Narasi islamofobia sangat ngawur dan tidak beralasan. Karena secara nyata pemerintah menjalin kerja sama baik dengan kelompok-kelompok Islam yang memiliki visi membangun Indonesia.
Seperti program redistribusikan aset lahan kepada masyarakat. Aset yang diredistribusikan tersebut sebanyak 12,7 juta hektare didistribusikan kepada masyarakat. Salah satu chanelingnya adalah lewat pesantren, madrasah para alim ulama, para ustaz, pondok pesantren, dan kemudian ormas-ormas.
Umara (pemerintah) tidak bisa berjalan sendiri tanpa kehadiran ulama. Karena umara butuh ma'idhah (nasihat), masukan, bahkan kritik yang konstruktif dari ulama. Begitupun pemerintah butuh pandangan objektif ulama guna memutuskan kebijakan yang mengandung kemaslahatan bagi umat dan bangsa Indonesia
Kita patut mengapresiasi keberanian pemerintah membubarkan ormas yang tidak memiliki komitmen kuat memegang teguh Pancasila sebagai asas negara. Apalagi jika ormas itu meresahkan masyarakat dengan tindakan main hakim sendiri dan mengedepankan aspek kekerasan.
Walhasil, kita juga harus mendorong pemerintah menyediakan ruang rehabilitasi dan pendampingan bagi para eks-simpatisan FPI agar mereka dibina dan diberdayakan. Sebagai WNI, mereka berhak mendapatkan pembinaan ideologisasi Pancasila. Pemerintah harus berkoordinasi dengan ormas seperti Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah guna mendapatkan pembinaan.
Memang secara organisasi sudah lumpuh, tapi secara ideologis, ideologi kekerasan masih bersemayam dalam kognitif kader dan simpatisan FPI. Dalam hal inilah, pemerintah dan ormas yang mengarusutamakan moderasi dan toleransi harus segera membuat langkah taktis guna mencegah embrio ideologis kekerasan FPI lahir dalam wujud yang lain. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H