Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Maaf Dik, Kita Tidak Bisa Menikmati Senja di Parangtritis

9 Mei 2021   09:37 Diperbarui: 9 Mei 2021   09:44 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (dok.kalamkopi.wordpress.com)

Assalamualaikum WW.

Adikku, bagaimana persiapan untuk menghadapi lebaran? Maaf, mbak tidak bisa pulang karena pemerintah melarang. Berapa pun besarnya rindu ini kepada kampung halaman, mbak tidak bisa datang.

Gagal sudah rencana kita jalan-jalan dan menikmati senja di pantai Parangtritis. Padahal kita begitu ingin melakukannya seperti dulu. Hati mbak menjadi teriris mengingat hal itu.

Sudahlah, tak ada gunanya menangis. Kita terpaksa menunda rencana itu karena dipaksa keadaan. Bukan hanya kita yang bernasib demikian, banyak yang mengalami kesedihan yang sama.

Apa boleh buat, kita harus berkorban demi kebaikan bersama, supaya pandemi Covid 19 ini bisa dikendalikan. Mbak juga tidak mau jika keluarga kita terancam virus yang berbahaya, sebab bisa jadi mbak membawa virus ini dari Jakarta.

Bisa saja mbak nekad mencari jalan tikus agar bisa pulang ke rumah. Tapi biasanya kenekadan akan berakhir buruk. Mbak tidak mau mengalami sesuatu yang tidak diinginkan. Nanti mbak bisa menyesal seumur hidup.

Dik, mari kita kenang saja saat dahulu kala kita ke pantai Parangtritis. Kita sengaja mempersiapkan dari jauh-jauh hari. Motor sudah diperiksa di bengkel, mesinnya  diperbaiki.

Lantas, kita membawa bekal makanan yang cukup banyak. Kau memasak sendiri bekal kita agar tidak membuang uang untuk membeli. Ada nasi dan lauk-pauknya, buah-buahan dan tak ketinggalan kue buatannya yang enak.

Lalu kita menyusuri jalan raya, melewati Imogiri, menuju Bantul. Kadang kau membawa motor dengan kecepatan tinggi, dan kita tertawa-tawa. Adrenalin kita terpacu dengan motor yang melaju. Untunglah tak ada polisi yang memergoki.

Selepas Ashar kita tiba di pantai kesayangan, tempat yang menjadi nostalgia puluhan tahun, saksi bisu perjalanan hidup kita. Di atas pasir kita bercengkrama, menceritakan nasib yang berbeda. 

Sambil bertutur, kita sibuk mengunyah bekal yang dibawa. Sungguh, masakan mu selalu enak seperti biasa. Tanganmu sangat terampil seperti almarhumah ibu.

Dan yang paling kita sukai adalah saat-saat matahari tergelincir ke ufuk Barat menuju peraduan. Warna jingga berlimpah di langit, membiasa jatuh di antara debur ombak seperti emas yang bertaburan dari langit.

Indahnya selalu membuat kita terpukau. Tak lupa kita mengabadikan dengan kamera kuno peninggalan bapak. Aku bermain siluet dan kau senang melompat bebas menggapai udara.

Ah, kita tak pernah bosan menikmati senja di sana. Keindahan yang tertoreh dalam ingatan selamanya. Sadarkah kau dik, kini kita adalah bagian dari senja itu.

Maka biarkanlah kali ini senja di pantai Parangtritis berlalu tanpa kehadiran kita. Kita berdoa saja semoga masih diberi kesempatan ke sana dan bermain seperti biasa.

Sudah ya dik, jangan bersedih. Lebaran ini akan kita lalui dengan cepat. Karena sekarang waktu juga berlari cepat. Sampaikan maaf mbak kepada anggota keluarga yang lain, sembah sungkem untuk paklik dan bulik. Jangan lupa jaga anak-anak mu dengan baik.

Wassalamu'alaikum WW.

Mbak Muth, di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun