Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerpen) Seekor Kucing Hitam di Pemakaman

21 Maret 2021   20:00 Diperbarui: 21 Maret 2021   20:59 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kucing hitam (dok.pri)

Salat jenazah dilakukan di musala setelah salat Ashar. Kemudian keranda digotong menuju pemakaman di ujung kampung, tepi hutan kecil yang rimbun dan gelap. Tempat ini jarang didatangi orang. 

Lubang kubur telah disiapkan dekat rumpun bambu. Ranto melangkah hati-hati di antara makam mengikuti keranda. Pada saat itulah ia melihat seekor kucing hitam datang entah darimana. Kucing itu memperhatikan sambil melangkah mendekat. Ia lalu duduk di salah satu makam terdekat dengan lubang kubur yang baru.

Prosesi pemakaman berlangsung lancar. Hanya saja jenazah hampir terjatuh ketika dikeluarkan dari keranda. Untunglah, penggali kubur segera menangkapnya. Kain kafan pun nyaris terlepas karena ikatan pocong sepertinya terlalu kendur. 

Setelah dikubur, mereka menuntaskan dengan doa bersama. Si kucing hitam tetap duduk santai sambil melihat mereka. Tidak sekalipun ia mengeluarkan suara. Ranto merasa heran.

Akhirnya satu persatu orang meninggalkan pemakaman. Ranto melirik jam tangannya, ternyata pukul 16.30. Ia pun mengikuti para tetangga yang pulang ke rumah masing-masing. 

Langit berubah mendung, awan yang sangat gelap menyelimuti kampung. Ranto bergegas melangkah agar cepat tiba di rumah. Syukurlah hujan deras tepat ketika ia sudah membuka pintu.

Ranto segera berganti pakaian. Menurut kepercayaan orang tua, kalau dari pemakaman baju harus dicuci. Pada saat itu Ranto menyadari bahwa jam tangan yang dipakai tadi tidak ada.

"Waduh, ke mana jam tanganku?" Gerutu Ranto. Jangan-jangan terjatuh ketika dia berjalan.

Ia berusaha mencari lagi, tetap tidak ketemu. Berarti memang jam itu terjatuh. Sayang sekali karena jam itu pemberian sahabatnya dari luar negeri. Ranto bertekad mencarinya setelah hujan reda.

Hujan baru berhenti setelah salat Maghrib selesai. Ranto kemudian keluar untuk mencari jam tangan. Dengan menggunakan senter dari telepon genggam, ia menyusuri jalan kampung yang menuju ke pemakaman.

Walaupun Ranto sudah berusaha melihat jalan dengan teliti, jam itu belum juga terlihat. Hingga akhirnya ia sudah dekat dengan pemakaman tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun