Mohon tunggu...
Moh Sadli
Moh Sadli Mohon Tunggu... Insinyur - bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan milik negara

I am a dad with 3 boys surrounding, runner of half marathon, traveller and art enthusiasm Somehow the world become rude, therefore only happines vibe to share

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mencari Cahaya di Bumi Cendrawasih, The Untold Story *)

7 November 2022   16:00 Diperbarui: 7 November 2022   16:50 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor Kampung Distrik Melagi, tempat kami berkonsoldiasi dengan apatur distrik/desa

Karena pada akhirnya tidak ada hal besar yang bisa kita capai kalau kita belum mampu bersyukur atas hal kecil yang terjadi di dalam hidup kita -- Billy Boen

Disclaimer : *) Penulis mengutip cerita dari kisah nyata yang disampaikan langsung oleh Sdr Nirza, salah satu pegawai PLN UP2D Aceh yang pernah mengikuti Ekspedisi Papua Terang, 2018 silam.

Sebagian orang, atau bahkan mayoritas memiliki definisi yang sama mengenai confort zone yaitu tempat kerja yang nyaman, rekan kerja yang baik, minim masalah, fasilitas kota yang lengkap, lingkungan tempat tinggal yang aman atau semua hal lainnya yang menjadi indeks kenyamanan dalam bekerja. 

Namun tidak semua seberuntung itu, pun termasuk saya, yang saat itu mendapat tugas kerja di salah satu pulau terluar di propinsi Aceh yang ditempuh dalam 12 jam perjalanan laut, selama hampir 4 tahun. Tidak perlu berbicara jauh soal kenyamanan, akses yang sulit, biaya hidup lebih tinggi menjadi tantangan bagi saya. 

Tak jarang keluh kesah terlontar, krisis kepercayaan, minim rasa syukur, dan merasa hidup terisolasi. Sesekali melihat teman kerja yang hidup di perkotaan, semburat tanya kapan saya bisa ditempatkan kesana.

Empat tahun silam menjadi titik balik pencerahan bagi saya dalam melihat paradigma mengenai apa  definisi rasa nyaman itu. Bukan sebatas pada apa yang tervisualkan oleh mata dan apa yang menjadi standar yang dibuat manusia. Saya membuat standar sendiri dalam memaknai kenyamanan dalam bekerja bukan dari propaganda dangkal yang dibuat orang lain. Perjalanan yang akan mengubah paradigma mindset saya. Dan beginilah awal dari semuanya.

Akhir Juli 2018 cuaca panas terik dan aroma tengik khas kepulauan saat itu rasanya masih teringat. Betapa tidak momen dimana saya menerima surat elektronik dari Kantor Wilayah Aceh, terpilih menjadi anggota relawan Ekspedisi Papua Terang gelombang I. Senang haru bercampur bangga. Suara gurindam seolah melantunkan dendangnya. 

Bagaimana tidak, Papua negeri yang saya impikan sejak kecil untuk bisa berkunjung kesana. Saya yang terlahir dari ujung propinsi paling Barat Indonesia akan berangkat ke ujung propinsi paling Timur Indonesia. Ini menjadi perjalanan terpanjang dan penerbangan dengan durasi terlama dalam sejarah hidup saya. Bukan hanya itu tapi juga keinginan dan kesempatan untuk sejenak keluar dari pulau terluar tempat saya bekerja menuju pulau terbesar kedua di dunia, Papua.

Semula tanpa rasa khawatir yang berarti, mengikuti rangkaian persiapan, pembekalan fisik dan mental oleh TNI, pengenalan kultur masyarakat dan topografi Papua. Beberapa wejangan pun diberikan agar tetap aman selama perjalanan. Juga vaksinasi serta penyuluhan asuransi kesehatan, serta hal administratif lainnya. Rasanya semua berjalan prosedural dan berpikir semua akan baik-baik saja.

Hingga tiba saat dimana pertama kali memantapkan niat menuju ke Papua, the land of paradise, siap melaksanakan tugas mulia. Sudah terbayang bagaimna sulitnya kondisi geografis Papua yang terdiri dari pegunungan, perbukitan dan lembah yang curam serta cuaca ekstrim hingga sejumlah permasalahan sosial tidak menghalangi tim ekspedisi menembus hutan belantara.

Kami dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari mahasiswa dan relawan PLN melakukan survei di 415 desa yang belum berlistrik di Bumi Cendrawasih. Survei yang dilakukan berupa survei geografi, demografi, potensi energi baru terbarukan, pengukuran dan pengumpulan data primer, penentuan jenis dan kapasitas pembangkit, perencanaan sistem jaringan distribusi, penyusunan hasil survei, publikasi kegiatan survei.

Namun disini saya tidak akan menceritakan bagaimana akhirnya distrik dan desa tersebut terlistriki, namun bagaimana kami berinteraksi secara langsung dengan masyarakat Papua, koloni yang jauh dari sentuhan teknologi dan peradaban, namun sanggup bertahan di tengah konflik sosial yang masih kadang bergejolak.

Hari itu tim kami tiba di kota Wamena, sebuah kota dan pusat pemerintah atau ibukota Provinsi Papua Pegunungan yang berada di dataran tinggi. Wamena, kota yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara, daerah pegunungan yang berada di 2200 meter dpl. Di sana jalannya terjal namun sudah beraspal dengan banyak jurang di kanan dan kirinya. 

Di Wamena tidak ada mall seperti kota lainnya, namun tetap saja masih dalam kategori cukup ramai bila dibandingkan pulau tempat saya bertugas, pikirku. Meski lokasi survey tim kami nantinya bukan di Wamena namun distrik yang berada di kabupaten Lanny Jaya, sekitar 80 km atau 4 jam perjalanan dari kota Wamena.

Di pedalaman Wamena masih terdapat saudara kita belajar sambil ditemani lilin. Pagi itu saya dan teman-teman mulai survey ke beberapa distrik yang ada di Kabupaten Lanny Jaya, yaitu distrik Tiom, Melagi, Milimbo dan Buguk Gona. Sebagian besar mata pencaharian warga lokal bersumber dari hasil bercocok tanam palawija seperti umbi, sayur, dan buah-buahan.

Nirza, bersama warga lokal
Nirza, bersama warga lokal

Saat mentari pagi mulai menyapa kota Lanny Jaya, semangat tim ekspedisi pun ikut menyapa alam desa sekitar, sebuah kota kecil nan elok. Tim kami terdiri dari 5 orang, termasuk saya, 3 orang mahasiswa dengan latar belakang pendidikan yang berbeda, seorang petugas TNI dan sopir sebagai pemandu jalan. 

Sebagai tim kami berkolaborasi selama kurang lebih sebulan ke depan. Bagi saya bisa bekerja dengan teman-teman dari seluruh Indonesia cukup menyenangkan. Bagi saya merekalah pejuang di masa kemerdekaan saat ini, pejuang millennial.

Seru sekali hingga menyeberangi sungai yang cukup dalam dan alirannya deras. Energi optimisme kami selalu bergemuruh menghadapi tantangan baru melintasi jalan desa yang berliku dan sesekali melewati tebing terjal nan licin. 

Namun semuanya terbayar penuh saat pemandangan gunung dan lembah terhampar luas di depan mata. Meski sangat melelahkan namun hari itu terasa seru. Setiap distrik disambut dengan berbagai acara adat dan aktivitas yang berbeda. Sambutan yang hangat membuat kerinduanku akan kampung halaman sejenak terobati.

Nirza bersama warga lokal
Nirza bersama warga lokal

Perjalanan survey nya pun beragam ada yang naik double cabin, speed boat, sepeda motor, bahkan jalan kaki. Kami membuat tagging dan tracking untuk setiap rumah dan fasilitas desa lainnya yang belum terlistriki sekaligus menggali potensi energi yang cocok bagi masing-masing desa, baik berupa energi surya, hydro, angin dan lainnya.

Tak terasa tujuh hari sudah perjalanan kami menyusuri distrik demi distrik, berbagi suka duka bersama teman baru yang rasanya sudah jadi keluarga di sana, di pedalaman nun jauh dari perkotaan hidup berdampingan dengan keelokan alam yang asri dan udara yang sejuk hampir terpapar setiap hari. Semua aktivitas survey berjalan sesuai rencana dan tak menjumpai kendala yang berarti. 

Segalanya menyenangkan, setidaknya sampai pada hari dimana berita penembakan oleh oknum diduga OPM yang menewaskan lebih dari 30 orang, terdengar oleh kami. Kejadiannya pun tidak jauh dari pos dimana kami tinggal. Tidak hanya itu, berita pembakaran rumah warga juga tak luput dari apa yang kami dengar waktu itu. Sontak ketegangan pun terjadi.

Tak berselang lama saya melihat seorang pengendara motor yang nampak baru terlihat lewat didepan pos kami. Firasat pun tervalidasi saat secara tak sengaja melihat senjata api tersingkap dari dalam baju si pengendara motor. Melihat situasi yang semakin kurang kondusif, esok hari nya kami pun diungsingkan ke tempat yang lebih aman.

Meski ada rasa ragu, cemas dan takut sempat menyelimuti kami malam itu, namun semangat kami untuk melistriki negeri ini tak akan padam bersama lilin yang senantiasa membersamai anak saat sedang belajar. Tak akan padam janji kami bahwa pemerintah bersama PLN memiliki misi untuk tanah Papua menjadi lebih terang. 

Perjuangan tak akan pernah mudah namun bantuan dan semangat masyarakat Papua menjadi semangat bagi kami dalam menghadapi segala tantangan dan cerita didalamnya. Kami tim ekspedisi sub posko Lanny Jaya berasa terhormat dapat menunaikan tugas mulia ini, tentunya berharap dapat melihat kembali wajah dan senyum hangat warga yang antusias menyambut kedatangan kami di distrik Milimbo.

Sebagai individu, tidak sedikit pelajaran berharga yang rasanya sulit saya dapatkan ditempat lain. Jauh sebelum ekspedisi dimulai, pribadi yang mudah berkeluh kesah, rasa tidak puas dan sulit bersyukur hidup dan bekerja di tengah pulau dimana akses yang sulit dan jauh dari hingar perkotaan, hampir selalu ada.

Paguyuban membahas rencana lokasi survey dan pendataan
Paguyuban membahas rencana lokasi survey dan pendataan

Dari perjalanan itu kemampuan mindfulness management saya ditempa. Tidak mudah mengeluh baik merasa karena sadar tidak punya kontrol yang besar pada kejadian yang akhirnya membuat terasa buruk. Atau mengeluh karena tidak punya kontrol pada solusi. 

Dari sana saya memaknai filosofi stoikisme mengenai dikotomi kendali dengan menerima apa yang bisa dan tidak bisa dikendalikan. Membentuk pola pikir stoik dengan menerima apa yang tidak bisa diubah, dan sepenuhnya menyadari bahwa kebahagiaan seseorang itu bersumber dari hal-hal yang bisa kita kendalikan.

Salah satu hal yang membuat mengeluh adalah karena kurang bersyukur. Be gratefull, mensyukuri sekecil apapun hal itu, lihatlah kondisi di bawah agar makin mudah bersyukur dan bukan ke atas yang membuatmu semakin iri pada keadaan. 

Sulit bagi manusia untuk merasakan iri dan bersyukur di waktu yang bersamaan. Intropeksi untuk menyadari hal apa saja yang bisa disyukuri setiap harinya, karena dengan bersyukur kita bisa menghargai momen hidup kita. Dan mindfull adalah manifestasi dari apa yang sudah kita syukuri saat ini.

Tak kalah pentingnya dari mindfulness yang saya dapatkan, bahwa disadari atau tidak ada nilai dari core value AKHLAK yang terangkum dalam satu perjalanan 4 tahun lalu, dan masih relevan dengan kondisi saat ini. 

Pertama, memegang teguh Amanah yang diberikan meski berbagai tantangan dan rintangan yang dihadapi kami tetap menyelesaikan misi hingga selesai. Kompeten, disana kami belajar dan mengembangkan kapabilitas terkait pembangunan system kelistrikan dan pembangkit di daerah terpencil. 

Ada nilai Harmonis dimana kita hidup saling peduli terhadap sesama relawan dan menghargai perbedaan latar belakang agama suku dan budaya dengan warga local. 

Semangat Kolaboratif dalam membangun kerjasama yang sinergis antara pemerintah, PLN, TNI, Lapan, Mahasiswa PTN dan masyarakat setempat. Bersikap Adaptif dengan terus berinovasi atas segala perubahan dan tantangan yang dihadapi selama di lapangan. Serta jiwa Loyal, dedikasi yang tinggi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi khususnya di tanah Papua dan Papua Barat.

Dengan semangat AKHLAK, kami mampu menyelesaikan misi di sana. Dengan AKHLAK segala yang terlihat mustahil dapat kami capai. Pencapaian yang bukan sekedar  eksistensi semata, namun lebih dari itu, bahwa selalu ada harapan ketika mau berusaha. Ibarat slogan kita, Jeu han jeut, beu jeut lam harapan na doa. 

Harapan untuk mewujudkan masyarakat Papua dapat tersentuh cahaya. Membuat kehidupan agar lebih baik untuk kehidupan sekarang dan generasi yang akan datang. Selamat ulang tahun yang ke 77 PLN, terangilah negeriku, selamanya.

Beberapa hari menjelang kepulangan
Beberapa hari menjelang kepulangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun