Mungkin perempuan-perempuan lain sibuk berbelanja untuk keperluan lebaran. Saya sih justru tenang-tenang saja, tidak ada sesuatu apapun yang saya beli. Saya tetap rebahan santuy di rumah.
Bagi saya, belanja lebaran itu hanya euforia yang akan segera berlalu. Bulan Ramadan saja terasa begitu cepat berakhir, apalagi lebaran yang cuma beberapa hari.
Belanja untuk perayaan lebaran, tidak wajib hukumnya dalam agama Islam. Kita hanya dianjurkan untuk menyiapkan sebaik-baiknya, bukan berarti harus membeli segala macam. Kita memakai baju terbaik dari yang kita miliki, membersihkan rumah dan.
Selain itu banyak hal yang lebih penting daripada berbelanja. Dan ini justru sering diabaikan oleh orang-orang. Sedangkan saya tidak mau terbawa arus urusan duniawi yang menonjolkan sisi materi dalam menghadapi lebaran.
Inilah yang menjadikan alasan saya untuk tidak berbelanja.
1. Sepuluh hari terakhir maksimalkan ibadah. Setiap muslim tahu bahwa Rasulullah menekankan keutamaan sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan. Karena di antara hari-hari tersebut terdapat malam kemuliaan.
Maka seyogyanya kita memaksimalkan ibadah pada sepuluh hari terakhir ini. Baik itu salat, membaca Kalam Ilahi hingga bersedekah. Oleh sebab itu, kadar ibadah dua kali lipat dari sebelumnya.
 Berbelanja sebetulnya membuang waktu dan mengurangi intensitas ibadah. Apalagi jika dilakukan secara konvensional, datang ke pasar grosir seperti Tanah Abang. Terlepas dari ancaman pandemi Covid 19, banyak yang kita korbankan untuk berbelanja.
Hitung saja berapa jam yang dihabiskan untuk ke pasar. Baik itu soal transportasi, Â lalu ubek-ubek pasar untuk menemukan barang yang cocok hingga pulang lagi ke rumah. Ini bisa memakan waktu seharian.
Banyak ibu-ibu melalaikan salat karena keasyikan berbelanja. Bahkan ada yang membatalkan puasa karena haus dan lapar akibat keliling pasar. Sampai di rumah kelelahan, tidak salat tarawih lagi.
Betapa mudaratnya berbelanja di pasar, sanggup melalaikan ibadah utama. Jangankan mendapat pahala yang berlipat ganda, ini malah menambah dosa.