[caption caption="Sumber: epiccareer.net"][/caption]Jika anak TK ditanya mengenai cita-citanya, tanpa perlu berpikir panjang mereka langsung memberikan jawabannya. Jawaban mereka sesuai dengan gambaran sosok yang melekat dalam benak mereka.Â
"Saya mau jadi Dokter!"
"Aku ingin jadi Pilot!"
"Aku mau jadi Polisi!"Â
Begitulah jawaban spontan mereka. Saat ditanya cita-cita, anak TK akan langsung membayangkan diri mereka seperti sosok idola mereka, dengan pakaian seragam tertentu yang mereka lihat dan ketahui.Â
Ketika SD, anak-anak pun masih bisa menjawab pertanyaan cita-cita dengan mudah, walaupun jawaban mereka sudah mulai ada unsur suka dan tidak suka terhadap pilihannya. Tidak seperti saat TK yang mana jawaban mereka hanya berdasarkan imajinasi, tanpa pernah memikirkan suka atau tidak terhadap bidang pekerjaan tersebut.
Memasuki usia SMP, jawaban mereka masih lumayan lancar ketika ditanya tentang cita-cita. Meskipun biasanya mereka mulai berpikir, melihat kemampuan yang mereka miliki. "Bisakah saya menjadi dokter? Menjadi insinyur?"
Saat duduk di bangku SMA, jawaban bisa menjadi berbeda. Ketika remaja ditanya cita-cita, kebanyakan dari mereka justru kebingungan. "Saya mau jadi apa ya?"
Cita-cita yang dulu mereka sebutkan ketika kecil, sekarang tidak lagi terasa seyakin saat mereka duduk di bangku TK. Bahkan, biasanya mereka memikirkan ulang akan cita-citanya. Kira-kira apa yang layak dan pantas buat mereka? Tidak lagi apa yang mereka mau. Karena ternyata, yang mereka cita-citakan saat TK tidak selamanya sejalan dengan perkembangan kemampuan, kapasitas, kompetensi, bahkan minat mereka.
Saat sudah masuk perguruan tinggi, para pelajar yang sudah menjadi mahasiswa justru banyak yang kebingungan dengan cita-cita mereka. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang sudah kuliah di universitas negeri ternama, masih belum yakin dengan cita-citanya. Belum yakin dengan pilihan jurusan yang mereka ambil.Â
Jadi, tidak bisa dipungkiri bahwa ada anak yang sejak kecil berprestasi, tetapi ketika di bangku kuliah justru mengalami banyak kendala dengan pendidikannya. Bukan karena mereka tidak mampu secara intelektual tetapi mereka mengalami hambatan yang sifatnya non-akademis. Mereka menjalani perkuliahan dengan berat dan penuh beban, karena mereka menjalani perkuliahan untuk bidang studi yang mungkin tidak mereka sukai.Â
Ada yang tetap berhasil, namun tentu saja dengan jerih payah yang luar biasa. Bahkan, yang cukup ironis, mereka berhasil menjadi sarjana namun tidak berminat untuk bekerja sesuai dengan jurusannya.
Saat Memulai Dari Nol
Saat lulus perguruan tinggi adalah saatnya memasuki dunia cita-cita masa kecil. Namun, pada kenyataannya justru menjadi saat-saat yang menegangkan bagi para lulusan perguruan tinggi. Mereka sepertinya harus mulai dari nol dalam menentukan pekerjaan. Bisa jadi pekerjaan pilihan mereka tidak lagi sama dengan cita-cita masa kecil mereka (terkecuali untuk lulusan sekolah kedinasan yang sudah pasti penyaluran bagi lulusannya).
Jadi, jangan heran kalau kita seringkali mendapatkan seseorang yang pekerjaannya berbeda dengan jurusan yang mereka tempuh saat di bangku kuliah. Misalnya, pegawai bank dengan latar belakang ilmu pertanian, teknik industri, dll. Pegawai IT dengan latar belakang ilmu kimia, serta masih banyak contoh lainnya.
Walaupun tidak bisa dipungkiri, ada faktor lain di luar diri mereka yang membuatnya tidak bekerja sesuai dengan jurusannya. Contohnya adalah karena terbatasnya lahan pekerjaan yang sesuai, atau mereka memilih jurusan kuliah hanya untuk memenuhi keinginan orang tua, serta faktor eksternal lainnya.Â
Tulisan ini akan lebih memfokuskan pada faktor-faktor internal yang masih bisa dibenahi agar setiap anak mampu meraih cita-citanya dengan pilihan matang, penuh kesadaran akan potensi, minat dan bakatnya.
Tidak ada maksud untuk menyalahkan kondisi yang ada. Namun, ada hal yang patut untuk kita cermati, mengapa fenomena seperti itu terlalu banyak terjadi di tengah-tengah kita. Seharusnya, yang namanya penyimpangan itu jumlahnya kecil saja, jangan mengalahkan keumuman yang semestinya.
Berbagai keluhan mengenai ketidakcocokan biasanya baru bisa dirasakan dan disuarakan ketika memasuki usia remaja akhir. Ketika cara berpikir sudah mulai matang, keberanian berpendapat sudah mulai muncul seiring dengan pertambahan usia.
Kita tahu bahwa orang yang telah dewasa akan berusaha mendapatkan pekerjaan. Bekerja sebagai wujud dari kemandirian ekonomi. Namun demikian, kemandirian ekonomi tidak bisa dicapai secara tiba-tiba, bahkan bisa jadi sebagai proses terberat yang harus dilalui orang dewasa.
Orang dewasa harus menghidupi dirinya sendiri, dengan demikian mencari pekerjaan adalah sebuah kemestian. Bekerjanya seseorang memiliki banyak nilai penting bagi dirinya. Dengan bekerja, seseorang menjadi lebih berdaya, lebih percaya diri, lebih bisa diterima di masyarakat, lebih dihargai, dan yang terpenting lebih bisa mengatur kehidupannya menjadi lebih baik.Â
Menengok Barat
Sejak tahun 1990-an, Dunia Barat menyadari peran penting pemahaman perkembangan karir sejak usia dini. Hal ini tergambar jelas dalam dunia pendidikan barat. Mereka gencar mengintegrasikan pemahaman perkembangan karir dalam dunia pendidikan mereka. Harapannya, selepas SMA anak-anak mereka mempunyai kemampuan menentukan pilihan karir secara matang. Apakah mereka akan magang, ikut kursus, lanjut kuliah, atau bekerja.
Negara-negara barat telah merancang program-program terbaik agar anak-anak mereka memiliki kesadaran karir sejak dini. Pemahaman pentingnya perkembangan karir dalam dunia pendidikan dibuat dengan cara yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Hal ini penting ditekankan, karena banyak yang salah memahami bahwa mengenalkan anak dengan dunia karir diangap seolah-olah menuntut anak dengan tanggung jawab yang terlalu dini.Â
Di Indonesia, usaha dunia pendidikan mengenalkan anak tentang karir sebenarnya sudah ada. Bisa dilihat, sejak TK anak-anak sudah diperkenalkan dengan berbagai jenis pekerjaan. Ketika SD, SMP dan SMA ada kegiatan career day, career fair, visiting professional, dan lain sebagainya. Bahkan, bimbingan karir juga sudah harus ada sejak di tingkat SMP. Namun, sangat disayangkan pemahaman perkembangan karir belum utuh dan menyeluruh sehingga belum memberi hasil yang signifikan bagi anak-anak Indonesia.
Perkembangan Karir Menurut Para Ahli
Perkembangan karir bukanlah pencapaian tiba-tiba yang terjadi setelah dewasa. Perkembangan karir adalah proses berkelanjutan sepanjang hidup seseorang yang dimulai sejak usia dini. Masa remaja menjadi jembatan terbaik yang bisa mengantarkan masa kanak-kanak ke masa dewasa yang mandiri.
Berbagai aspek penting dari perkembangan karir terjadi sepanjang masa usia sekolah. Perkembangan karir sesungguhnya berproses selaras dengan tahapan perkembangan lainnya, seperti tahap perkembangan kognitif, moral, psikososial dan lainnya.
Saat dewasa, pilihan karir yang sesuai akan sangat berpengaruh bagi kehidupan seseorang secara keseluruhan.
Adapun tahap awal dalam perkembangan karir adalah membangun kesadaran karir sejak dini kepada anak. Anak diajak untuk bisa memahami karakter pribadinya, minat, bakat, maupun ketrampilan yang dikuasainya, bisa menghormati semua jenis pekerjaan yang dilakukan secara profesional, dan mengetahui keterkaitan antara prestasi yang dia miliki dengan cita-citanya kelak.
Tahap eksplorasi merupakan fondasi kedua yang harus dibangun oleh para orang tua dan guru. Anak harus mendapatkan kesempatan sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya untuk mengeksplorasi berbagai jenis pekerjaan maupun kegiatan. Tujuannya agar anak benar-benar mampu menemukan kecocokan antara minat dan apa yang ia cita-citakan. Minat itu sendiri seringkali dipengaruhi oleh pengalaman anak baik itu pengalaman dari rumah, keluarga besar, tetangga, sekolah atau lingkungan sekitarnya.Â
Peran Orang Tua bagi Perkembangan Karir Anak
Peran orang tua sangat signifikan bagi perkembangan karir anak. Orang tua memiliki kesempatan paling besar dalam memberikan informasi tentang dunia kerja/karir bagi anak. Peran orang tua juga sangat efektif dalam membuat perencanaan dan menentukan cita-cita yang diinginkan anak. Orang tua harus menyadari bahwa perannya adalah mengantarkan anak menjadi arsitek bagi masa depan anak itu sendiri dan bukan memaksakan pilihan orang tua untuk anak.
Peran yang bisa dilakukan oleh orang tua antara lain:
- Bantu anak memahamai minat, kapasitas, dan nilai yang ia miliki,
- Diskusi tentang pekerjaan, apa saja jenisnya, apa yang dilakukan, syarat menjadi pekerja, dan lain sebagainya, dengan cara yang menyenangkan bagi anak,
- Bantu anak menentukan cita-cita dengan mencarikan informasi sebanyak-banyaknya tentang perguruan tinggi dan karir,
- Ajarkan anak bahwa pilihan pekerjaan harus sesuai dengan nilai dan punya etika,
- Bersikap hati-hati agar tidak merendahkan suatu pekerjaan maupun pekerjanya,
- Memberi kesempatan pada anak melakukan pekerjaan di rumah atau di lingkungannya,
- Latih anak memiliki keterampilan mengambil keputusan,
- Dorong anak membuat perencanaan pendidikan maupun karirnya.
Oleh Ena Nurjanah, S.Psi., M.S
Penulis www.anakindonesiahebat.com
[caption caption="Bagaimana Menggapai Mimpi & Cita-cita, agar Tak Selamanya jadi Mimpi"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H