ENDAH GITA ARIANTI
Mahasiswa Akuntansi FE Unissula
Sri Dewi Wahyundaru
( Email : sridewi@unissula.ac.id)
Di era revolusi industri 4.0 dengan perkembangan global yang sangat pesat, negara-negara di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia juga terus melakukan perombakan-perombakan diberbagai sistem. Salah satunya yakni sektor Ekonomi.
Landasan dari perekonomian yang berbasis industri yaitu :
Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1984
    Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Di Indonesia, revitalisasi industri manufaktur perlu dilakukan dengan disesuaikan dengan implementasi industri 4.0 dengan melalui peta jalan Making Indonesia 4.0 dengan tujuan untuk mencapai target menjadi 10 negara dengan perekonomian terbesar di dunia pada tahun 2030.Â
Mengapa industri manufaktur ? Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bahwa kontribusi manufaktur Indonesia mampu menembus 30% apabila dihitung mulai dari proses pra-produksi, produksi dan pasca-produksi.
"Paradigma industri manufaktur global, berdasarkan kesepakatan di World Economic Forum, proses produksi sebagai satu-kesatuan. Maka itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat produksi hanya di pabrik saja," tegasnya.
Salah satu upaya dari Menperin yaitu dengan fokus melakukan kegiatan litbang (penelitian dan pengembangan) sesuai kebutuhan lima sektor industri yang menjadi percontohan pada tahap awal penerapan industri 4.0 di Indonesia. Ada 24 UPT litbang yang bakal dipacu untuk mendukung lima sektor prioritas industri 4.0, yakni industri makanan dan minuman, kimia, tekstil, elektronik dan otomotif.Â
Menurut data, tahun 2017, industri makanan dan minuman mampu berkontribusi mencapai 34,33 atau lebih darisepertiga total nilai Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas nasional. Selanjutnya,realisasi investasi sektor industri makanan dan minuman pada tahun 2017 sebesar Rp38,54 triliun untukPMDN dan PMA di angka USD1,97 miliar. Selain itu, lanjut Ngakan, industri makanan dan minuman menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar serta banyak perusahaan di antaranya yang telah menerapkan otomatisasi sehingga lebih mudah meningkat ke penerapan industri 4.0.
Kemenperin juga telah menjajaki kerja sama dengan lembaga global untuk mengakselerasi penerapan industri 4.0 di Indonesia. Lembaga tersebut, antara lain Fraunhover IPK, The Boston Consulting Group (BCG) dan International Enterprise Singapore (ESG).Â
Kerja sama antara Kemenperin dan Fraunhover IPK sudah menghasilkan empat poin kesepakatan dalam upaya penguatan kerja sama di bidang litbang. Poin pertama, yaitu pengembangan detail rencana aksi untuk implementasi Making Indonesia 4.0 pada lima sektor industri prioritas. Kedua, merevitalisasi enam balai litbang di lingkungan Kemenperin untuk mendorong implementasi Making Indonesia 4.0 pada lima sektor industri prioritas. Poin ketiga, pengembangan program link and match antara politeknik di lingkungan Kemenperin dengan industri. Serta, keempat, pengembangan pusat inovasi dan kebijakan untuk meningkatkan kemampuan industri kecil dan menengah (IKM) dalam implementasi industri 4.0.
Kemenperin juga tengah melakukan penjajakan kerja sama dengan BCG untuk pembangunan model factory sebagai pusat inovasi berbasis industri 4.0.
Di samping itu, bersama ESG, Kemenperin sepakat membentuk working group (WG) industri makanan dan minuman yang terdiri dari Kemenperin, ESG, serta beberapa industri makanan dan minuman di Indonesia dan Singapura.
Pada kuartal pertama tahun 2018, industri pengolahan nonmigas masih memberikan kontribusi terbesar dengan mencapai 17,95 persen terhadap PDB nasional. Selain itu, industri pengolahan nonmigas mampu tumbuh sebesar 5,03 persen pada kuartal I/2018 atau meningkat dibanding periode yang sama tahun 2017 sekitar 4,80 persen.
Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah industri mesin dan perlengkapan sebesar 14,98 persen. Kemudian, sektor manufaktur  tumbuh di atas PDB nasional, industri makanan dan minuman yang menempati angka pertumbuhan hingga 12,70 persen, industri logam dasar 9,94 persen, industri tekstil dan pakaian jadi 7,53 persen, serta industri alat angkutan 6,33 persen.
Dari data-data tersebut diharapkan agar pemerintah terutama kemenperin saling bergandeng tangan bersama masyarakat dan para pembisnis besar terutama dibidang manufaktur, sehingga peta Jalan Making Indonesia 4.0 untuk membawa bangsa ini ke perekonomian terbesar 10 di dunia akan segera terealisasi dengan mudah. Dengan adanya hal tersebut, kita dituntut untuk menjadi masyarakat yang produktif dan kreatif bukan hanya konsumtif dan dijadikan pasar bagi negara-negara besar lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://galih-rizki95.blogspot.com/2015/06/undang-undang-perindustrian.html
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI