terhenyak kaget melihat wajah dan perawakan pelaku.
Ia hanyalah seorang anak dengan wajah yang begitu polos. Berulang kali dia ucapkan “Saya menyesal Bu.. Saya menyesal.. Bagaimana kabar S (korban ), Bu? Dia bisa sembuh, kan Bu? Waktu itu saya gelap mata Bu…” A (nama pelaku) langsung menyerocos panjang mengungkapkan penyesalannya dengan amat sangat. Ketika saya katakan bahwa saya baru saja menjenguk S tadi pagi, A menjadi begitu bersemangat dan bertanya-taya tentang kesehatan S.
Saya tunjukkanfoto S yang sedang terbaring lemas di tempat tidur. Raut wajah A tampak sedih melihat keadaan kawan sepermainannya itu. Ia kasihan melihat S, dan juga terlihat begitu menyesali perbuatannya. Saya menanyakan kabar A. Rupanya dia begitu menginginkan untuk bertemu dengan ibunya yang saat ini sedang berada di luar Jawa. A juga mengatakan bahwa sang ibu sedang dalam perjalanan dari luar jawa menuju rumah kakak A—tempat di mana ia tinggal selama ini.
Saya pun bebincang-bincang dengan A, juga menasehatinya. Saya mendorongnya untuk lebih tekun dalam beribadah selama berada dalam tahanan agar bisa lebih tenang dalam menghadapi berbagai cobaan, terlebih atas apa-apa yang menimpanya akibat perilaku yang telah ia lakukan kepada temannya.
A masih anak-anak. A juga saat ini masih duduk di bangku kelas enam SD. Saya sudah bisa membayangkan bagaimana kehidupnya yang akan dia hadapi kedepannya, terutama menyangkut hal pendidikan.
Kalau tidak ada yang menolong A, maka masa depannya tidak akancerah. Ia bisa saja jatuh ke dalam lubang yang lebih dalam lagi.
Saya tahu, saya sadar, dan saya harus melakukan sesuatu untuknya.
......
to be continued
tulisan ini saya muat juga dalam blog saya ena-nurjanah.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H