Untunglah kereta sudah mencapai stasiun tujuan, kami pun terburu-buru keluar gerbong. Sambil melangkah menuju pintu keluar aku menoleh ke belakang. Penumpang lain berjalan mengikuti kami.
"Med, aku merasa kita diikuti," bisikku perlahan.Â
"Ah, kan memang semua juga ingin keluar stasiun," kata Medi.
Keluar dari pintu gerbang, kami tidak mendapatkan sebuah pun kendaraan umum.Â
"Kita jalan kaki aja. Cuma dua km ini," ajak Medi. Kami menurut.
Aku merasa gelisah, rasanya ada sesuatu yang janggal. Lantas aku menoleh ke belakang lagi. Orang-orang tadi masih berjalan mengikuti kami.
"Med," suaraku terdengar cemas.
Medi menoleh juga. Wajahnya tampak heran karena para penumpang itu betul-betul mengikuti langkah kami. Medi kemudian mengajak jalan cepat, lalu berbelok-belok agar tidak bisa diikuti. Ternyata tahu-tahu mereka tetap ada di belakang, jaraknya semakin dekat.
"Duh, kenapa mereka ngikutin terus sih. Mau apa mereka," Rini mulai terisak ketakutan.
Danu juga semakin pucat. "Med, tadi di dalam kereta aku lihat satu orang nyengir. Giginya kayak drakula, ada darahnya."
"Lho, aku juga begitu," kataku.