Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Merasa Hidup Menderita? Ingat Kisah Nabi Ayub A.S.

3 Mei 2021   10:00 Diperbarui: 3 Mei 2021   10:33 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (dok.tirto.id)

Betapa kita sering mendengar keluhan orang lain bahwa hidupnya sangat menderita. Padahal dia baru mengalami kesulitan hidup sebentar saja, belum sampai bertahun-tahun. Mereka lupa belajar dari keteladanan Nabi Ayub A.S yang memiliki kesabaran luar biasa.

Semula Nabi Ayub adalah seorang yang kaya raya. Allah SWT memberikan karunia kekayaan harta, anak-anak yang banyak (12 orang) dan istri yang solehah. Hidupnya bahagia, makmur dan sejahtera.

Meski demikian, Nabi Ayub tidak pernah lupa bersyukur. Ia juga sangat dermawan, membagikan kekayaannya untuk menolong orang yang membutuhkan. Berapa pun banyaknya yang dibagikan, kekayaannya tidak pernah berkurang karena rahmat Allah SWT.

Hingga pada suatu ketika, iblis memohon kepada Allah agar Nabi Ayub diberi ujian. Ia yakin iman Nabi Ayub goyah jika Rahmat Allah diangkat. Allah mengabulkan permintaan itu.

Maka tetiba Nabi Ayub mengalami ujian beruntun. Antara lain:

1. Nabi Ayub ditimpa penyakit yang aneh, dan dianggap berbahaya. Kulitnya penuh dengan kudis dan berulat. Semua orang menjauhi dia. Hanya istri dan dua saudara yang masih mau menolongnya.

Akibat penyakitnya, Nabi Ayub dikucilkan. Ia terusir dari negerinya sendiri. Tetapi Nabi Ayub sama sekali tidak mengeluh. Ia tetap taat beribadah kepada Allah SWT.

2. Anak-anaknya meninggal dunia. Semua anak-anak Nabi Ayub dimatikan oleh Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang hidup. Nabi Ayub bersedih, tapi tetap tidak mengeluhkan. 

Nabi sadar bahwa anak adalah titipan Allah. Karena itu jika pemiliknya mengambil kembali, maka dia hanya bisa pasrah dan tawakal. Semua dikembalikan kepada Allah SWT.

3. Kekayaannya dicabut. Kekayaan Nabi Ayub musnah. Badai menghancurkan perkebunan dan semua harta bendanya. Ia tidak lagi memiliki apa-apa, tapi Nabi Ayub sama sekali tidak mengeluh. Harta benda juga merupakan titipan Allah SWT.

Nabi Ayub dan istrinya tinggal di gubuk jauh dari kota. Selama 18 tahun ia menanggung penderitaan itu tanpa sedikit pun mengeluh. Ia tetap taat beribadah kepada Allah.

Hingga suatu ketika istrinya meminta kepada Nabi Ayub agar berdoa kepada Allah untuk meringankan penderitaan. Nabi Ayub justru marah karena ia malu kepada Allah. Nabi Ayub merasa tak patut meminta karena ia menikmati rahmat Allah lebih lama dari 18 tahun.

Suatu waktu, sang istri melakukan sesuatu yang tidak disukai Nabi Ayub sehingga ia diminta pergi. Tinggallah Nabi Ayub sendirian tanpa ditemani seorang pun. Lalu ia berdoa ketika Allah dengan bahasa yang sangat halus.

"Wahai Tuhanku, sungguh aku telah ditimpa penyakit. Padahal Engkau Tuhan yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang."

Allah mengabulkan doa hambanya. "Hentakkanlah kakimu. Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum". (QS. Shad, 42)

Kemudian Nabi Ayub melakukan apa yang diperintahkan. Dari bekas hentakan kaki memancar air. Nabi Ayub pun minum dan mandi. 

Seketika penyakit di tubuh Nabi Ayub hilang. Tubuhnya kembali sehat dan kuat, bahkan tampak lebih muda. Sang istri yang datang untuk menengok nyaris tidak mengenalinya. Ia baru yakin setelah Nabi Ayub berkata-kata.

Tidak hanya itu, Allah juga mengembalikan kekayaan Nabi Ayub dan dilipatgandakan. Begitu pula dengan anak-anak Nabi Ayub. 

Seluruh penduduk negeri akhirnya tahu bahwa Nabi Ayub telah sembuh seperti sedia kala. Bahkan lebih kaya dari sebelumnya. Mereka berbondong-bondong datang kepada nabi Ayub A.S.

"Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh dia sangat taat kepada Allah" (QS Shad 44).

Nah, jika kita baru beberapa bulan, atau katakanlah beberapa tahun saja (tidak sampai 18 tahun) sudah mengeluh, apakah kita tidak malu? Mungkin ada yang berkilah, ya dia kan Nabi, sedangkan kita bukan.

Nabi dan Rasul ada untuk memberi teladan kepada kita. Kalau bukan mengikuti Cony mereka, kepada siapa kita beriman?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun