Karena kondisi / perhatian yang kurang maka perubahan semangat sosial untuk tujuan yang sesungguhnya pun banyak yang terpleset. Tentu ini bukan salah dari para volunteer yang juga manusia itu. Karena kurang kepedulian itulah yang juga menyebabkan banyak program-program ekstrakurikuler yang mengarah kepada kesenangan semata dan jauh dari tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Beberapa alasan diatas menjadi inspirasi ilmiah dirintisnya Jurnalistik Pelajar sebagai kegiatan ekstrakurikur (disamping inspirasi lain yang lebih utama). Jurnalistik dalam ilmu dan terapannya sangat mulia. Jika dalam perjalanan profesi insan Jurnalistik, ilmu dan terapannya banyak memberikan wawasan, inspirasi dan perubahan maka dalam ekstrakurikulernya juga harus demikian bahkan harus lebih bermanfaat karena ini menyangkut nilai pendidikan.
Contoh, Insan Jurnalistik dalam amanah Undang-undang nomor 40 tahun 1999 mampu menggugah ribuan jiwa manusia untuk bershadakah kepada korban bencana karena pemberitaannya, maka dalam ekstrakurikuler Jurnalistik juga demikian. Ekstrakurikuler Jurnalistik harus mampu menggugah teman sebaya mereka melalui peran majalah dinding atau majalah sekolah.
Jangan jadikan majalah sekolah sebagai sarana carper kepada kepala sekolah, kepada pemegang kebijakan, sarana menggaruk anggaran BOS tapi potensi peserta didik sebagai sebab menerima gaji dilupakan. Ekstrakurikuler Jurnalistik dirintis untuk Pramuka, PMR, dan siswa berprestasi agar termotivasi semakin berprestasi serta semua siswa agar terinspirasi lebih baik.
Kesimpulannya adalah Ekstrakurikuler Jurnalistik tidak boleh digerakkan sebagaimana terapan profesi dan tugas Jurnalistik sesuai tuntunan Undang-undang nomor 40 tahun 1999. Kemuliaan undang-undang ini jangan sampai dalam Ekstrakurikuler Jurnalistik diplesetkan untuk mendidik generasi yang berorientasi pada bisnis kesenjangan. Artinya lihat pula tuntunan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 dan Permendikbud terkait kegiatan ekstrakurikuler.
Bisnis kesenjangan maksudnya jangan sampai anak terdidik matrialistis yang menyebabkan inspirasi sosial dan kepedulian sesama hilang. Contoh, Jangan senjangkan antara siswa yang kaya, yang mampu membeli kamera, yang cantik untuk dikader mengumbar aurat, yang mampu mondar-mandir sana-sini untuk mengikuti program liputan, tapi berdayakan mereka saling memperdulikan sebagaimana Insan Jurnalistik yang berpeluh payah menyuarakan kepentingan publik demi kebaikan bersama.
Dan yang terpenting adalah jangan didik anggota ekstrakurikuler Jurnalistik mengritik dan menjatuhkan Pembina lain karena meskipun Anda bergelar Doktor belum tentu Anda lebih baik dari anak perempatan. Ekstrakurikuler Jurnalistik berdiri bersama semangat Sahabat Pramuka, Semangat Sahabat PMR, Semangat Sahabat Paskib, Semangat Sahabat Olahraga berprestasi, dan semua siswa bukan untuk photo-photo dan mempopulerkan gelar. Karena kalau hanya untuk photo-photo dan bersenang-senang saja, anak kecil saja bisa.
Â
Jurnalisme Adiwiyata Bermitra
Jurnalisme Adiwiyata Bermitra (Juwiter) sangat erat kaitannya dengan ekstrakurikuler Jurnalistik. Juwiter lahir berbenah diantaranya untuk menghindari potret yang sudah salah langkah dan disesali mendalam faktor darah juang ada disana. Ekstrakurikuler Jurnalistik yang hampir membuat gila karena sejarah dan ujiannya kini tak ingin menjadi pecundang meski pecundang menggantayanginya. (Baca Sejarahnya di Pembahasan lain).[caption caption="Reportase Porteling"]
Jurnalisme Adiwiyata mengadopsi 3 gerakan dalam 7 prioritas hasil/produktivitas dalam bentuk pendidikan formal dan non formal. Juwiter atau Juwitra disebut sebagai program pendidikan formal karena dilaksanakan dalam bentuk kegiatan Ekstrakurikuker di beberapa sekolah yang kini di kembangkan dari Sekolah Menegah Pertama (SMP), setelah sekian tahun belajar dari pengalaman 2005 – 2015, memutar psikologi apa, siapa dan bagaimana.[caption caption="Pendikarisos"]
Emzet G al-Kautsar, 2005 - 2015