Kehadiran Iconnet dari PLN meramaikan jagad persaingan di bidang internet. Saat ini, provider tersebut gencar mempromosikan dirinya kepada seluruh masyarakat Indonesia. Iconnet menjanjikan harga yang lebih murah dibandingkan dengan provider lain.
Namun, apakah Iconnet mampu menyediakan layanan internet yang prima kepada masyarakat. Tidak mudah, karena negara ini memiliki banyak tantangan yang cukup berat. Kita tahu beberapa provider yang masih eksis berkiprah di tanah air dan IndiHome yang tetap menduduki peringkat pertama.
Respon masyarakat semula cukup bagus, maklum harga paket yang dijanjikan cukup terjangkau. Masyarakat Indonesia yang perekonomiannya tidak begitu bagus, tergiur dengan harga murah. Soalnya mereka berharap bisa menghemat untuk membeli beras dan kebutuhan lainnya.
Apalagi di masa pandemi Covid 19, di mana kita harus melakukan WFH (Work From Home). Kebutuhan internet masyarakat semakin tinggi. Di sisi lain, kebutuhan sehari-hari juga harus dipenuhi.
Janji Iconnet seperti angin segar di padang gersang. Mereka sangat berharap mendapatkan pelayanan internet yang prima dengan harga terjangkau. Tak heran jika sebagian orang mulai tertarik menggunakan provider baru tersebut.
Ternyata "jauh panggang daripada api". Menurut netizen yang sudah mencoba menggunakan pelayanan internet dari Iconnet, hasilnya sangat mengecewakan. Padahal Iconnet diharapkan memiliki kelebihan dibandingkan provider yang sudah ada.
Bagaimana pengalaman mereka? Bisa kita tarik dari beberapa kesimpulan di bawah ini.
1. Kecepatan internet
Faktanya kecepatan internet  tidak seperti yang dijanjikan. Misalnya, 100 Mbps yang diklaim Iconnet, dirasakan konsumen hanya 10 Mbps.
Ada pula yang mengatakan bahwa 100 Mbps itu dibagi untuk 16 orang. Wow, itu berarti sangat lambat. Tidak memenuhi kebutuhan masyarakat untuk menunjang pekerjaan.
2. Harga mahal
Dengan kecepatan internet seperti yang sudah dialami netizen, maka berarti janji harga murah tidak terbukti. Justru kalau dihitung-hitung lebih mahal dari provider lain.
Nah, kalau begitu, untuk apa membeli layanan internet yang mahal tetapi tidak mampu mendukung kebutuhan masyarakat? Lebih baik memilih provider yang sudah terbukti paling baik pelayanannya.
3. Kwalitas buruk.
Dengan kecepatan internet yang rendah, maka kwalitas yang diterima pelanggan juga buruk. Bagaimana mereka akan bisa bekerja bila kwalitas buruk?Maka pelanggan pun akan lari, mereka jera jika harus membayar mahal tetapi tidak bisa menunjang pekerjaan. Padahal itulah yang dibutuhkan.
Pengalaman masyarakat yang telah merasakan menjadi pelanggan Iconnet, adalah pelajaran yang berharga bagi orang lain. Tentu kita akan berpikir berulang kali jika hendak berlangganan pada sebuah provider jika tak mampu memenuhi kebutuhan pekerjaan.
Sepertinya, Iconnet melakukan "marketing gimmick" kepada masyarakat Indonesia. Mereka hanya berusaha meraih pelanggan sebanyak-banyaknya meski belum mampu berbuat maksimal.
Dalam hal ini, masyarakat yang dirugikan. Di saat mereka berusaha menghemat pengeluaran, yang terjadi malah sebaliknya. Di sisi lain, kebutuhan pelayanan internet yang prima tidak terpenuhi. Ini bisa membuat masyarakat patah hati.
Memang risiko yang ditanggung tidak main-main. Kalau masyarakat sudah kecewa, mereka akan meninggalkan provider tersebut. Kemungkinan hanya ada satu, yaitu kembali menggunakan provider yang sudah ada, yang sudah terbukti memberikan yang terbaik.
Bermain di jagad internet, harus profesional. Ini bukan bidang yang bisa dibuat main-main atau sekedar uji coba. Tapi harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dengan profesionalisme.Â
Lalu mengapa PLN nekad menawarkan Iconnet? Mungkin perusahaan ini butuh pemasukan lain. Hampir semua perusahaan plat mereka mengalami kerugian yang besar karena salah kelola manajemen.
Salah satu upaya untuk mendapatkan pemasukan adalah dengan mendirikan anak perusahaan. Kalau berhasil, tentu akan bisa menolong induknya agar tidak kolaps.
Namun seharusnya dilakukan dengan perhitungan yang matang dari para ahli. Kalau serampangan, justru hanya akan "membakar uang". Banyak biaya yang dikeluarkan, tapi tidak memberi hasil. Perusahaan induk menjadi lebih parah dari sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H