Melalui speaker musala di dekat rumah, Ranto mendengar pengumuman tentang meninggalnya seorang tetangga. Agak tak percaya juga, Pak Sarif yang meninggal itu usianya baru sekitar empat puluhan. Selama ini juga tidak pernah kelihatan sakit.
Pak Sarif merupakan orang terkaya di kampung itu. Rumahnya bertingkat dua dengan ruangan yang besar-besar. Mobilnya ada lima, sesuai dengan jumlah anggota keluarga. Pak Sarif memiliki satu istri dan tiga anak yang mulai dewasa.
Ranto sering bertanya-tanya sendiri, apakah pekerjaan Pak Sarif. Menurut Pak RT sih, dia menjadi kontraktor di kota. Tapi Ranto tidak yakin, karena dia punya teman yang juga berprofesi sebagai kontraktor tidak pernah mengenal Pak Sarif.
Bagaimana pun sebagai warga yang baik, Ranto melayat ke rumah duka bersama tetangga-tetangga yang lain. Jenazah dibaringkan di ruang tamu dengan ditutupi kain batik. Ranto sempat membaca surat Yasin dan tahlil.
Setelah semua keluarga berkumpul, jenazah dimandikan di garasi. Ranto masih menunggu bersama para tetangga. Terdengar bisik-bisik yang sampai ke telinga Ranto.
"No, kamu mencium bau busuk gak?"
"Iya, seperti bau bangkai,"
"Arahnya dari garasi. Apa jenazahnya berbau busuk ya?
"Hush, mungkin itu bau sampah yang menumpuk".
Ranto mengerutkan kening mendengar bisik-bisik itu. Sebenarnya ia juga mencium bau busuk yang menyengat, tapi ia diam saja. Ranto tidak mau berprasangka buruk.
Usai dimandikan, jenazah langsung dikafani. Petugas yang melakukannya menaburkan banyak minyak wangi untuk menyamarkan bau busuk. Lalu juga bubuk kopi di sekitar jenazah.Â