Kami sempat berhenti beristirahat di dekat Sendang Drajat, mata air yang sepertinya cukup 'Sakral' keberadaannya di Gunung Lawu. Menyapa ramah setiap pendaki yang melintas, menunggu giliran Sholat dan menikmati minuman hangat.
Kakiku melangkah mantap, menapak pijakan curam, turunan berbatu, yang tak henti-henti menyiksa persendian lutut. Arak-arak mega mengiring perjalanan, hamparan perbukitan membentuk komposisi refleksi biru Telaga Sarangan yang siap menjadi pelipur lelah perjalanan.
Tiba di pos 1, Cemoro Sewu, kumandang adzan Magrib terdengar dari pengeras suara desa di bawah sana. Aku semakin bersemangat melanjutkan langkah, menyambut jajan pentol sederhana dan segelas teh hangat yang terasa begitu istimewa, menjadi penawar lelah selepas mendaki. Dan perjalanan melarung rindu ini pun terpenuhi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H