Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menjelajahi Keistimewaan Purwakarta

26 September 2022   17:31 Diperbarui: 2 Oktober 2022   18:30 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah main ke Purwakarta? Kabupaten ini sering hanya menjadi perlintasan orang-orang yang melakukan perjalanan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Padahal banyak hal menarik yang bisa ditemukan di Purwakarta. 

Pada umumnya orang mengenal sate Maranggi sebagai makanan khas daerah Purwakarta. Selain itu, Purwakarta juga sebagai pusat pembuatan keramik Plered. Tapi bukan hanya itu yang membuat Purwakarta menjadi istimewa. 

Kalau saya, pernah panjat tebing gunung Parang yang berlokasi di Purwakarta. Dari atas tebing itu, tampak keindahan danau atau bendungan Jatiluhur. Sayangnya, belum sempat ke bendungan Jatiluhur karena panjat tebing membutuhkan waktu seharian, setelah itu kelelahan. 

Karena itu, saya senang sekali ketika komunitas Koteka dan Warga Kota bekerjasama membuat trip ke Purwakarta. Saya langsung mendaftarkan diri sebagai peserta. Meeting point ditentukan di halte depan Universitas Kristen Indonesia. 

Berangkat ke Purwakarta

Pukul tujuh pagi kami sudah berkumpul. Ketua Koteka, Ony Jamhari datang bersama mobil Elf yang digunakan untuk rombongan. Hanya terlambat beberapa menit, kami segera berangkat ke Purwakarta.

Dalam mobil Elf (dok.pri)
Dalam mobil Elf (dok.pri)

Perjalanan menuju Purwakarta lancar, tanpa kemacetan. Dua jam kemudian kami sudah memasuki Purwakarta dengan panduan mbak Mira, admin Warga Kota. Di kantor Disbudpar, kami disambut dengan baik. Bahkan sudah disediakan cinderamata. 

Pak Acep, didampingi mas Ony dan mbak Mira (dok.pri)
Pak Acep, didampingi mas Ony dan mbak Mira (dok.pri)

Di lantai dua, Kabid Disporaparbud Purwakarta, Pak Acep Yulimulya menuturkan sekilas tentang Purwakarta. Ternyata Pemda Purwakarta telah membangkitkan UMKM sehingga ada yang berhasil diekspor.

Snack produk UMKM Purwakarta (dok.pri)
Snack produk UMKM Purwakarta (dok.pri)

Beberapa contoh produk UMKM yang diberikan pada kami, misalnya makanan. Ada Noga  kacang Ciganea  (enting-enting kacang) buatan ibu Memy, Pasmini (pastel mini dengan isi abon ikan, ikannya dari waduk Jatiluhur) dan diekspor ke luar negeri, lalu ada teh tubruk dari mitra binaan perpustakaan desa Sumulugur, dll. Kamu pun mencicipi snack produk Anyelir yang legendaris,  membuat kue-kue tradisional seperti cenil. Eh tak lupa minum jamu kunyit asam dalam botol produk dari Herblasssusi yang disajikan dingin, segar sekali.

Trip dalam kota

Pertama, kami dibawa ke lokasi air mancur fenomenal, yaitu Taman Air Mancur Sri Baduga. Air mancur ini terbesar se-Asia Tenggara. Sayangnya sedang tidak dinyalakan, jadi kami hanya berfoto di depan ikonnya saja. Pak Fadlie dari Disporaparbud yang mendampingi dan memberi penjelasan.

Di balik kemegahan air mancur Sri Baduga, terdapat sejarah yang menarik. Dahulu kala, asalnya adalah sebuah danau yang bernama Situ Buleud (danau bundar karena bentuknya bulat). Pantaslah di dekat lokasi air mancur Sri Baduga ada sebuah hotel antik bernama Hotel Situ Buleud.

Patung badak bercula satu (dok.pri)
Patung badak bercula satu (dok.pri)

Konon, danau tersebut juga pernah menjadi tempat berkubang badak bercula satu. Itulah sebabnya ada patung badak di depan ikon air mancur Sri Baduga. Walaupun begitu, danau sebagai sumber mata air memang memberikan penghidupan kepada seluruh makhluk hidup.

Situ Buleud kemudian diperluas oleh Bupati RA Suriawinata pada tahun 1830-1831. Dengan renovasi itu, danau Situ Buleud mempunyai dua fungsi, sebagai sumber air dan tempat rekreasi. Bahkan sang bupati mendirikan pesanggrahan di tengah danau dan kerap menangkap ikan di sana. Penduduk pun ikut menangkap ikan.

Pada masa kepemimpinan Bupati Purwakarta yang lalu, Dedi Mulyadi, mengubah Situ Buleud menjadi air mancur spektakuler. Keindahan air mancur Sri Baduga dapat dinikmati setiap malam Minggu. 

Kedua, kami diajak ke salah satu museum yang disebut Bale Panyawangan, Panorama Nusantara. Ini adalah diorama tentang perjalanan bangsa Indonesia, bagaimana nenek moyang kita dahulu di zaman prasejarah hingga kemudian menjadi bangsa Indonesia dan eksis sampai sekarang.

Saya dan kapal phinisi (dok.pri)
Saya dan kapal phinisi (dok.pri)

Diorama ini disajikan secara modern, selain replika dalam kaca, juga ada video yang menjelaskan tentang sejarah tersebut. Saya tertarik dengan kapal phinisi yang menjadi kebanggaan dari Makassar. Di sini saya juga menemukan replika kereta kencana. 

Bale Indung Rahayu (dok.pri)
Bale Indung Rahayu (dok.pri)

Ketiga, kamu menyambangi Bale yang menggambarkan proses penciptaan manusia. Bagaimana makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna ini menjalani kehidupan, sejak dari ruh hingga kembali menghadap sang Pencipta. 

Berhubung waktu berjalan cepat, maka kami sholat dulu di masjid agung yang ada di sebelah alun-alun. Setelah itu baru kemudian melihat alun-alun dan gedung Pemda. Alun-alun ini indah dan tertata rapi, salut untuk perawatan yang dilakukan oleh para aparat terkait. 

Salah satu bagian alun-alun (dok.Ony Jamhari)
Salah satu bagian alun-alun (dok.Ony Jamhari)

Alun-alun berhadapan dengan kantor Bupati Purwakarta yang sekarang dijabat oleh Anne Ratna Mustika. Ambu Anne, begitu panggilannya, adalah istri dari Bupati Purwakarta terdahulu yaitu Dedi Mulyadi. 

Kereta kencana di kantor Bupati (dok.Ony Jamhari)
Kereta kencana di kantor Bupati (dok.Ony Jamhari)

Kantor Bupati memiliki arsitektur antik juga, bangunan peninggalan zaman Belanda. Di teras kantor tersebut terdapat dua kereta kencana (kereta pusaka) yang digunakan dalam acara tertentu. 

Kami di depan kantor Bupati Purwakarta (dok.koteka/wargakota)
Kami di depan kantor Bupati Purwakarta (dok.koteka/wargakota)

Di sini tempat keempat, yaitu museum Galeri Wayang. Ternyata ada koleksi wayang golek dan wayang kulit. Jawa Barat memang lebih dikenal dengan wayang golek. Ada seorang bapak pengrajin wayang sedang berkreasi dengan tekun, memahat sebuah kayu untuk dijadikan wayang.

Pengrajin wayang golek (dok.pri)
Pengrajin wayang golek (dok.pri)

Namun bapak tersebut tidak hanya pandai membuat wayang. Dia juga membuat beberapa souvernir dari tempurung kelapa dan bambu yang dijual cukup murah. Ada gelas bambu hanya sepuluh ribu saja. Kerajinan tangan lainnya adalah gayung dan teko tempurung kelapa. 

Sate Maranggi

Apalah artinya ke Purwakarta kalau tidak makan sate Maranggi. Kami pun dibawa ke kampung Maranggi Plered untuk makan siang dengan sate Maranggi. Lokasinya ada di sebelah stasiun Plered.

Sate Maranggi (dok.pri)
Sate Maranggi (dok.pri)

DI sini berjejer para pedagang sate Maranggi. Kami mengikuti pilihan panitia di sebuah kedai yang ada di tengah-tengah. Kami duduk lesehan dan menanti pesanan. Semua lahap memakan sate Maranggi dengan nasi timbel. Kami berebut menghabiskan sate Maranggi. Memang rasanya lezat dan maknyus. Selain sate, kamu juga mencicipi semangkuk sup tulang. 

Keramik Plered

Nah, sejak dahulu Plered terkenal sebagai penghasil keramik. Almarhumah ibu saya pernah membeli guci besar hanya Rp.50.000,-. Padahal sekarang harganya ratusan ribu Rupiah. Kebetulan kami diajak ke tempat pembuatan keramik Plered. 

Di galeri keramik, terdapat banyak contoh produk keramik. Ada patung, pot bunga, meja, kursi dan sebagainya. Pak Jujun Junaedi memberikan keterangan tentang pembuatan keramik di Plered ini. Menurut dia, keramik Plered dikirimkan ke berbagai daerah, termasuk ibukota. Ada juga yang sudah sampai ke mancanegara. 

Pot keramik (dok.Ony Jamhari)
Pot keramik (dok.Ony Jamhari)

Berada di pusat keramik tidak disia-siakan oleh mas Ony. Dia langsung berbelanja beberapa pot bunga yang  besar. Memang ketua Koteka ini gemar menata rumah dan menanam bunga. 

Namun kami, kaum wanita yang biasanya tergiur dengan barang-barang seperti ini harus menahan diri. Soalnya membawa keramik cukup berat, tak mungkin jika nantinya menggunakan angkutan umum. 

Hidden Valley Hills Purwakarta

Puas melihat keramik, kami meluncur ke sebuah resort yang ciamik. Saya tidak menduga ada resort secantik ini di atas bukit. Mobil mendaki ke atas menuju Hidden Valley Hills. Saya takjub melihat pemandangan indah dari atas. Bukan hanya lembah hijau tapi juga bukit-bukit indah di sekelilingnya.

Ciung Wanara Palazzo di Hidden Valley Hills (dok.pri)
Ciung Wanara Palazzo di Hidden Valley Hills (dok.pri)

Resort ini mengikuti bentuk bukit yang tinggi rendah. Lobby ada di lantai paling atas, sedangkan sebagian besar kamar-kamar ada di bawah. Hanya kamar jenis suite yang tersedia di lantai atas. Yup, pemandangan yang tersaji sangat indah.

 Keluar dari lobby, melalui pintu belakang melewati taman, lalu kita tiba di bagian yang sangat spektakuler, mengingatkan saya pada bangunan bergaya Romawi. Ada Ciung Wanara Palazzo dengan pilar-pilar tinggi,  juga ada tempat-tempat yang instagramable. 

Menara pandang (dok.Ony Jamhari)
Menara pandang (dok.Ony Jamhari)

Di bawah ada kolam renang yang terbuka untuk umum dengan membayar dua puluh lima ribu Rupiah. Kolam renang ini dikelilingi taman depan pohon Cemara menjulang.   Jangan lewatkan spot menara pandang di atas lembah untuk berfoto.

Batu purbakala (dok.Ony Jamhari)
Batu purbakala (dok.Ony Jamhari)

Satu hal yang sangat menarik, tidak disangka ada batu purbakala. Teman-teman tidak melewatkan berfoto dekat batu purbakala yang eksotis dalam cahaya senja.

Bendungan Jatiluhur

Menjelang senja berakhir, kami meluncur ke bendungan Jatiluhur. Bendungan ini dibangun pada masa kepemimpinan presiden pertama RI, Soekarno. Butuh sepuluh tahun pembangunan bendungan ini, dari tahun 1957-1967. 

Meskipun menjadi danau buatan, faktanya bendungan Jatiluhur adalah danau terbesar di Indonesia setelah danau Toba. Sudah lama ingin ke sini, baru bisa terwujud bersama teman-teman kompasianer. 

Bendungan/danau Jatiluhur (dok.pri)
Bendungan/danau Jatiluhur (dok.pri)

Bendungan Jatiluhur sangat indah karena dikelilingi perbukitan. Ketika sang Surya tergelincir ke Barat, sinar keemasan jatuh di permukaan air danau. Pantaskah jika pecinta sunset menikmati keindahan danau ini. 

Buat yang ingin staycation, bisa juga lho. Saya melihat beberapa bungalow ada di tepian danau Jatiluhur, berdiri di atas air dan berwarna putih. 

Pak Agus yang mengelola kawasan Jatiluhur dengan senang hati menemani kami. Ia menjelaskan seputar wisata waduk Jatiluhur. 

Sunset di Jatiluhur (dok.Ony Jamhari)
Sunset di Jatiluhur (dok.Ony Jamhari)

Kami menghabiskan waktu di sini sampai menjelang Isya. Setelah itu kembali menuju Jakarta. Pengalaman yang tidak akan terlupakan, menjelajah Purwakarta yang istimewa dalam sehari bersama Koteka dan Warga Kota. Terima kasih kepada Pemda Purwakarta yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk bertandang ke Purwakarta. Semoga pariwisata Purwakarta bisa mendunia. 

Peserta trip (dok.wargakota)
Peserta trip (dok.wargakota)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun