Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Analisa Pemilu Turkiye (1): Kebangkitan Sekulerisme

16 Mei 2023   16:49 Diperbarui: 16 Mei 2023   16:56 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erdogan menggunakan hak pilihnya (dok.trt.world)

Untuk pertama kalinya setelah dua dekade, pemilihan umum di Turkiye harus dilaksanakan dua kali. Pada gelaran pemilu yang berlangsung 14 Mei lalu, incumben Presiden Erdogan tidak berhasil mencapai perolehan suara maksimal. Dia meraih 49, 47% suara. Sedangkan pesaing utamanya Kemal Kilicdaroglu meraup 44, 82% suara. 

Ada dua kandidat lain, tetapi perolehan suara tidak seberapa. Mereka adalah Sinan Ogan, yang mengumpulkan 5,17 % suara dan Muharrem Incie sebesar 0,44% suara. Kedua orang ini didukung oleh Aliansi Ata. Sementara Erdogan berasal dari Aliansi rakyat dan Kilicdaroglu dari Aliansi Nasional. 

Mengapa perolehan suara Recep Tayyip Erdogan tidak mencapai lebih dari 50% di putaran pertama? Apakah kepercayaan rakyat terhadap dia sudah menurun? Tidak juga. Ada beberapa faktor lain yang ikut memengaruhi situasi politik di Turkiye. Salah satunya adalah meningkatnya penganut sekuler di kalangan generasi muda. 

Kebangkitan Sekulerisme

Perlu diketahui, Kemal Kilicdaroglu adalah pemimpin partai CHP yang beraliran sekuler. Dia terpilih sebagai ketua sejak tahun 2010. Sejak itu Kilicdaroglu berusaha membangkitkan sekulerisme agar berjaya kembali seperti pada masa kekuasaan Kemal Attaturk. 

Erdogan merupakan tokoh yang menegakkan agama Islam setelah berpuluh tahun diabaikan. Penguasa sekuler melarang penduduk muslim menjalankan ibadah salat, kecuali bagi orang-orang miskin. Penggunaan jilbab atau hijab bagi kaum wanita juga dilarang. Sebelum Erdogan mengambil alih tampuk pemerintahan, mahasiswi harus menggunakan rambut palsu agar bisa kuliah karena larangan tersebut. 

Kerja keras partai CHP adalah melakukan agitasi dan propaganda kepada generasi muda yang notabene tidak mengalami masa sulit dalam kekuasaan sekuler. Mereka terbujuk rayuan CHP karena terlena dengan gaya hidup ala Barat yang tidak terkungkung agama, bebas memakai pakaian dan tidak perlu susah payah melaksanakan perintah dalam agama Islam. 

Bayangkan, dalam dua dekade, anak-anak yang baru lahir dan kemudian tumbuh remaja, tidak tahu bagaimana pergolakan sebelum Erdogan berkuasa. Sehingga mereka mengira bahwa kehidupan pada masa pemerintahan sekuler jauh lebih baik. 

Ini hampir sama dengan apa yang terjadi di Indonesia. Ketika ada tokoh Orde Baru yang membujuk generasi Z agar memilih mereka. Tentu kita tahu munculnya meme gambar Soeharto dengan teks "Enak zamanku tho".  Maka generasi muda yang tidak belajar sejarah, kurang literasi dan malas membaca akan mudah tertipu dengan iming-iming palsu. 

Begitu pula yang terjadi di Turkiye, di mana generasi muda mengira zaman dahulu lebih menyenangkan daripada sekarang. Agitasi yang dilakukan secara terus menerus membuahkan hasil, generasi muda Turkiye banyak yang bimbang dan akhirnya memilih CHP. 

Para pemilih muda, juga tidak mengalami tragedi kudeta berdarah yang terjadi di Istanbul. Kudeta yang berlangsung tanggal 27 Mei 2016, sebagian militer didukung tokoh sekuler berusaha menggulingkan Presiden Erdogan. Tragedi itu memakan korban jiwa ratusan orang, karena rakyat turun ke jalan menghadang pelaku kudeta. Saat itu para pemilih pemula masih anak-anak. 

Perekonomian Turkiye Merosot

Salah satu isu yang dimainkan CHP adalah kegagalan Erdogan di bidang perekonomian. Sebetulnya hal ini tak lepas dari wabah pandemi Covid 19 yang melanda seluruh dunia. Inflasi membumbung tinggi hingga mencapai 81%. Nilai mata uang Turkiye, Turkish Lira merosot ke level terendah sepanjang sejarah. 

Rakyat dihadapkan pada harga-harga kebutuhan bahan pokok sehari-hari yang semakin tidak terjangkau. CHP memainkan opini bahwa Erdogan tak mampu mengendalikan inflasi. Walaupun sekarang sudah menurun sedikit demi sedikit, tetapi belum memenuhi kebutuhan masyarakat. 

Selain itu, Turkiye juga dilanda bencana alam yang dahsyat beberapa waktu lalu. Boleh dikatakan satu provinsi, Sanliurfa hancur lebur. Ini membutuhkan pemulihan yang cukup lama. Dengan sendirinya, bencana ini kembali menggerogoti perekonomian nasional yang sedang susah payah untuk bangkit. 

CHP banyak bertandang ke provinsi tersebut dan mencekoki masyarakat yang tertimpa bencana bahwa Erdogan tak mampu menolong mereka. CHP menebar janji kalau mereka berkuasa, rakyat di wilayah bencana akan menjadi prioritas. 

Beberapa kasus indikasi SARA akibat ulah kaum sekuler terjadi di Ankara dan tempat lain yang menjadi kantong kekuatan kaum sekuler. Misalnya, seorang perempuan muda menyerang wanita berhijab dan memaksa menanggalkan jilbabnya. Peristiwa itu membuat trauma bagi wanita yang menjadi korban.

Karena itu, pemilu putaran kedua yang dijadwalkan tanggal 28 Mei pasti akan berlangsung lebih sengit. CHP mungkin lebih gencar melakukan provokasi pada swing voters. Di sisi lain, kita bertanya-tanya, akan kemana suara dari dua kandidat Aliansi Ata? Erdogan atau Kilicdoglu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun