, setelah menyelesaikan sholat jamak di area Batangan Visitor Center sekembali dari Pantai Bama. Kawah ijen menjadi impian rombongan trip hore ini untuk dijamah. Seorang kawan memutuskan untuk berpisah dari rombongan dan harus kembali ke arah Bali, namun terpaksa mengikuti jalur kami hingga Situbondo untuk mempermudah mendapatkan transportasi penyeberangan karena waktu sudah terlampau larut. Dua supir elf kami yang terpercaya begitu berdedikasi mencarikan travel untuk mengangkut perjalanan teman kami. Bisa saja sebenarnya dari Baluran kami mengambil arah Kota Banyuwangi (termasuk melewati pelabuhan Ketapang), lalu mengambil jalan ke arah Jambu/ Licin mengikuti jalur transportasi truk pengangkut belerang hingga Paltuding. Namun dua sopir elf kami tidak berani mengambil resiko melewati tanjakan-tanjakan berat, medan makadam serta melintas belantara tanpa LPJU (lampu penerangan jalan umum) sehingga lebih memilih jalur memutar melewati kota Situbondo. Dari Situbondo, kami masih terus menuju Bondowoso. Teman-teman mulai dilanda rasa lapar. Kami sempat berhenti di warung makan kecil yang masih eksis ketika waktu sudah hampir menunjuk tengah malam.

1380009790288754939
1380009790288754939
di bibir kawah ijen

Sampai di pertigaan Tapen, mengambil arah ke Sempol. Beberapa kali kami melewati pos jaga PTPN, membayar administrasi tanpa tiket (sekedar membuka portal) dan sempat tersesat karena sopir kami memilih arah ke kiri menuju air terjun Blawan, beliau melewatkan papan petunjuk ke arah kanan yang mengarah Paltuding. Si bapak supir pede aja gitu berpendirian akan tetap sampai paltuding via Blawan. Sampai ketika kami bertemu portal, beliau baru berkenan memutar elf menuju pertigaan Sempol yang sebenarnya sudah cukup jauh kami lalui. Perjalanan melewati desa Jampit, seandainya kami melaju di siang hari, tentu saja view bukit savana akan memanjakan mata. Semoga ada kesempatan kembali mengunjungi Ijen untuk Jampit dan Blawan.

Rasa berat pelupuk mata ternyata tidak melulu berhasil membuatku terlelap ketika meliuk di kursi depan elf. Tidak seperti perjalanan biasanya yang membuatku mudah memejamkan mata apapun moda transportasinya. Jalan berliku yang kami lalui rasanya seperti tak berujung.

1380010438391260731
1380010438391260731
the legend of blue fire

Pukul 02.00 dini hari. Kerlip kehidupan Paltuding melegakan perjalanan. Informasi simpang siur tentang status Gunung Ijen beberapa hari terakhir sempat meresahkan kami. Beruntung karena pendakian malam ini adalah pertama kalinya dibuka setelah beberapa waktu ditutup. Summit attack hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan dengan jalur yang cukup lebar. Logistik dan jaket tebal wajib hukumnya untuk bekal mendaki karena hawa dingin sudah sangat menusuk ketika sampai di Pos Paltuding.

13800104843205187
13800104843205187
dingin tak mengurangi senyum dan tawa kami

Malam masih setia berwarna pekat ketika kami sampai di Pondok Belerang, berbeda dengan kunjunganku sebelumnya di awal tahun 2011 yang sangat empot-empotan melalui jalur menanjak dari Pos Paltuding, kali ini meskipun terkendala mata mengantuk, tetapi terasa lebih adaptatif terhadap trek pendakian. Kalau kemarin dapet nilai D sekarang udah naik jadi BC lah, hehe. Kami terus melanjutkan perjalanan, berharap gelap masih bersahabat ketika sampai di bibir kawah supaya tidak melewatkan fenomena Kawah Ijen; the blue fire.

13800105771067068141
13800105771067068141
ijen tosca crater

Benar saja, kami kembali menuai peruntungan melihat keindahan si api biru yang natural muncul di dinding kawah. Beberapa teman termasuk aku rela berlama-lama berjibaku dengan hawa dingin dan pekat aroma belerang, mengokang kamera mencoba mengabadikan blue fire dalam mode long eksposure, tentu saja dengan bantuan tripod. Beberapa teman yang lain mencari celah batu untuk berlindung dari dingin dan tiupan angin. Ketika memasuki waktu subuh, kembali menjadi perjuangan yang cukup berat untuk berdiri melakukan ibadah di posisi kemiringan batu dan harus bertahan dari terpaan angin. Tetapi aku pribadi selalu menganggapnya sebagai sebuah nikmat; bersujud di belantara alam yang istimewa.

1380010636127009481
1380010636127009481
gunung ranti

Ijen Crater berada di titik ketinggian 2.368 mdpl, merupakan salah satu puncak dari rangkaian gunung berapi yang berada di Jawa Timur. Diameter kawahnya berada pada kisaran 600-960 meter dengan kedalaman 200 meter. Tingkat keasaman pada angka ph 0.5 menjadikan Kawah Ijen sebagai danau terasam di dunia yang mampu melarutkan tubuh manusia. Sementara suhu kawah bisa mencapai 200 derajat celcius. Dan ketika terang merambat, ketakutan terhadap angka-angka yang menyeramkan ini berubah menjadi untaian tasbih penuh haru atas keindahan yang terhampar di depan mata. Hijau tosca yang mengepulkan asap berbatas dinding batuan kawah berwarna putih kekuningan dengan eksotika efek vegetasi terbakar, serta pemandangan yang menyajikan puncak-puncak tertinggi menjulang di kejauhan. Gunung Ranti yang 'terasa' paling dekat merupakan salah satu puncak dalam satu kaldera yang diklaim terbesar di Pulau Jawa membentang sejauh 20 km. Pelabuhan ketapang dan Selat Bali juga menawarkan pemandangan indah dilihat di titik ketinggian Ijen.

1380011254627778135
1380011254627778135
lereng kawah

13800111941134612278
13800111941134612278
pejuang hidup penambang belerang

13800116061438714464
13800116061438714464
bongkahan sulfur

Pejuang hidup para penambang belerang. Mereka adalah sepasukan sederhana yang mampu bertahan dengan kerasnya kehidupan. Berjuang memikul belerang hampir hitungan kwintal untuk sekedar rupiah yang juga hampir tidak bernilai dari dinding kawah ijen, menyusuri jalur yang tidak bisa dibilang mulus, sementara bahaya racun belerang selalu mengintai. Perasaan terenyuh sekaligus takjub kusimpan dalam setiap senyum ketika berpapasan dengan mereka. Tak mengapa mengikhaskan beberapa ribu rupiah membeli cindera mata bernuansa kuning untuk sekedar menghargai jasa beliau-beliau ini.

Belum puas rasanya mengagumi kecantikan ciptaanNya, kami sudah harus berkemas karena teman-teman yang datang dari Jakarta sudah terikat janji dengan masinis kereta untuk berangkat sore hari dari stasiun Pasar Turi Surabaya. Sementara kami masih membutuhkan waktu setidaknya 6 jam perjalanan menuju Surabaya. Kukemasi peralatan perang fotografi, melipat tripod bersama sebentuk senyum kelegaan menuntaskan semua kunjungan. Sepaket rasa syukur untuk seluruh kebaikanNya; atas pemandangan indah tanpa kabut, kesempatan mendaki tanpa dibayangi ketakutan akan status gunung, cuaca bersahabat sepanjang perjalanan, dan yang lebih penting dari semua itu adalah keselamatan seluruh peserta. Semoga kembali dipertemukan dalam jalinan silaturahim dan trip hore berikutnya. Sayonara!

13800124861725511770
13800124861725511770
sebelum berpisah [caption id="attachment_268333" align="aligncenter" width="411" caption="Ilalang di Pos Batangan"]
1380002857137451715
1380002857137451715
[/caption]

Cerita Sebelumnya :

Pulau Menjangan Team Goes To Hore

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun