Siapakah yang menciptakan ketupat? Seingat saya, ini adalah salah satu ajaran dari Sunan Kalijaga. Jadi, ketupat bukan sembarang makanan. Ada filosofi yang sarat dengan nilai-nilai moral di dalamnya.
Ketupat lazim disediakan sebagai makanan wajib khas lebaran. Sejak hari pertama disajikan bersama lauk pauk yang juga khas seperti opor ayam dan rendang, serta kue-kue kering.
Namun sebetulnya kalau di ranah Jawa, lebaran ketupat justru dilakukan setelah menjalani puasa sunah Syawal enam hari. Umumnya puasa awal dimulai pada hari kedua lebaran.
Ada empat unsur filosofi ketupat, antara lain:
1. Ngaku lepat. Tradisi sungkeman dimaksudkan adalah "ngaku lepat" bagi orang Jawa. Artinya, kita mengaku salah dan meminta maaf, terutama kepada yang lebih tua.
Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang yang lebih tua, bersikap rendah hati, memohonkan keikhlasan dan maaf dari orang lain. Jika ada orang yang beranggapan haram sungkeman, itu berarti belum mengerti makna sungkeman.
2. Laku papat (melakukan empat hal).
- lebaran menandakan berakhirnya puasa.
- luberan (meluber/melimpah) adalah ajakan bersedekah kepada kaum miskin melalui kewajiban membayar zakat.
- leburan dosa-dosa dan kesalahan. Kita dituntut untuk saling memaafkan, sehingga dosa-dosa kita menjadi lebur.
- laburan. Asal katanya labur, misalnya kapur putih untuk menulis, atau bisa juga cat putih untuk membersihkan tembok. Maksudnya supaya manusia senantiasa membersihkan dirinya lahir dan batin.
3. Janur. Jalinan janur untuk bungkus ketupat saling menyilang, tindih menindih, merupakan gambaran kehidupan manusia yang penuh suka dan duka. Selalu ada godaan dan cobaan yang sering menjerumuskan kita ke dalam dosa.
 Sedangkan isi ketupat menggambarkan hati manusia. Saat telah saling memaafkan, hati menjadi bersih seperti ketupat yang dibelah.
4. Setelah mengaku lepat (salah) dan meminta maaf, idealnya kesalahan tersebut jangan sampai terulang lagi. Kita menutup rapat episode yang lalu, di mana kita berbuat salah.
Hal ini dimaksudkan agar persaudaraan erat kembali seperti lengketnya ketupat. Setelah itu kita menjaga silaturahmi satu sama lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H