Mohon tunggu...
Ena Nurjanah
Ena Nurjanah Mohon Tunggu... -

Ena Nurjanah, S.Psi., M.Si Penulis Anak Indonesia Hebat (Official Facebook Page) www.anakindonesiahebat.com Penulis, Pengamat, Relawan, dan Pekerja Sosial bagi Anak dan Perempuan || Menggeluti dunia Psikologi, Perkembangan Anak, Perlindungan Anak & Perempuan, serta kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nak, Apa Cita-citamu? Begini Cara Memaksimalkannya!

21 Maret 2016   12:45 Diperbarui: 25 Maret 2016   11:05 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang tetap berhasil, namun tentu saja dengan jerih payah yang luar biasa. Bahkan, yang cukup ironis, mereka berhasil menjadi sarjana namun tidak berminat untuk bekerja sesuai dengan jurusannya.

Saat Memulai Dari Nol
Saat lulus perguruan tinggi adalah saatnya memasuki dunia cita-cita masa kecil. Namun, pada kenyataannya justru menjadi saat-saat yang menegangkan bagi para lulusan perguruan tinggi. Mereka sepertinya harus mulai dari nol dalam menentukan pekerjaan. Bisa jadi pekerjaan pilihan mereka tidak lagi sama dengan cita-cita masa kecil mereka (terkecuali untuk lulusan sekolah kedinasan yang sudah pasti penyaluran bagi lulusannya).

Jadi, jangan heran kalau kita seringkali mendapatkan seseorang yang pekerjaannya berbeda dengan jurusan yang mereka tempuh saat di bangku kuliah. Misalnya, pegawai bank dengan latar belakang ilmu pertanian, teknik industri, dll. Pegawai IT dengan latar belakang ilmu kimia, serta masih banyak contoh lainnya.

Walaupun tidak bisa dipungkiri, ada faktor lain di luar diri mereka yang membuatnya tidak bekerja sesuai dengan jurusannya. Contohnya adalah karena terbatasnya lahan pekerjaan yang sesuai, atau mereka memilih jurusan kuliah hanya untuk memenuhi keinginan orang tua, serta faktor eksternal lainnya. 

Tulisan ini akan lebih memfokuskan pada faktor-faktor internal yang masih bisa dibenahi agar setiap anak mampu meraih cita-citanya dengan pilihan matang, penuh kesadaran akan potensi, minat dan bakatnya.

Tidak ada maksud untuk menyalahkan kondisi yang ada. Namun, ada hal yang patut untuk kita cermati, mengapa fenomena seperti itu terlalu banyak terjadi di tengah-tengah kita. Seharusnya, yang namanya penyimpangan itu jumlahnya kecil saja, jangan mengalahkan keumuman yang semestinya.
Berbagai keluhan mengenai ketidakcocokan biasanya baru bisa dirasakan dan disuarakan ketika memasuki usia remaja akhir. Ketika cara berpikir sudah mulai matang, keberanian berpendapat sudah mulai muncul seiring dengan pertambahan usia.

Kita tahu bahwa orang yang telah dewasa akan berusaha mendapatkan pekerjaan. Bekerja sebagai wujud dari kemandirian ekonomi. Namun demikian, kemandirian ekonomi tidak bisa dicapai secara tiba-tiba, bahkan bisa jadi sebagai proses terberat yang harus dilalui orang dewasa.

Orang dewasa harus menghidupi dirinya sendiri, dengan demikian mencari pekerjaan adalah sebuah kemestian. Bekerjanya seseorang memiliki banyak nilai penting bagi dirinya. Dengan bekerja, seseorang menjadi lebih berdaya, lebih percaya diri, lebih bisa diterima di masyarakat, lebih dihargai, dan yang terpenting lebih bisa mengatur kehidupannya menjadi lebih baik. 

Menengok Barat
Sejak tahun 1990-an, Dunia Barat menyadari peran penting pemahaman perkembangan karir sejak usia dini. Hal ini tergambar jelas dalam dunia pendidikan barat. Mereka gencar mengintegrasikan pemahaman perkembangan karir dalam dunia pendidikan mereka. Harapannya, selepas SMA anak-anak mereka mempunyai kemampuan menentukan pilihan karir secara matang. Apakah mereka akan magang, ikut kursus, lanjut kuliah, atau bekerja.

Negara-negara barat telah merancang program-program terbaik agar anak-anak mereka memiliki kesadaran karir sejak dini. Pemahaman pentingnya perkembangan karir dalam dunia pendidikan dibuat dengan cara yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Hal ini penting ditekankan, karena banyak yang salah memahami bahwa mengenalkan anak dengan dunia karir diangap seolah-olah menuntut anak dengan tanggung jawab yang terlalu dini. 

Di Indonesia, usaha dunia pendidikan mengenalkan anak tentang karir sebenarnya sudah ada. Bisa dilihat, sejak TK anak-anak sudah diperkenalkan dengan berbagai jenis pekerjaan. Ketika SD, SMP dan SMA ada kegiatan career day, career fair, visiting professional, dan lain sebagainya. Bahkan, bimbingan karir juga sudah harus ada sejak di tingkat SMP. Namun, sangat disayangkan pemahaman perkembangan karir belum utuh dan menyeluruh sehingga belum memberi hasil yang signifikan bagi anak-anak Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun