Patung tersebut didirikan untuk mengenang jasa-jasa para pejuang dan masyarakat Irian Barat yang terbebas dari cengkraman Belanda dan kembali pada pangkuan Ibu Pertiwi.
Posisi patung menghadap ke arah barat untuk menunjukan pada dunia barat bahwa Indonesia adalah negeri yang mandiri dan merdeka. Diresmikan oleh Bung Karno pada tanggal 18 Agustus 1963.
Prasasti lainnya adalah Patung Dirgantara atau biasa dikenal dengan Patung Pancoran. Patung Dirgantara menggambarkan tokoh pewayangan Gatot Kaca yang menjulurkan tangan kanannya menuju udara dan siap untuk terbang. Berdiri diatas pilar beton setinggi 27 meter dengan tinggi 11 meter.
Menurut pakar sejarah Asvi Warman Adam, inspirasi pembangunan patung tersebut adalah berhasilnya Yuri Gagarin, seorang perwira Angkatan Udara Uni Soviet sebagai orang yang pertamakali menerbangkan pesawat ke luar angkasa. Patung itu sebagai simbol semangat pada anak negeri untuk selalu berkarya dan bercita-cita setinggi langit.
Ketiga patung tersebut, Patung Selamat Datang, Patung Pembebasan Irian Barat, dan Patung Dirgantara dibuat oleh seorang maestro pematung, Edhi Sunarso atas instruksi Bung Karno. Bung Karno telah menanamkan rasa patriotisme dan nasionalisme kepada Edhi untuk membuat patung-patung tersebut.
"Apakah aku harus mendatangkan seniman asing untuk menggarap patung itu?"Â pertanyaan Bung Karno tersebutlah yang melecut semangat Edhi Sunarso.
Patung Dirgantara adalah patung yang belum pernah diresmikan hingga saat ini. Ketika itu Indonesia sedang mengalami masa transisi pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru. Status Bung Karno sedang dalam tahanan rumah dan sudah tidak mempunyai akses lagi ke keuangan negara.
Karena utang untuk membiayai pembuatan patung telah menumpuk, Edhi menghadap Bung Karno. Bung Karno menegaskan komitmennya dengan menjual mobil hadiah dari negara lain. Hasil penjualannya 100 persen digunakan agar pembuatan patung terus berlanjut.
Ketika proses pembuatan patung hampir rampung, Bung Besar pulang untuk selamanya. Mobil jenazah Bung Karno melewati Patung Dirgantara. Edhi pun mengikuti acara pemakaman Bung Karno di Blitar. Kelak, Edhi pun harus menjual rumahnya karena Patung Dirgantara masih menyisakan setumpuk utang.
"Sudah, ini sudah milik bangsa, sudah terpasang, apapun yang terjadi ya sudah. Bapak sangat berhati besar, itu sudah jadi milik bangsa. Artinya, bangsa ini harus terus merawat, menghargai hasil karya anak bangsanya sendiri, hasil karya cita-cita presidennya sendiri, jangan pernah disalah artikan" demikian dikatakan Satya Sunarso (Putra Edhi Sunarso) dalam Film Dokumenter Tiga Patung Kebanggaan Bangsa.
Dr. Hilmar Farid, penulis buku Kisah Tiga Patung mengatakan mengenai latar belakang Bung Karno menginisiasi pembuatan patung-patung tersebut. Menurutnya Jakarta dibangun oleh pihak kolonial di mana struktur, planologi, tata kota dan arsitekturnya bernuansa kolonial. Pembuatan patung-patung itu adalah upaya untuk mengubah wajah Jakarta yang kolonial menjadi nasional.