Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Baliho, Suatu Kemunduran

11 Agustus 2021   11:28 Diperbarui: 13 Agustus 2021   08:49 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persaingan menuju pemilu 2024 (dok.drone.emprit)

Menyebarkan baliho dimana-mana untuk mendongkrak elektabilitas demi pemilu 2024 adalah suatu kemunduran cara berpolitik. Zaman sudah berganti tetapi mereka masih saja menggunakan pola pikir masa lalu, dengan strategi kedaluarsa.

Di sisi lain, ini membuktikan bahwa politisi tersebut sudah kehilangan hati nurani. Bayangkan, di masa pandemi seperti ini rakyat butuh nasi, bukan baliho. Sebaran baliho hanya mengundang rasa benci. 

Beberapa hal yang seharusnya mereka pikirkan:. 

Pertama, rakyat sedang kesulitan mencari makan. Para politisi ini justru membuang uang. Dana satu baliho bisa mencapai puluhan juta, apakah jika dipasang di tempat strategis.

Ketidakpedulian politisi terhadap kondisi rakyat justru membuat mereka kehilangan simpati. Diam-diam menumpuk kebencian kepada politisi yang terpampang di baliho tersebut.

Kalau mau dikenal masyarakat, turunlah ke bawah. Gunakan dana itu untuk membantu rakyat yang sedang kesulitan. Tanpa bendera atau pun kaos, orang akan tahu siapa yang memberi karena getok tular pasti terjadi. 

Kedua, pemasangan baliho menimbulkan dampak buruk. Baliho merusak pemandangan dan menjadi polusi yang merusak bumi.

Ada baliho-baliho yang dipasang tidak semestinya. Biasanya kita mendapatkan pemandangan indah dari hijaunya pepohonan, atau bahkan sawah dan gunung, tetiba dirusak oleh baliho.

Setelah masa berlakunya baliho (pajak habis) baliho tersebut harus dibersihkan. Baliho tersebut menjadi sampah yang menumpuk, mengitari lingkungan.

Ketiga, belajarlah dari politisi dunia. Seorang Barack Obama rajin tampil di tengah khalayak dan berbincang akrab. Dia Mendengar apa yang dikeluhkan masyarakat.

Kalau sebagai politisi enggan keluar dari sangkar emas, tentu publik juga enggan melirik. Berkorbanlah demi rakyat, maka rakyat akan menghormati dan segan. Tay kalau isi kepala hanya berisi syahwat kekuasaan, doa rakyat lebih didengar Tuhan.

4. Berinteraksi dengan masyarakat ada berbagai cara. Selain bertemu muka, juga dengan media massa dan media sosial. Gunakan hal itu dengan baik secara paralel dan seimbang. 

5. Jangan merasa jumawa, karena masih ada langit di atas langit. Sebaiknya upgrade diri dengan berbagai ilmu, terutama ilmu komunikasi sehingga tahu bagaimana berinteraksi dengan masyarakat. 

6. Zaman sekarang, orang melihat kemampuan. Jadi tidak usah mengandalkan "keturunan", apalagi cuan. Bercermin agar tahu diri.

Kepemimpinan terasah di lapangan, bukan hanya berada dalam istana. Pemimpin yang baik, muncul dari dinamika kerasnya kehidupan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun