Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ini Alasan Saya Puasa Berbelanja untuk Lebaran

7 Mei 2021   11:43 Diperbarui: 7 Mei 2021   11:46 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin perempuan-perempuan lain sibuk berbelanja untuk keperluan lebaran. Saya sih justru tenang-tenang saja, tidak ada sesuatu apapun yang saya beli. Saya tetap rebahan santuy di rumah.

Bagi saya, belanja lebaran itu hanya euforia yang akan segera berlalu. Bulan Ramadan saja terasa begitu cepat berakhir, apalagi lebaran yang cuma beberapa hari.

Belanja untuk perayaan lebaran, tidak wajib hukumnya dalam agama Islam. Kita hanya dianjurkan untuk menyiapkan sebaik-baiknya, bukan berarti harus membeli segala macam. Kita memakai baju terbaik dari yang kita miliki, membersihkan rumah dan.

Selain itu banyak hal yang lebih penting daripada berbelanja. Dan ini justru sering diabaikan oleh orang-orang. Sedangkan saya tidak mau terbawa arus urusan duniawi yang menonjolkan sisi materi dalam menghadapi lebaran.

Inilah yang menjadikan alasan saya untuk tidak berbelanja.

1. Sepuluh hari terakhir maksimalkan ibadah. Setiap muslim tahu bahwa Rasulullah menekankan keutamaan sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan. Karena di antara hari-hari tersebut terdapat malam kemuliaan.

Maka seyogyanya kita memaksimalkan ibadah pada sepuluh hari terakhir ini. Baik itu salat, membaca Kalam Ilahi hingga bersedekah. Oleh sebab itu, kadar ibadah dua kali lipat dari sebelumnya.

 Berbelanja sebetulnya membuang waktu dan mengurangi intensitas ibadah. Apalagi jika dilakukan secara konvensional, datang ke pasar grosir seperti Tanah Abang. Terlepas dari ancaman pandemi Covid 19, banyak yang kita korbankan untuk berbelanja.

Hitung saja berapa jam yang dihabiskan untuk ke pasar. Baik itu soal transportasi,  lalu ubek-ubek pasar untuk menemukan barang yang cocok hingga pulang lagi ke rumah. Ini bisa memakan waktu seharian.

Banyak ibu-ibu melalaikan salat karena keasyikan berbelanja. Bahkan ada yang membatalkan puasa karena haus dan lapar akibat keliling pasar. Sampai di rumah kelelahan, tidak salat tarawih lagi.

Betapa mudaratnya berbelanja di pasar, sanggup melalaikan ibadah utama. Jangankan mendapat pahala yang berlipat ganda, ini malah menambah dosa.

Saya tidak mau terbawa kebiasaan yang buruk seperti itu. Dalam sepuluh hari terakhir, saya tidak peduli dengan belanja, tapi fokus untuk ibadah. Pada masa sebelum pandemi, saya melakukan itikaf di masjid. Sekarang cukup di rumah.

Jika memang harus berbelanja, orang-orang itu seharusnya bisa melalui sistem online. Itu jauh menghemat waktu dan ibadah kita tidak terganggu.

2. Iman yang baru, bukan baju yang baru. Saya tidak mengharuskan diri memakai baju baru di hari lebaran. Bagi saya, baju baru itu adalah lebaran untuk anak kecil yang belum tahu inti dari ibadah puasa Ramadan.

Bulan Ramadan adalah saat untuk meningkatkan iman. Selayaknya setelah Ramadan, iman kita bertambah kuat, ibadah pun semakin intensif, lebih mengutamakan perintah Allah dan Rasul-nya.

Karena itu, idealnya adalah memperbarui iman dan bukan memperbarui baju. Ramadan boleh saja berlalu, tetapi dengan memberi bekas untuk memiliki iman baru dengan ketaatan yang jauh lebih kuat.

Berhasilnya seorang mukmin menjalani Ramadan terlihat dari perbaikan akhlak, adab sopan santun serta perilaku sehari-hari. Semakin tinggi iman seseorang, semakin bijaksana dia dalam menghadapi kehidupan.

3. Berbelanja karena kebutuhan dan kemampuan, bukan karena lebaran. Ironinya masyarakat kita, memaksakan sesuatu meski itu di luar kemampuan. Sudah tahu tidak punya uang, tapi tetap memaksa untuk beli baju lebaran walaupun berhutang.

Saya hanya membeli sesuatu berdasarkan kebutuhan dan kemampuan keuangan. Kalau baju-baju saya masih bagus untuk lebaran, untuk apa saya beli baju baru? Hanya menyesakkan lemari saja.

Saya tidak peduli dengan banyaknya diskon. Orang lain akan berkata, mumpung murah beli yang banyak. Saya justru berpikir, kalau saya mampu dan butuh, tanpa diskon saya akan membeli. Sebaliknya jika tidak, untuk apa bersusah payah membeli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun