Dua kali disebut dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di dua kasus berbeda, Olly Dondokambey yang notabene adalah Bendahara Umum Partai Demokrasi Indonesia dan kini menjabat Gubernur Sulawesi Utara belum juga tersentuh jerat hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mulai dari kasus proyek pembangunan pusat olah raga di Bukit Hambalang hingga kasus korupsi yang lebih dahsyat lagi yakni korupsi proyek E-KTP, dakwaan JPU menyebutkan Dondokambey ikut menerima aliran dana korupsi dua proyek tersebut.
Dondokambey yang disebut dalam dakwaan JPU terkait kasus proyek pembangunan pusat olah raga di Bukit Hambalang dengan terdakwa mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor, menerima aliran dana proyek Hambalang senilai Rp 2,5 Milyar.
Dalam sidang pada Januari 2015 lalu sempat terungkap pengakuan Teuku Bagus Mohammad Noor bahwa perusahaannya pernah mengucurkan duit ke Olly Dondokambey sebesar Rp 2.5 Milyar. Terdakwa secara gamblang mengaku kepada majelis hakim dalam persidangan bahwa ada permintaan dan ada kwitansi dengan kode OD Â untuk Olly Dondokambey.
Namun hingga kini KPK belum mampu menyentuh Dondokambey meski terdapat fakta persidangan mengenai keterlibatannya dalam kasus tersebut.
Begitupun dengan kasus korupsi proyek E-KTP disebut pula dalam dakwaan JPU terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto bahwa Olly Dondokambey menerima aliran dana sebesar 1.2 juta dolar Amerika Serikat bersama dengan sejumlah anggota DPR RI lainnya. Dalam kaitan kasus ini juga Olly sempat diperiksa beberapa kali oleh KPK.
Namun dalam perkembangannya, KPK justeru menyasar mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto pada kasus E-KTP dengan menetapkannya sebagai tersangka. Masyarakat dibuat terkejut oleh KPK. "Kegaduhan" ini seolah menggeser perhatian publik ke arah tokoh yang sempat dikenal dengan kasus "Papa Minta Saham" ini. Setya Novanto pun melawan dan Partai Golkar meradang karena Ketua Umum mereka dijerat KPK sementara nama-nama politisi lain penerima aliran dana E-KTP belum disentuh KPK, termasuk Olly Dondokambey.
Lagi-lagi pentolan PDI-P ini lolos dari bidikan KPK. 'Kesaktian" Dondokambey memang membuat banyak kelangan menjadi pesimis kasus E-KTP bakal berlanjut.  Olly Dondokambey sendiri berulang kali membantah dirinya menerima aliran dana Hambalang maupun E-KTP. Sosok yang bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berhasil menempatkan PDI P sebagai partai pemenang Pemilu Legislatif pada 2014 lalu dan turut andil pula dalam menghantar Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia ini  sepertinya layak disebut 'The Untouchable Man."
Sebagai pengingat, pasca putusan terdakwa Kasus Hambalang  Teuku Bagus Muhammad Noor, (Ketua KPK waktu itu) Abraham Samad dengan tegas menyatakan kepada wartawan bahwa penetapan Olly Dondokambey sebagai tersangka tinggal menunggu penyelesaian administrasi untuk ditanda-tangani pimpinan KPK. Namun bukannya Olly Dondokambey yang jadi tersangka malahan Abraham Samad lah yang duluan dijadikan tersangka oleh Polisi terkait kasus pidana pemalsuan surat sewaktu dirinya belum menjabat Ketua KPK.
Menjadi sebuah pertanyaan besar, pada kasus Hambalang hampir seluruh nama-nama yang disebut menerima aliran dana proyek tersebut sudah diseret KPK ke penjara namun kenapa sosok Bendahara Umum dua periode di PDI Perjuangan ini tetap gak tersentuh?
Apakah KPK secara institusi takut kepada Olly Dondokambey atau PDI Perjuangan ?
Jawabannya ada pada latar belakang sejarah kapan KPK berdiri dan didirikan. Semua pasti tau KPK berdiri di era Megawati Soekarnoputri menjabat Presiden Republik Indonesia.
Semangat pemberantasan korupsi ketika itu begitu massif karena korupsi menjadi musuh bersama di era reformasi pasca tumbangnya orde baru.
KPK pun didirikan dan resmi berdiri pada tahun 2003. Instrumen Sumber Daya Manusia sebagai motor penggerak KPK sudah barang tentu penempatannya banyak ditentukan oleh penguasa.
PDI Perjuangan sebagai partai penguasa sudah pasti akan berusaha menempatkan sebagian besar orang-orangnya untuk menempati pos-pos strategis di semua tingkatan di dalam struktur kepengurusan KPK. Dan hingga kini sebagian besar penghuni gedung KPK adalah orang-orang lama. Banyak penyidik di KPK yang berasal dari Polri memilih bertahan di KPK, termasuk penyidik utama KPK Novel Baswedan, meski sempat ditarik oleh Mabes Polri. Praktis masih banyak muka lama di level bawah di KPK.
Orang-orang di level bawah dan menengah ini justeru yang menjadi ujung tombak KPK dan penentu dalam pengusutan kasus korupsi.
Hasil penyelidikan level bahwah ini lah yang menjadi acuan pimpinan KPK menetapkan seseorang menjadi tersangka. Sangat berasalan jika orang-orang ini disinyalir enggan menyentuh politisi PDI Perjuangan karena sebagai balas budi kepada oknum petinggi PDI Perjuangan yang menempatkan mereka di KPK.
So, beranikah KPK menyentuh 'The Untouchable Man" atau takut bernasib sama seperti Abraham Samad dan Antasari Azhar?
Sepertinya KPK mulai tertekan dan panik karena sejumlah Parpol termasuk partai penguasa begitu keras 'Melemahkan" KPK dengan Hak Angket makanya gak berani....Â
Akankah KPK dikubur oleh mereka yang memulai? kayaknya mirip sekali dengan lirik lagu : kau yang memulai dan kau yang mengakhiri...
Heintje Mandagie
Ketua Umum DPP Serikat Pers RI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H